DAFTAR calon PPP yang diajukan Ketua Umum J. Naro ternyata
sampai awal pekan ini masih gelap buat para pimpinan PPP yang
non-MI. "Sampai hari ini saya belum melihat daftar susunan Naro
itu," kata tokoh SI Barlianta Harahap Senin lalu.
Kabarnya jumlah nama yang dimasukkan dalam daftar tersebut tak
melebihi 700 orang. Beberapa daerah yang semula urutan pertama
diduduki NU, dalam daftar itu diambil alih MI. Misalnya Sumatera
Utara, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan
Kalimantan Timur.
- Di Sumatera Utara misalnya, calon nomor 1 yang dalam Pemilu
1977 diduduki Nuddin Lubis kini digantikan Sudiji. Begitu juga
di NTB Ali Tamin menduduki urutan pertama. "Daerah-daerah itu
memang sebenarnya milik MI. Artinya kami dari MI yang aktif di
situ. Juga MI punya hubungan kuat baik ke atas maupun ke bawah,"
kata seorang tokoh MI.
Komposisi daftar itu dibuat sedemikian rupa sehingga bila hasil
PPP dalam Pemilu 1982 nanti seperti tahun 1977, artinya beroleh
99 kursi DPR, NU akan mendapat 49 kursi, MI 30, Sl 15 dan 5
untuk Perti. Itu berarti kursi untuk NU akan berkurang dengan 7
buah. Inilah yang menjadi sumber sengketa.
Itu berarti beberapa nama beken mungkin bakal tergeser. Dari NU
kabarnya yang tak bakal memperoleh kursi lagi termasuk Saifuddin
Zuhri, Amin Iskandar, Hisbullah Huda dan K.M. Zahri. Tokoh
"keras" NU Jusuf Hasjim, mungkin bisa tidak akan terpilih lagi.
Bila dalam Pemilu 1977 tokoh ini menduduki urutan pertama untuk
daerah pemilihan Jawa Timur, dalam daftar susunan Naro dkk.
Jusuf tercatat sebagai calon nomor 23 atau 24. Pada Pemilu 1977
Jawa Timur menghasilkan 21 kursi buat PPP. Bila hasil Pemilu
1982 nanti sama, berarti Jusuf Hasjim nantinya tidak akan
terpilih lagi. Itu bila tidak ada perubahan nomor urut.
Keputusan menempatkan Jusuf dalam urutan bawah itu agaknya juga
akibat "titipan" Idham Chalid yang disampaikan pada Naro, yang
tidak memasukkan Jusuf Hasjim dalam nama yang diprioritaskan.
Untuk Ja-Tim urutan pertama diduduki oleh K.H. Abdullah Siddiq,
Ketua NU wilayah Ja-Tim.
Abdullah Siddiq (60 tahun) terkejut tatkala mendengar ia
dicantumkan pada urutan pertama di Ja-Tim. 'Wah tidak enak
ini. Pak Ud yang harus nomor satu," katanya. Pak Ud adalah
panggilan akrab Jusuf Hasjim. Abdul= lah akan menyerahkan
masalah ini pada PB-NU. "Saya akan taat sepenuhnya pada apa yang
diputuskan PB," katanya pekan lalu. Pencantumannya sebagai calon
nomor 1 dianggapnya tidak adil dan tidak memenuhi norma. Dalam
kesepakatan intern NU ia merupakan calon nomor 5.
Untuk Jawa Timur, yang merupakan basis kuat NU, pembagian yang
diproyeksikan daftar Naro adalah: nomor 1 sampai 4 untuk NU.
Kemudian nomor 5 sampai 8 buat MI. Nomor berikutnya NU lagi,
baru MI dan SI, kemudian NU lagi. Dari Ja-Tim ini MI
direncanakan bakal mendapat tambahan dua kursi dan SI satu kursi
yang diambil dari "jatah" NU.
Beberapa tokoh NU yang menurut daftar Naro tampaknya akan
terpilih lagi -- berkat penempatan daerah dan nomor urutannya --
antara lain Imam Sofwan, Zamroni, Chalid Mawardi Murtadho Makmur
dan Imam Chourmen.
Dari unsur MI yang pasti tak dicalonkan lagi adalah Djadil
Abdullah dan Amir Hamzah. Husni Thamrin, bekas Ketua Umum KAPPI
yang semula dikabarkan kansnya untuk terpilih lagi"tipis",
agaknya bakal bisa terpilih lagi. Ia ditempatkan dalam urutan
nomor 2 untuk daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta
sesudah Atabik Ali, putra Rais Aam NU Ali Ma'shum.
Bagaimana dengan Mahbub Djunaidi? Konon kolomnis yang menjabat
Wakil Sekjen PPP ini terpasang sebagai calon nomor 1 untuk
daerah pemilihan Timor Timur. Sedang M.A. Zaidan Jauhari, Ketua
PPP Sumatera Selatan tidak masuk daftar karena kabarnya akan
diangkat sebagai rektor salah satu IAIN.
Mengingat daftar yang diajukan Naro bersifat sementara, bisa
jadi akan ada perubahan menjelang disusunnya daftar calon tetap
akhir Januari mendatang. Itu berarti dalam tiga bulan mendatang
akan terlihat tarik urat dan "dagang sapi" dalam penyusunan itu.
Meskipun demikian, masa persiapan Pemilu 1982 akan tetap
tercatat sebagai masa paling gawat dalam sejarah PPP.
Sebagai partai paling kuat untuk agak--atau
pura-pura--menandingi Golkar, PPP akan kehilangan kredibilitas
karena retak. Dan bila demikian, banyak pengamat akan cenderung
berkesimpulan: Golkar itu memang sama dengan "partai tunggal".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini