Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ko-Promotor Disertasi Bahlil Lahadalia, Athor Subroto, merespons keputusan Rektor Universitas Indonesia untuk menunda kenaikan pangkat kepadanya dalam waktu yang tidak ditentukan. Athor menyesalkan keputusan tersebut karena ia merasa tidak melanggar ketentuan apa pun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: Rektor UI Putuskan Bahlil Lakukan Perbaikan Disertasi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya merasa tidak melanggar apa pun yang disangkakan," kata dia kepada Tempo pada Jumat, 7 Maret 2025. Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI masa jabatan 2021-2025 itu juga mengatakan belum memikirkan langkah apa yang akan dilakukan menanggapi keputusan ini. "Saya belum memikirkan langkah selanjutnya."
Sebagai informasi, Rektor Universitas Indonesia Heri Hermansyah memutuskan menunda kenaikan pangkat kepada promotor dan ko-promotor disertasi Bahlil Lahadalia. Keputusan itu berdasarkan sidang empat organ UI, yaitu Majelis Wali Amanat, Rektor, Dewan Guru Besar, dan Senat Akademik atas dugaan pelanggaran etik mahasiswa Sekolah Kajian Stratejik dan Global atau SKSG pada 4 Maret 2025.
"Penundaan kenaikan tingkat untuk jangka waktu tertentu," kata Heri dalam konferensi pers di Fakultas Kedokteran UI Salemba pada Jumat, 7 Maret 2025.
Heri mengatakan sanksi tersebut berupa pembinaan sesuai dengan tingkat pelanggaran akademik dan etik yang dilakukan. Keputusan ini, kata dia, sudah memperhatikan keadilan akademik, semangat perbaikan institusi, dan menjaga integritas akademik.
Heri juga menjatuhkan hukuman kepada Direktur SKSG dan Kepala Program Studi. "Sebagai momentum untuk melakukan evaluasi dan pembinaan sistem pendidikan, khususnya di SKSG UI," kata dia.
Ia mengatakan bahwa kasus ini sebaiknya menjadi pelajaran bagi seluruh civitas akademika untuk memperkuat komitmen dalam menjaga marwah akademik.
Sementara itu, Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional Arie Afriansyah mengatakan sanksi ini akan diterbitkan dalam bentuk Surat Keputusan atau SK rektor. "Terkait dengan SK perorangan tadi yang saya sampaikan, itu adalah individu yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Dan karena ini bersifat individual, maka yang mengetahui adalah yang bersangkutan," ujarnya.