Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tiga Pilihan Untuk Wiyarso

Dirjen migas, ir.wiyarso, berunding dengan jepang dalam upaya mencari dana untuk merampungkan proyek gas alam cair arun dan bontang. jepang ingin agar harga dasar penjualan lng setingkat dengan as. (nas)

8 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MISI Dirjen Migas ir Wiyarso yang kedua kali ke Tokyo, belum juga mencapai sasarannya. Seperti diketahui ada ketekoran 480 juta dollar AS Untuk merampungkan proyek gas alam cair Arun (Aceh) dan Bontang (KalTim). Desember yang lalu, MITI hanya setuju memberikan separohya. Tidak sekaligus, tapi bertahap. Yakni 170 juta dollar selama tahun fiskal 75/76 dan 76/77. Sedang sisanya $ 70 juta - baru akan diberikan dalam tahun fiskal 77/78 apabila Pertamina tidak berhasil menggaetnya dari maskapai Amerika Pacific Lighting yang juga berninat membeli gas alam Arun (TEMPO, 27 Desember 1975). Karena masih tekor $ 240 juta, Wiyarso terbang lagi ke Tokyo bulan lalu. Ditemani oleh Menperdag Radius Prawiro, Wiyarso membawa saran baru. Jumlah $ 480 juta itu ditekan menjadi 460 juta. Indonesia sendiri sanggup mencari $ 90 juta. Jadi dengan komimen MITI yang $ 170 juta itu, total jenderal $ 260 juta dianggap sudal di kantong. Tinggal mencari $ 200 juta lagi. Nah, kebutuhdn itulah yang disodorkan ke hadapan Menteri MITI Toshio Komoto yang didampingi Menlu Ohira dan presdir Bank Eksim Jepang S. Suminta. Mengelak Tapi kembali lagi dengan halus Jepang mengelak. Memang, Jepang belum menolak sama sekali permintaan Indonesia. Perundingan masih akan dilanjutkan. Entah sesudah atau sebelum sidang OPEC. Sementara itu, Indonesia diminta memperinci beberapa data produksi yang diperlukan untuk penyesuaian kapasitas pabrik-pabrik konsumen LNG itu di Jepang. Juga untuk penentuan jumlah tanker gas alam cair yang akan dicarter dari anak perusahaan Burmah Oil, Bumah East Shipping Corporation. Dan pada pertemuan di Tokyo itu, MITI kembali mengulangi pertanyaan, atau saran, yang sudah dikemukakan pada Wiyarso bulan Desember lalu: "Mengapa Indonesia tidak minta bantuan pada fihak ketiga, yang juga berminat membeli LNG Arun?" Maksudnya, Amerika. Pertanyaan itu tak mudah dijawab. Ketika kontrak penjualan LNG dengan Pacific Lighting ditandatangani September 1973, anak perusahaan SoCal itu kabarnya berjanji akan mencari kredit komersiil dari Bank Eksim AS. Namun belakangan ini minat Amerika tampaknya mengendor. Sebabnya macam-macam. Pertama-tama rencana Pertamina menaikkan harga dasar (base price) penjualan LNG ke Amerika dari $ 0,65 menjadi $ 1,25 per juta BTU British Thermal Unit) ditolak oleh Pacific Lighting karena tidak disetujui US Federal Power Commission. Kedua, SoCal agak ragu-ragu juga setelah mengukur jarak Arun ke Pantai Barat AS: 8300 mil laut. Jarak sejauh itu belum pernah ditempuh oleh tanker-tanker LNG yang baru terbiasa hilir-mudik trayek Alaska-Jepang atau Aljazair-Parntai Timur AS. Selanjutnya, untuk menimbun LNG dari Arun, SoCal berniat membangun tangki-tangki raksasa di pantai Kalifornia. Rencana ini ditentang dengan sengitnya oleh ahli-ahli ekologi dan Angkatan Laut AS, yang takut peristiwa matinya 40 karyawan ketika sebuah tangki LNG meledak dekat New York (1973), terulang kembali. Pacific Lighting juga masih harus menanti hasil pembicaraan antara para Senator dengan US Federal Energy Commission yang menyangkut quota maupun harga pembelian LNG yang disetujui pemerintah AS. Pokoknya, kepastian baru dapat diperoleh 9 bulan lagi". Begitu menurut umber Kedubes AS di Medan Merdeka Selatan, Jakarta. Menyadari keragu-raguan Amerika itU, Jepang tampaknya makin memperingati lobi mereka agar harga dasar penjualan LNG ke Jepang bisa diturunkan setingkat dengan harga Amerika. Seperti diketahui, harga dasar $ 0,99 per juta BTU untuk Jepang sudah "disesuaikan" menjadi $ 2,14 per juta BTU. Termasuk ongkos transpor sebesar 30 dollar sen. Jadi jauh lebih mahal dari pada harga untuk Amerika yang $ 1,25 per juta BTU itu, tidak termasuk ongkos transpor. Kalau kehendak Jepang itu tercapai, bukan tidak mungkin Jepang sekaligus bersedia mengambil oper jatah Amerika yang 3,5 juta ton setahun. Sehingga total jenderal dari sumur gas alam di Arun dan Badak akan terjamin persedian gas alam cairnya sebanyak 11 juta ton setahun bagi Jepang. Kalau tidak, kenapa Jepang minta angka-angka produksi buat menyesuaikan kapasitas pabrik-pabrik di Jepang dan jumlah tanker yang harus dicarter? Jadi ada 3 pilihan yang bakal dihadapi ir Wiyarso, kalau perundingan dengan MITI dilanjutkan lagi: * Dengan pinjaman $ 170 juta dari MITI, plus $ 90 juta yang mau dicari Indonesia sendiri, proyek Bontang dan separo kapasitas Arun (yang khusus untuk Jepang) sudah bisa dirampungkam Tapi berarti baru 2 tahun lagi Indonesia dapat mengekspor 7,5 juta ton LNG ke Jepang dengan harga $ 2,14 per juta BTU. Atau $ 51 lebih per metric ton LNG. Maka penghasilan Indonesia setelah 20 tahun sekurang-kurangnya akan mencapai $ 7 65 milyar. Sedang modal berjumlah $ ,640 milyar akan kembali dalam 3,5 tahun. Sisanya dapat dipakai untuk mencicil hutang-hutang pada IGGI dan kreditor-kreditor Pertamina. * Pilihan kedua, komitmen penjualan 7,5 juta ton LNG pada Jepang diteruskan. Di samping itu, jatah Pacif1c Lighting yang 3,5 juta ton/tahun juga dilego ke Jepang, tapi tetap dengan harga Jepang. Untuk itu Indonesia sebaiknya mencari sendiri sumber pinjaman $ 200 juta lagi di luar Jepang untuk membangun proyek Arun sampai rampung. Maka dalam 20 tahun bisa dijala sekurang-kurangnya $ 11,22 milyar.Modal pembangunan proyek Arun dan Badak yang sudah naik menjadi $ 1,66 milyar akan luas dalam 3,5 tahun juga. * Pilihan terakhir: menjual seluruh produksi LN yang 11 juta ton setahun itu kepada Jepang, tapi dengan harga Amerika (sekitar $ 36 per metric ton termasuk ongkos transpor. Setelah 20 tahun penghasilan minimal hanya akan mencapai $ 7,92 milyar - sedikit di atas alternatif pertama. Sementara modal baru terpulang dalam 4 tahun lebih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus