TARIK urat antara petugas Imigrasi dan orang yang dilarang masuk atau ke luar negeri, alias dicekal, mungkin bakal tak terlihat lagi. Sebab, seperti dijanjikan Menteri Kehakiman Ismail Saleh, mereka yang dicekal akan diberi tahu selambatnya sepekan setelah ditetapkan. Sebelumnya, para petugas Imigrasi cuma mencocokkan nama di paspor dan ''daftar hitam'' di komputernya. Kalau kebetulan ada nama yang sama, barulah petugas itu memberi tahu bahwa nama itu dicekal. Identitas, foto, atau sebab pencekalan tak mereka ketahui. Kini, Menteri Kehakiman Ismail Saleh meminta data lebih rinci kepada instansi yang menghendaki seseorang dicekal. Kecuali identitas berupa data pribadi dan ciri-cirinya, pihak Imigrasi juga minta disertakan alasan pencekalan. ''Kalau seseorang dicekal karena alasan politik, harus jelas politiknya apa,'' katanya. Lembaga yang berhak mencekal pun tak sembarangan. Yang selama ini berwenang meminta pencekalan antara lain Panglima ABRI untuk masalah politik, Jaksa Agung untuk kasus pidana, Menteri Keuangan untuk yang berkaitan dengan piutang negara, dan Menteri Kehakiman bagi masalah keimigrasian. Sehubungan dengan ketentuan baru seperti termaksud dalam UU Keimigrasian itu, Ismail telah minta pimpinan lembaga itu agar meninjau kembali daftar para tercekal. Bila sampai pekan ini daftar cekal tak dilengkapi dengan identitas dan alasannya, katanya, bisa saja seseorang bebas. Sebab, ada instansi yang cuma memberi nama tanpa alasan pencekalan, bahkan ada yang cuma lewat telepon. Akibatnya, pihak Imigrasi yang sering kena getahnya. ''Orang selalu melimpahkan kesalahan pada kami,'' kata Dirjen Imigrasi Roni Sikap Sinuraya. Ambil contoh kasus Robert Westley Smith, warga negara Australia yang dicekal akhir tahun lalu di Denpasar. Ternyata yang diincar petugas seharusnya Rob Wesley Smith, aktivis anti-integrasi Tim-Tim. Petugas, walau tak punya data komplet, yakin yang dihadapi itu harus dicekal (TEMPO, 16 Januari 1993). Masa berlakunya, kata Ismail, juga bukan tanpa batas. Daftar cekal hanya berlaku selama enam bulan hingga setahun. Setelah lewat masa berlakunya, ''Kalau instansi itu tak mengajukan nama-nama termohon cekal, permintaan pencekalan tak akan kami layani,'' kata Ismail Saleh kepada Andi Reza Rohadian dari TEMPO. Hingga kini, menurut Dirjen Roni, masih ada 8.000 lebih warga yang masuk daftar cekal. Empat ribuan terkena pencegahan ke luar negeri, dan sisanya kena penangkalan. ''Kebanyakan pencekalan karena alasan keamanan,'' katanya. Karena pencekalan ini pula, beberapa waktu lalu kelompok Petisi 50 sempat mempertanyakan kepada Dirjen Imigrasi, Roni Sikap Sinuraya. Namun, pihak yang dicekal pun selama ini baru tahu ketika berhadapan dengan petugas Imigrasi di bandara. Arief Budiman, ahli sosiologi dari Universitas Satyawacana Salatiga, misalnya, pernah kena cekal ketika hendak berangkat mengikuti konperensi di Penang, Malaysia, tahun 1991. ''Ini sama saja saya sudah dihukum tanpa tahu kesalahan saya. Lagi pula tak dapat melakukan pembelaan,'' katanya. ''Tapi kini saya sudah bebas bepergian ke luar negeri.'' Syarat cekal Ismail Saleh itu, menurut Kapuspen ABRI Nurhadi Purwosaputro, bukan suatu kejutan. Selama ini pun, katanya kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO di Solo, ''ABRI selalu memberitahukan secara tertulis. Tak pernah lewat telepon.'' Agus Basri, Andi Reza Rohadian, Bandelan Amaruddin, Nunik Iswardani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini