Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tersebab Kepayahan Setelah Bertempur

Struktur PDI Perjuangan belum berfungsi maksimal mengumpulkan suara buat Jokowi. Lebih banyak ditopang kelompok relawan.

30 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUNTUNG rokok berserakan di atas meja posko pemenangan calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla di Jalan Sultan Agung, Ponorogo, Jawa Timur. Meja dan kursi teronggok tak beraturan. Menurut Bambang Yuwono, yang sedang membereskan dan membersihkan ruangan pada Kamis siang pekan lalu, sampah dan kekacauan itu bekas rapat partai koalisi yang berlangsung hingga subuh. "Ini rapat konsolidasi pertama," kata pelaksana tugas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ponorogo ini.

Bambang baru sepekan menjadi pemimpin PDI Perjuangan di kabupaten itu. Ketua sebelumnya, Sutiyas Hadi Riyanto, dicopot oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri karena dianggap tak becus menggerakkan mesin partai memenangkan Jokowi-Kalla. Sejak pasangan itu dicalonkan oleh koalisi PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, dan Partai Hati Nurani Rakyat pada Mei lalu, baru dua kali mereka merancang kampanye.

Pencopotan Sutiyas bagian dari pembenahan PDI Perjuangan menyongsong pemilihan presiden pada 9 Juli. Menurut Ketua PDIP Bidang Organisasi Djarot Saiful Hidajat, evaluasi struktur partai dalam memenangkan Jokowi tak sebatas kabupaten, tapi juga provinsi yang menjadi basis pemilih PDIP dan massa pendukung Jokowi. Jawa Timur salah satu yang dirombak.

Provinsi itu satu-satunya daerah kemenangan PKB. PDIP menjadi partai yang dipilih dengan suara signifikan pada pemilihan legislatif 9 April lalu. Namun, seolah-olah terbius kemenangan, tak ada pergerakan dari para politikus partai penyokong Jokowi untuk mengkampanyekannya ke desa-desa. Menurut Djarot, para calon anggota legislatif partainya disibukkan mengawal perolehan suara dan kelelahan berkampanye di pemilu legislatif. "Kepayahan seusai tempur itu wajar, kan?" ujarnya.

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga mengatakan struktur partai baru mulai berdenyut pada pekan kedua Mei lalu. Semua pengurus pusat disebar ke berbagai daerah untuk berkonsolidasi, termasuk Megawati. Masalahnya, tak semua kader partai langsung menggeliat. "Kami targetkan akhir Juni sudah bergerak," kata Eriko.

Tatkala mesin partai baru menyala inilah Jokowi justru digempur kiri-kanan. Isu-isu yang menyerangnya sewaktu berkampanye dalam pemilihan Gubernur Jakarta muncul lagi: ia dituduh keturunan Tionghoa dan beragama Kristen.

Kampanye rasis ini, menurut survei Indikator Politik Indonesia, membuat elektabilitas Jokowi mandek. Adapun rivalnya, Prabowo Subianto, melonjak karena pemilih sudah imun dengan isu penculikan dan pelanggaran hak asasi, kasus yang membuat dia diberhentikan dari dinas di militer.

Sigi Pol-Tracking menunjukkan jarak elektabilitas Jokowi-Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa kian tipis. Perbedaan keduanya pada Mei lalu masih di atas 10 persen, sedangkan pertengahan Juni ini tinggal 7 persen. Salah satu kampanye hitam itu melalui penyebaran tabloid Obor Rakyat yang masif ke pesantren di desa-desa di Jawa.

Djarot menampik jika disebut tak responsif menangkis kampanye hitam. Ketika tabloid Obor Rakyat terbit pertama pada akhir April lalu, kata dia, partainya membentuk Satuan Tugas Anti-Kampanye Hitam. Anggotanya kader partai di tingkat anak ranting. Mereka datang ke rumah pemilih untuk menjelaskan berbagai isu miring tentang Jokowi.

Di kelas menengah perkotaan, menurut Djarot, klarifikasi dilakukan melalui media sosial dengan memanfaatkan ribuan relawan dunia maya yang mendukung Jokowi. Pertemuan dengan para relawan cyber ini juga kian intensif untuk menyebarkan fakta tentang Jokowi yang kadung rusak oleh kampanye hitam tersebut.

Sadar relawan bisa menjadi ujung tombak penggaet massa, PDIP menunjuk Eriko sebagai koordinator relawan tim pemenangan. Saat ini, jumlah relawan yang tercatat resmi adalah 1.224 organisasi. Ketika Tempo datang ke markas mereka di Jalan Teuku Cik Ditiro, Jakarta, Rabu pekan lalu, puluhan relawan sedang membagi-bagikan kaus Jokowi.

Setiap akhir pekan, mereka berkumpul di sana untuk merancang kampanye. Suasana di Teuku Cik Ditiro kontras dengan keadaan di markas pusat tim kampanye nasional di Jalan Sisingamangaraja, yang sepi melompong.

Djarot menuturkan, partai tak mengintervensi gambar dan bentuk atribut relawan. Tanpa koordinasi, gambar Jokowi di organisasi relawan beraneka rupa. Menurut dia, bagaimana bentuk foto Jokowi adalah kreativitas setiap kelompok relawan. "Ini menunjukkan mereka tak dibayar dan tak dimobilisasi partai," ujar Djarot.

Salah satu penyokong Jokowi adalah Barisan Relawan Jokowi Presiden 2014 atau Bara Jokowi Presiden. Anggota kelompok itu, S.P.S. Silaban, menyebutkan tak memiliki hubungan dengan partai. Aneka kegiatan mereka didanai patungan anggota. Mereka hanya menjual nama Jokowi untuk merayu orang agar bersedia bergabung. "Kami dipersatukan Jokowi," kata Silaban.

Koordinator Pro Jokowi, Arie Budi Setiadi, menilai strategi partai belum berjalan maksimal. Meski sudah ada upaya serius, ia melihat kinerja mesin partai masih bisa dimaksimalkan. Ia mencontohkan lambannya elite PDIP bergerak ke daerah untuk menyiapkan saksi-saksi yang akan ditempatkan di tiap bilik suara.

Djarot mengakui pelatihan saksi tingkat nasional baru dimulai pada 12 Juni lalu. Dua pekan kemudian, mereka baru menggelar pelatihan di tingkat provinsi. Pada pemilu legislatif, partai menemukan ada saksi yang tak militan ketika bertugas. "Tapi, sebelum minggu tenang, semua sudah beres," ujar Djarot.

Di luar urusan struktur dan saksi, persoalan yang membuat mesin partai tak bergerak adalah minimnya logistik kampanye. Anggota tim pemenangan Jokowi-Kalla, Eva Kusuma Sundari, mengatakan tim kerap kewalahan memenuhi permintaan alat peraga dan anggaran kampanye dari pelbagai daerah. Menurut Eva, "Permintaan amat kencang."

Djarot menyebutkan partainya secara bertahap akan memberi stimulus atribut kampanye kepada kader di daerah. Sebagai partai non-pemerintah selama sepuluh tahun, kata Djarot, PDIP tak selalu punya dana segar yang besar. Karena itu, mereka mengandalkan gotong-royong kader. "Wajarlah empot-empotan," ujar Djarot. Dia tak menampik kabar bahwa bantuan ini belum sepenuhnya turun ke daerah.

Di partai, anggaran kampanye sepenuhnya dikendalikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Puan Maharani dan Rini Mariani Soemarno-sebagai pemegang dana kampanye. Puan mengingatkan, kader partai tak saling menyalahkan dan tak melulu memikirkan soal logistik. Disinggung mengenai kesulitan dana kampanye, dia berkelit, "Ah, masak, coba tanya bendahara." Rini Soemarno mengaku tak ikut-ikutan soal dana kampanye karena bukan anggota tim pemenangan Jokowi. Kata dia, "Saya hanya sahabat Megawati."

Wayan Agus Purnomo, Nofika Dian Nugroho (Ponorogo), Edwin Fajerial (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus