TERSISIH oleh berita musibah Galunggung, tenggelamnya KM Hasrat Mulia nyaris tidak menarik perhatian. Padahal kecelakaan di Selat Makasar, Kamis 5 Agustus yang lalu itu, membawa korban cukup besar, paling sedikit 75 penumpang belum diketahui nasibnya hingga awal pekan ini. Menurut Kepala Kanwil Hubla (Perhubungan Laut) Wilayah VI, kapal motor itu tenggelam karena diserang badai, dan kelebihan penumpang. Menurut Humas Ditjen Perla di Jakarta, teleks yang diterimanya menyatakan kapal itu tenggelam karena "cuaca jelek dan kapal bocor." KM Hasrat Mulia berangkat dari Nunukan, Kalimantan Timur, 2 Agustus pukul 20.00 waktu setempat. Tak diketahui secara persis banyaknya penumpang kapal berbobot 251,63 DWT itu ketika berangkat berlayar. Laporan yang diterima Nurdin Nawawi, Kakanwil Hubla Wilayah VI itu, ada 150 penumpang. Padahal kapal seukuran KM Hasrat Mulia maksimal hanya boleh mengangkut 60 penumpang plus ABK (anak buah kapal). Ajaibnya, hingga awal pekan lalu telah diselamatkan 242 penumpang (termasuk ABK), empat jenazah, dan empat penumpang dinyatakan hilang. Bagaimana ini bisa terjadi? Rupanya di perairan Kalimantan Timur kapal-kapal memang bak bis kota Jakarta: bisa menaikkan penumpang di sembarang tempat. Dan juga, nakhoda agaknya tak ambil pusing keselamatan pelayaran: asal masih ada tempat kosong berapa pun penumpang naik. boleh saja. "Kalau ada yang melambai-lambaikan tangan dari pesisir, pastilah sebuah kapal yang kebetulan lewat akan mendekat untuk menerima muatan," tutur Zainal Abidin, Humas Ditjen Perla, tentang suasana perairan di Kal-Tim itu. Syahbandar Nunukan, M. Mastur, kepada harian Sinar Harapan mengatakan ada 325 penumpang, termasuk 100 orang yang naik selepas kapal itu dari wilayah kekuasaannya. Namun menurut beberapa penumpang yang selamat, jumlah penumpang Hasrat Mulia ketika tenggelam sekitar 400 orang. Kalau ini betul, jumlah korban tentunya lebih dari 100 orang. Jumlah penumpang pasti memang sulit diketahui. Di pelabuhan-pelabuhan kecil sepanjang pantai Kal-Tim itu memang tak ada aparat Perla. "Sesuai Surat Edaran Dirjen Perla no. 343/80, tugas itu kami serahkan kepada aparat kecamatan setempat," tutur Zainal Abidin. Aparat yang dimaksudnya adalah pegawai bea-cukai, camat, polisi, dan koramil. "Bahkan kalau pelabuhan itu hanya sebuah kampung, ya lurahnya yang diserahi tugas pengawasan itu." Kecuali itu ada peraturan lama yang resmi masih berlaku: denda kelebihan penumpang hanya 100 gulden per kepala. Ini memang memberi peluang bagi pelanggaran. Menurut PP 1961 1 gulden nilai tukarnya Rp 15. Apa artinya kehilangan Rp 1500 bila seseorang harus pergi berlayar, padahal lalu lintas laut di situ memang aduhai sulitnya? KM Hasrat Mulia, milik A. Buchari bin Haji Saleh, sedianya hendak berlayar ke Flores Timur. Kecuali penumpang yang kebanyakan terdiri dari pelajar yang hendak pulang ke Pare-pare, juga membawa sekitar 28 m kubik kayu, berupa balok dan papan. Menurut beberapa penumpang yang selamat, suasana di dalam kapal memang penuh sesak, tak ada ruang kosong. Katanya, gelombang yang besar telah menyebabkan kayu berbenturan, mengakibatkan lunas kapal bocor. Itu agaknya yang menyebabkan Nakhoda Yakob Mannie yang berusaha melawan badai, untuk membawa kapal berlabuh di pantai perairan Majene Sulawesi Selatan, yang tinggal berjarak sekitar 200 m, gagal. Di luar musibah KM Tampomas II, dari Ditjen Perla tercatat kecelakaan laut pada 1981 hanya memakan 21 korban jiwa, tahun 1980 tercatat 260 orang meninggal dan hilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini