Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hampir setiap siang, Totok tidak absen mengunjungi Masjid Al-Akbar di kawasan Pagesangan, Surabaya. Pensiunan badan usaha milik negara ini melakukan hal itu setelah mengantar anaknya yang masuk siang ke sekolah. Totok tentu punya alasan berkerasan-kerasan di masjid kebanggaan warga Surabaya ini.
"Aman, nyaman, dan bersih," itu testimoni Totok tentang masjid berkapasitas 60 ribu anggota jemaah tersebut. "Saya sudah sering salat di masjid-masjid lain. Paling nyaman, ya, di sini."
Benarkah? Kenyamanan dan perasaan aman memang sudah terasa begitu Tempo memasuki halaman masjid yang berdiri di lahan 7,6 hektare itu, akhir Oktober lalu. Tempat parkirnya jembar, dijaga satpam yang sigap mencatat pelat nomor kendaraan masuk serta memeriksa STNK kendaraan keluar.
Memasuki tempat berwudu, urinoir, kamar mandi, serta toilet, tidak tercium bau sengak laiknya urinoir di tempat umum lain. Air keran mengalir lancar. Dan lantai keramik yang bersih membuat jemaah tidak khawatir mengenai kesucian tempat itu.
Kedamaian serta keteduhan terbawa hingga ke dalam masjid. Saf tertata begitu rapi. Terdapat sejumlah papan pengingat untuk memenuhi saf bagian tengah lebih dulu. Lalu ada papan informasi untuk batas kanan dan kiri saf.
Lalu, ups, agak berbeda dengan ornamen yang biasa terdapat di tempat ibadah, ternyata ada banner yang asing di masjid ini. Banner yang dijumpai di beberapa sudut masjid itu menginformasikan bahwa Al-Akbar sudah mendapat sertifikat ISO 9001:2008.
ISO? Ya, Masjid Al-Akbar memang sudah mendapat sertifikat untuk sistem manajemen mutu tersebut sejak 29 November 2012. Sertifikat ini berlaku selama tiga tahun, dan setiap tahun harus diaudit. Jika dalam pengecekan itu nilai yang diperoleh jeblok, standar mutu bisa dicabut.
Pada September lalu, auditor dari Bureau Veritas, badan sertifikasi yang berpusat di Prancis, mendatangi masjid untuk audit surveillance. Audit ini meliputi data karyawan, pencapaian program, peningkatan jumlah pengguna fasilitas, peningkatan jumlah donatur, serta pengaduan ketidaknyamanan. Pengaduan harus kurang dari lima kali, termasuk keluhan sandal hilang. Al-Akbar hanya menerima keluhan dua kali dalam sebulan. "Alhamdulillah, kami berhasil mempertahankan sertifikasi ISO untuk setahun ke depan," kata Direktur Utama Masjid Al-Akbar Surabaya Endro Siswantoro.
ISO 9001:2008, menurut American National Standards Institute, adalah standar internasional di bidang sistem manajemen mutu. Lembaga yang pemegang akreditasi ISO harus dapat menunjukkan konsistensi dalam menyediakan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan, persyaratan hukum, dan peraturan yang berlaku.
Proses untuk memperoleh ISO ini cukup ketat. Endro menceritakan pada 2011 direksi masjid menyatakan kepada Gubernur Jawa Timur Soekarwo bahwa Al-Akbar siap mendapatkan penilaian sertifikat ISO. Untuk itu direksi meminta panduan konsultan. Biro Organisasi Pemerintah Jawa Timur merekomendasikan konsultan Proxsis yang berpusat di Inggris guna membimbing manajemen masjid. Untuk auditornya, mereka memilih Bureau Veritas.
Konsultan membimbing selama hampir delapan bulan untuk membuat standar internasional. Sebelumnya, organisasi dibentuk dulu dengan menunjuk quality management representative ISO, tim ISO, dan document control. Kantor juga harus ada. Pengurus pun mesti menyusun prosedur mutu, sasaran-sasaran besar yang hendak dicapai, yang lalu dirinci kualitas kontrolnya sampai pada SOP.
Endro menyebutkan ada empat direktorat yang di-ISO-kan, yakni Idharoh (administrasi dan umum), Imaraoh dan Istimaiyah (menunjang kemakmuran masjid dan kegiatan sosial), serta Syianah (pembangunan dan perawatan). Sedangkan yang tidak di-ISO-kan kegiatan Perguruan Tinggi Ma'had Ali. "Karena memang belum mampu," katanya.
Pengelolaan di Masjid Al-Akbar, diakui Sales Regional Bureau Veritas, Fresdianita Yudha Puspita, cukup kompleks. Maka, "Kami hanya ke organisasinya," ujarnya. Setelah semua itu dijalani, akhirnya ISO pun disematkan ke masjid termegah di Kota Buaya ini.
Auditor Bureau Veritas Certification, Dedy Prasetyo, mengatakan, dengan ISO, sistem menjadi lebih tertata. Konsep ISO adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengecekan. Intinya adalah kepuasan pelanggan terjaga. "Parameternya sesuai dengan prosedur internal masjid," katanya.
Ketua Pengurus Wilayah Jawa Timur Dewan Masjid Indonesia, Roziqi, yang juga menjabat Direktur Idharoh Masjid Al-Akbar Surabaya, mengatakan sertifikasi ISO itu lebih untuk melatih manajemen. Agar, "Semua yang dilakukan sesuai dengan perencanaan," ujarnya.
Bagi jemaah pun ISO berfaedah. "Ibadah menjadi lebih khusyuk, nikmat, dan puas, karena pelayanan semakin bagus," katanya.Ini berimbas pada peningkatan jumlah jemaah. Akhirnya, jumlah infak yang diterima saban Jumat pun, dalam sembilan bulan terakhir ini, melejit. "Sebelum ISO masih kepala 3 (Rp 30-an juta). Tapi sembilan bulan terakhir ini Rp 40 jutaan," ujar Endro.
Sejatinya Masjid Jami Al-Akbar bukanlah tempat ibadah pertama yang menggondol sertifikat ISO. Sebelumnya sudah ada masjid Al-Ikhlash Jatipadang, Jakarta Selatan, yang mendapat sertifikat serupa, pada 2 Juli 2011. Budi Suhirman, Ketua Umum Masjid Al-Ikhlash Jatipadang, mengatakan, sejak ditunjuk menjadi ketua pada 2006, ia bertekad menerapkan mutu pelayanan sebagaimana yang dipakai perusahaan-perusahaan, dengan standar internasional seperti ISO.
Awalnya agak sulit meyakinkan stakeholder masjid. Ia lalu menugasi Rahadi Mulyanto, sekretaris umum, mengikuti seminar-seminar ISO. Seiring dengan hal itu, tim kecil juga disusun untuk memperkenalkan ISO. Pengurus lalu memanggil konsultan untuk membimbing mereka.
Rahadi mengatakan, sebelum mendapatkan ISO, Masjid Al-Ikhlash sudah punya sistem manajemen sejak 2002. Bahkan, pada 2009, masjid berkapasitas 1.500 orang itu meraih penghargaan masjid terbaik dari segi manajemen di tingkat DKI Jakarta dari Dewan Masjid Indonesia.
Proses penilaian dalam prosedur ISO ini lalu dilakukan lembaga sertifikasi ISO asal Sydney, Australia, yakni International Standards Certifications (ISC). Awalnya ISC melihat kegiatan di Al-Ikhlash begitu luas. Masjid ini memang memiliki kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan administrasi.
Karena ISC belum punya pembanding, pengelolaan masjid disamakan dengan event organizer untuk bidang ibadah. Sedangkan untuk bidang ekonomi dan keuangan dibandingkan dengan lembaga finansial. Untuk ibadah, misalnya, penilaian meliputi cara menghadirkan jemaah dan penceramah, penetapan imam untuk salat rawatib beserta imam cadangan, penetapan materi dan pelaksana pengajian, serta undangan penceramah.
Waktu berlalu, ISO 9001:2008 diperoleh untuk "Moslem Community Services Including Religious Events Organization, Property Management and Fund Raising, Excluding Design and Development". Setelah ber-ISO, masjid ini rutin diaudit setiap tahun. "Yang paling dijaga sistem administrasi, dokumentasi kegiatan, dan sarana-prasarana," ujar Management Representative ISO untuk Masjid Al-Ikhlash itu.
Eddy Nurtadi, Ketua Bidang Ibadah, Dakwah, dan Pelayanan Umum Masjid Al-Ikhlash Jatipadang, mengatakan Masjid Al-Ikhlash beruntung karena biaya sertifikasi ISO yang di atas Rp 50 juta dapat ditekan. Al-Ikhlash hanya membayar biaya transportasi konsultan JAS-ANZ. "Lembaga sertifikasi digratiskan, bahkan mereka memberi infak ke masjid," ujarnya. "Mungkin karena ini pengalaman pertama mereka melakukan sertifikasi masjid dan mereka banyak belajar."
Zamrah Mather, Managing Director PT International Standards Certifications, perwakilan ISC di Indonesia, mengatakan tidak mengalami hambatan berarti dalam proses ISO di Masjid Al-Ikhlash. "Prinsipnya secara operasional ISO sudah berjalan, hanya tidak terdokumentasi dan tidak terstruktur," katanya. Menurut dia, masjid memerlukan manajemen yang bagus dan transparan dalam mengelola dana masyarakat.
Adapun penerapan ISO di masjid sama belaka dengan praktek ISO yang lazim berlaku di seluruh dunia. "ISO menuntut pencatatan yang rapi dan setiap enam bulan ada audit," ujarnya. Dengan ISO, dia menambahkan, terbukti jemaah Masjid Al-Ikhlash bertambah, demikian juga kegiatan dan dana kelolaan masyarakat.
Rahadi mengatakan ada dua manfaat dalam penerapan ISO. Pertama, sistem kontrol terhadap jalannya organisasi menjadi lebih mudah. Dengan ISO, pengurus dapat melihat bagian yang bisa diperkuat dan dikembangkan lagi. Yang kedua, pola masukan atau komunikasi dengan jemaah lebih mudah dan terpola. "Ujung-ujungnya, terjadi peningkatan kinerja," ujar pengusaha alat telekomunikasi ini. "Sebelum ISO, jumlah dana umat sekitar Rp 650 juta setahun, sekarang kami bisa menghimpun hingga Rp 1 miliar," kata Eddy.
Keberhasilan kedua masjid itu menjalankan manajemen dengan standar tinggi rupanya hendak ditularkan ke masjid-masjid lain. Kedua masjid, Al-Akbar dan Al-Ikhlash, menjalin kerja sama untuk berbagi dengan masjid lain dalam hal manajemen mutu. "Kami coba membuat semacam modul pengelolaan masjid," ujar Eddy.
Ketua Dewan Masjid Indonesia DKI Jakarta Syamsuddin mendorong masjid di Jakarta meraih ISO. Pada November ini, Dewan Masjid akan menggelar lomba Binaul Masjid, yang diikuti perwakilan masjid di Jakarta. "Kalau bagus, pemenang lomba akan direkomendasikan mendapat ISO," ujarnya.
Erwin Zachri, David Priyasidharta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo