Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Terampil tanpa gelar

Berkembang di beberapa universitas negeri, tapi masih tetap menjadi pilihan nomor dua. sejak juni'83 UGM dan Undip meresmikan program diploma menjadi fakultas. (pdk)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG tukang batu ditanya, apakah ia cukup puas dengan pekerjaannya. "Lho, bila semua orang menjadi insinyur, lantas siapa yang bikin tembok," jawabnya. Itu memang hanya terjadi dalam sebuah lelucon. Tapi cukup menggambarkan betapa perlunya semua jenjang ketenagaahlian diisi. Maka pada 1968 Departemen P & K menetapkan dua jalur pendidikan di perguruan tinggi: jalur gelar dan jalur diploma. "Yang pertama untuk menciptakan tenaga berpotensi mengembangkan ilmu dan teknologi," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Prof. Dr. Doddy Tisna Amidjaja. "Yang kedua, untuk menghasilkan tenaga terampil yang bisa memanfaatkan ilmu dan teknologi dengan praktis." Program diploma kini ternyata berkembang di beberapa universitas negeri, bahkan sejak Juni yang lalu UGM dan Undip, Semarang, meresmikan program diplomanya menjadi fakultas. Maka Pendidikan Ahli Teknik UGM tak lagi berada di bawah Fakultas Teknik UGM, tapi berdiri sendiri sebagai Fakultas Nongelar Teknologi (FNGT) UGM. Demikian pula Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP) yang semula dikelola Fakultas Ekonomi, menjadi Fakultas Nongelar Ekonomi (FNGE). Dan Sabtu pekan lalu FNGE itu mengadakan upacara wisuda untuk lulusannya untuk kesekian kalinya. Yang segera menyusul memfakultaskan program diplomanya ialah Unair, Surabaya. Perubahan menjadi fakultas itu tentulah untuk lebih mengembangkan program diploma, juga mungkin untuk lebih memancing lulusan SMA. Soalnya, "kita belum bisa bangga bahwa program ini diminati betul," kata Ir. Daruslan, Dekan FNGT UGM. Karena baik di UI, ITB, IPB, ITS, Unair, dan Undip, misalnya, program diploma masih menjadi pilihan kedua atau ketiga. Sehingga boleh dikata mahasiswa program diploma ialah mereka yang telah gagal menempuh tes Proyek Perintis (PP) I dan PP III. Padahal lulusan program diploma sebenarnya mempunyai keuntungan sendiri. Purwoto, misalnya, lulusan program diploma PAAP Unair, 1980, yang kemudian langsung bekerja di Unilever Surabaya, tak mengalami kesulitan apa pun. "Yang saya kerjakan di sini persis sama dengan yang saya pelajari di PAAP," katanya. Dan itulah sebenarnya keuntungan program diploma. "Kami siap pakai di pasaran kerja, karena itu gampang cari pekerjaan," kata Bakhtiar Indra Lubis, mahasiswa PAAP USU, Medan. Yang dikuliahkan dalam program diploma memang lebih ccndong pada hal-hal yang praktis. Di Program Diploma Bahasa FSUI, misalnya, mata kuliah seperti teori sastra linguistik, sejarah, dan kebudayaan tak dipentingkan benar. Keterampilan berbahasa dan menerjemahkanlah yang ditekankan. Juga di FNGT, dalam kuliah Matematika rumus-rumus langsung diberikan untuk digunakan menghitung, bukannya diajarkan untuk dikaji bagaimana terbentuknya rumus-rumus itu. Tapi tak berarti kuliah yang menekankan pada segi praktis lebih mudah dibanding kuliah yang bobot ilmiahnya tinggi. Buktinya, tidak semua dosen mampu mengajar di program diploma. "Dosen-dosen senior yang sudah terbiasa memberi kuliah dengan bobot ilmiah tinggi," tutur Prof. Dr. Marsetio Donosepoetro, Rektor Unair, "akan tak cocok mengajar di program diploma." Dan masalah dosen inilah yang masih tetap menjadi problem pada pendidikan program dlploma yang ada sekarang. Program diploma di ITS, yang mempunyai enam jurusan, hanya memiliki 14 dosen tetap. Sementara dosen lainnya, sekitar 50 orang, merupakan dosen honorer. "Jarang yang mau menjadi dosen khusus untuk program diploma," kata Ir. Hariono Sigit, Rektor ITS. Bahkan di FNGT Undip, Semarang, karena kurangnya dosen, kuliah jurusan Mesin dan Elektro sering kosong. Soalnya kebanyakan dosen di FNGT Undip diambilkan dari para pegawai PLN dan Kantor Pekerjaan Umum setempat, yang sebenarnya sudah sangat sibuk, cerita Ir. Marimin Sumardjo, Pembantu Dekan I FNGT Undip. Tapi sebenarnya kebijaksanaan pihak Undip merekrut tenaga ahli dari luar, tepat. Sebab, seperti dikatakan Rektor Unair, idealnya dosen program diploma adalah mereka yang berpengalaman di lapangan. Dilihat dari masalah pengadaan dosen, program diploma memang harus berpikir luas. Agak berbeda dengan Politeknik yang sebenarnya juga merupakan program nongelar -- program diploma memang harus mencukupi diri sendiri. Sedangkan Politeknik, yang merupakan program Departemen P & K di enam perguruan tinggi (UI, ITB, Unsri, USU, Undip, dan Unibraw), masih berstatus proyek dan dibantu oleh Bank Dunia. Tapi keuntungan program diploma -- baik sebelum maupun sesudah menjadi fakultas tersendiri -- pun ada. Antara lain, tak perlu mengadakan fasilitas seperti laboratorium dan ruang praktek sendiri. Mahasiswa program diploma berhak pula menggunakan fasilitas yang dimiliki universitasnya. Misalnya, mahasiswa PAAP bisa sepenuhnya memanfaatkan perpustakaan Fakultas Ekonomi, dan mahasiswa program diploma Bahasa bisa memakai laboratorium bahasa fakultas sastra. Toh, citra program.diploma di mata Bakhtiar Lubis dari PAAP USU tetap di bawah program gelar. Mengapa? "Pendaftaran dan tes masuk program diploma yang dilakukan sesudah pendaftaran dan tes masuk proyek perintis, memberi kesan ini sekolah pelarian," katanya. Tapi pelarian atau bukan, minat lulusan SMA masuk program diploma yang memiliki masa pendidikan dua sampai tiga tahun itu, meningkat. PAAP di Unpad, misalnya, yang berdiri pada 1974, hingga 1976 hanya menjaring mahasiswa kurang dari 100. Tapi sesudah tahun itu jumlah calon mahasiswa mencapai angka lebih dari 500. Bahkan pendaftar tahun ini lebih dari tiga ribu. Padahal daya tampung PAAP Unpad tetap saja sekitar 250 mahasiswa. Dan bagi mahasiswa program diploma jurusan teknologi, ITS memberi kesempatan untuk pindah rel, pada jalur gelar. Syaratnya, sudah bekerja minimal 2 tahun, tambah lulus tes, tentu saja. "Tidak tertutup kemungkinan ada mahasiswa program diploma yang berprestasi tinggi," ujar Rektor ITS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus