INSIDEN yang pertama terjadi di Sala. Seperti yang dijelaskan
Pangkopkamtib Sudomo, dinihari pukul 03.00 24 Oktober lalu itu
Amak pulang dalam keadaan mabuk. Di depan pasar di Pasar Kliwon
pemuda Keturunan Arab ini membangunkan Samto, seorang tukang
becak yang tidur di becaknya, meminta tali guna mengikat kambing
yang dalam keadaan slebor dikejarnya. Merasa tak diberi tali
Amak kabarnya gusar, lalu memukul Samto serta menjungkirkan
becaknya. Keributan selesai setelah dilerai beberapa orang yang
hadir.
Sekitar pukul 10.00 kemudian puluhan becak yang ditumpangi para
tukang becak masuk ke Jalan Batangan, Pasar Kliwon. Konvoi ini
berhenti di depan rumah Amak. Terdengar teriakan memanggil Amak
keluar diselingi "Jangan menghina orang melarat."
Lemparan batu pun mulai menghancurkan kaca pintu dan jendela.
Kakek Amak yang berusia 80 tahun tersungkur kena lemparan batu.
Amak sendiri waktu itu tidak ada di rumah. Namun beberapa
saudaranya yang tak tahu persoalan, gusar karena rumah mereka
digempur. Dengan pedang mereka melawan para penyerbu hingga
beberapa tukang becak terluka. Perkelahian terhenti tatkala
polisi dan pasukan keamanan tiba.
Tiga saudara Amak dan para tukang becak yang mengadakan aksi
diperiksa di Koresta 951. Siangnya mendadak muncul sekitar 100
becak beraksi lagi. Sasarannya bukan rumah Amak: toko dan rumah
warga keturunan Arab sepanjang Jalan Pasar Kliwon dilempar batu.
Toko-toko di kompleks Pasar Kliwon segera tutup. Namun dengan
cepat pengrusakan ini bisa dihentikan dan diatasi oleh petugas
keamanan.
Insiden berikutnya terjadi di Surabaya dan lebih merupakan
ledakan ketidakpuasan. Sekitar 7 ribu peserta-ujian pegawai baru
Departemen Kehakiman wilayah Jawa Timur 27 Oktober lalu turun ke
jalan setelah merusak dan membakar tenda pelindung serta belasan
sepeda motor milik panitia.
Sumber ketidakpuasan adalah cara kerja panitia ujian yang
ceroboh. Banyak yang datang dari luar kota dan telah beberapa
kali daung ke Surabaya untuk melengkapi syarat ujian. Mereka
diwajibkan datang ke tempat ujian, Stadion 10 November
Tambaksari, sebelum pukul 09.00. Namun pada pukul 11.30 naskah
ujian untuk peserta lulusan SD, SMP dan sarjana baru dibagikan.
Pertanyaan para peserta lulusan SLTA yang menunggu naskah ujian
tidak mendapat jawaban pasti. Kelompok yang tidak puas ini
kemudian mendatangi para peserta, menyobek kertas ujian dan
mcngajak mereka bergerak. Pengrusakan pun dimulai. Namun gerak
jalan rombongan ini menuju kantor Pengadilan Tinggi JaTim
berhasil dibendung oleh petugas keamanan.
Menurut penjelasan Pangkopkamtib Sudomo pekan lalu, kesalahan
ada pada panitia penyelenggara. "Sudah mengundang orang datang,
tahu-tahu ada kesalahan teknis dan tidak jadi ujian," katanya.
Namun ia juga menyalahkan para peserta yang main hakim sendiri.
"Marah boleh marah, tapi kepala harus tetap dingin," ujarnya.
Senin pagi lalu ratusan pelamar yang sama datang ke gedung
Pengadilan Tinggi di Jalan Sumatera, Surabaya. Mereka mengira
ujian yang ricuh ditunda dan diselenggarakan Senin itu sesuai
pengumuman Ketua Pengadilan Tinggi Ja-Tim dan Danwiltabes 101
Surabaya. Namun lagi-lagi para pelamar kecewa. Petugas Sabhara
menyuruh mereka meninggalkan gedung dengan alasan kasus ini
ditangani Laksusda, sedang kapan pelaksanaan ujian belum
ditentukan.
Aceh
Yang paling.memprihatinkan adalah imiden di Banda Aceh. Menurut
Pangkopkamtib Sudomo, insiden pertama terjadi 25 Oktober siang
tatkala seorang pedagang kaki lima pribumi tersiram air dari
bangunan tingkat atas milik Alex, seorang warga keturunan Cina.
Si pedagang, Nurdin Pelor, marah dan menghasut massa. Terjadi
pelemparan batu pada toko milik Alex.
Esoknya, adu mulut antara Zakaria Ibrahim dengn A Chin, pemilik
bengkel Expo di Jalan Mohammad Yamin, Penayong, berbuntut
panjang. Persoalannya sepele: Zakaria tidak puas atas hasil
pekerjaan A Chin. Adu mulut meningkat menjadl perkelahian.
Seorang saudara A Chin datang membantu dan memukul Zakaria
dengan benda keras. Beberapa pejalan kaki datang membantu
Zakaria dan perkelahian massal pun terjadi.
Petugas Polri datang dan menghentikan perkelahian. Massa yang
berkumpul bersorak-sorak. Dari tengah mereka datang lemparan
batu ke kaca jendela bengkel yang sudah ditutup. Satu jam
kemudian massa yang mulai liar bergerak. Beberapa toko
dihancurkan kacanya dan dua pemuda Cina dipukuli. Sepi segera
melanda kota Banda Aceh.
Rabu pagi situasi tampak normal. Petugas keamanan menyita
selebaran yang bernada membangkitkan kebencian pada keturunan
Cina. "Ini jelas sudah ditunggangi niat jahat," kata Pangdam
Mayjen R.A. Saleh. Siangnya mendadak situasi hangat. Rombongan
massa yang dipelopori mahasiswa bertindak liar dan merusak
bangunan milik warga keturunan Cina. Kerusuhan berlangsung
sampai sore hingga jam malam diberlakukan.
Kerusuhan meledak lagi Jumat pagi. Ribuan orang, sebagian besar
pemuda dan pelajar, menghancurkan bangunan milik warga Cina
serta membakar mobil dan motor mereka. Namun sejak Sabtu
keamanan berhasil dipulihkan. Akibat huru-hara tersebut: sekitar
150 orang pelajar dan mahasiswa ditahan, belasan orang
lulauka, puluhan rumah hancur atau dibakar.
Menurut keterangan resmi, tak ada yang mati. Yang mungkin mcet
adalah sedikit akal sehat, bahwa aksi-aksi begini--sudah ada
sejak sebelum Indonesia merdeka--praktis tak pernah ada
hasilnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini