Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kapan saja, di mana saja

Telah diterapkan di kecamatan kebak kramat, karang anyar, jawa tengah (1974) dan di gianyar, bali (1977). menghemat guru dan gedung sekolah. (pdk)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILA saat belajar bersama tiba, siswa SD Pamong akan berkumpul menurut kelompok masing-masing. Tiap kelompok terdiri 3-7 siswa. Mereka ada yang berkumpul di kelas, ada yang di bawah pohon di halaman sekolah, di rumah, di Balai Desa, di mana saja. Lalu mereka akan belajar dengan modul, untuk pelajaran yang mereka tentukan sendiri. Seorang tutor (pembimbing), teman mereka sendiri dalam kelompok itu, kemudian akan memimpin semacam diskusi, untuk mengetahui seberapa jauh mereka memahami pelajaran hari itu. Bila ada kesulitan, dan baik tutor maupun anggota kelompok tak ada yang bisa memecahkannya, kesulitan akan ditanyakan kepada Pembina Pendidikan, semacam guru di SD biasa. Itulah sistem belajar di 4 SD Pamong (Pendidikan Anak oleh Masyarakat, Orangtua dan Guru) di Kecamatan Kebak Kramat, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dan di 26 SD Pamong di Kabupaten Gianyar, Bali. Suatu sistem pendidikan yang menghemat guru dan gedung sekolah, yang tidak terikat pada jadwal pelajaran dan tempat belajar. Dan dalam Instruksi Presiden No.7/1983 yang keluar bulan ini, dari 13 ribu lebih SD yang akan dibangun guna menyongsong wajib belajar tahun depan, di antaranya adalah SD Pamong itu. Gagasan awalnya muncul pada permulaan 1970-an. Dalam sebuah riset yang diselenggarakan oleh para ahli pendidikan se-Asia Tenggara, disimpulkan anggaran pendidikan ternyata sebagian besar tersedot untuk membayar gaji guru, pendidikan guru, dan pensiun mereka. Cuma sekitar 20% saja biaya itu yang benar-benar dipakai oleh anak didik. Selain itu, banyak anak-anak di desa-desa Asia Tenggara ternyata putus sekolah. Bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka tak bisa bersekolah seperti biasa. Mereka harus membantu orangtuanya justru ketika jam sekolah. Maka lahirlah di Indonesia sistem SD Pamong, diterapkan di Kebak Kramat sejak 1974, dan di Gianyar sejak 1977. SD Pamong hanya membutuhkan seorang kepala sekolah, dan tiga Pembina PendidikI an. Sebab seorang guru memegang dua kelas. Tatap muka guru-murid tidak berlangsung tiap hari. Disyaratkan minimal dua kali seminggu, yang waktunya bisa dirundingkan dengan siswanya. Unik memang. Pertemuan itu selain mengontrol sudah seberapa jauh siswa belajar, juga untuk memecahkan kesulitan yang tak bisa dipecahkan oleh kelompok siswa. Pun, untuk menyampaikan pelajaran yang tidak dimodulkan (misalnya, agama, olah raga, dan keterampilan). Bagi siswa kelas V dan VI SD Pamong, ada tugas tambahan. Ialah, menjadi tutor untuk kelompok belajar siswa kelas I dan II. Tapi ini hanya berlaku bagi mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Pelajaran lain berlangsung klasikal dan diberikan oleh Pembina Pendidikan tadi. Proyek SD Pamong ini, juga memiliki Program Luar Sekolah (PLS) untuk membina anak-anak putus sekolah. Seperti murid SD Pamong, siswa PLS pun membentuk kelompok belajar. Cuma, yang menjadi tutor bisa guru SD yang bertempat tinggal di daerah itu, atau tokoh masyarakat yang dipandang bisa menjadi tutor. Dan kalau SD Pamong muridnya adalah mereka yang berusia SD, umur siswa PLS mulanya tak dibatasi. Tahun 1976, misalnya, dua bapak dari Desa Alastuwo, Kebak Kramat, memperoleh STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) SD pada usia 34 dan 38 tahun. Tapi kini yang bisa diterima di PLS SD Pamong maksimal berusia 19 tahun. Dan sampai tahun ini SD Pamong Kebak Kramat telah meluluskan lebih dari 30 siswa PLS. Sementara dari 26 SD Pamong di Gianyar, telah diluluskan lebih dari 260 siswa PLS. Yang menarik, sistem pendidikan yang hingga tahun ini masih dinyatakan sebagai proyek itu, kualitas anak didiknya tak kalah dengan SD biasa. "Anak-anak kami dapat bekerja sendiri, tidak usah menanti dipimpin guru," tutur Ny. Sukarni, guru SD Pamong Kebak II sejak 1974. Setelah siswa kelas I SD Pamong mendapat pelajaran secara klasikal selama kuartal pertama, selanjutnya mereka bisa belajar sendiri, tutur Ny. Sukarni. Dan rata-rata tiap kelompok belajar bisa menyelesaikan target pelajaran dengan tepat, meski tak ada pengawasan langsung dari guru. Di SD yang dikelola oleh BP3K (Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Departemen P & K) dan UNS, Solo, ini tidak seperti di SD biasa, Kurikulum 1975 dijalankan dengan penuh. Tak ada bab-bab pelajaran yang dilampaui. "Siswa tak boleh mengikuti tes akhir kesatuan modul, apalagi EBTA, apabila belum menyelesaikan modul menurut target," tutur Sudarsono, 26 tahun, Pembina Pendidikan kelas V SD Pamong Kebak II. Konsekuensinya, bagi siswa yang cepat belajar bisa menyelesaikan 6 tahun SD lebih singkat. Heru, misalnya, murid Sudarsono, hanya membutuhkan 5« tahun untuk merebut EBTA SD. Mungkin karena itu SD Pamong dari tahun ke tahun selalu kebanjiran siswa. Bahkan Sutarno, 48 tahun, kepala sekolah sebuah SD negeri di Kecamatan Kebak Kramat, lebih suka memasukkan kelima anaknya ke SD Pamong daripada ke sekolahnya sendiri. Ia mengakui terus terang bahwa lulusan SD Pamong lebih baik daripada SD biasa. Dan bila SD biasa rata-rata siswa per kelas hanya 40-an, di SD Pamong jumlah itu bisa mencapai 70-an. Misalnya, sebuah SD Pamong di Kebak Kramat, tahun ini menerima 72 siswa baru untuk kelas 1. Dan Program Luar Sekolahnya? "Anak putus sekolah di desa kami habis, dan desa ini sudah dinyatakan bebas buta aksara," tutur Ngadiman, 49 tahun, kcpala Desa Kebak, Kabupaten Karanganyar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus