Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Top Nasional: Strategi Hadapi Omicron, Lemhanas Usul Bentuk Kementerian Baru

Kemenkes mengatakan 74 persen dari total 68 kasus Omicron di Indonesia dialami pasien yang telah menerima vaksin dosis lengkap

1 Januari 2022 | 07.28 WIB

Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Kementerian Kesehatan.
Perbesar
Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Kementerian Kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Berita yang banyak menarik perhatian pembaca yaitu Kemenkes mengatakan 74 persen dari total 68 kasus Omicron di Indonesia dialami pasien yang telah menerima vaksin dosis lengkap dengan kondisi tanpa gejala dan ringan. Kemudian, Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhanas Republik Indonesia mengusulkan pembentukan Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Dewan Keamanan Nasional. Berikut ringkasannya:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo


1. Kemenkes: Mayoritas Kasus Omicron di Indonesia Dialami Penerima Vaksin Lengkap

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan 74 persen dari total 68 kasus Omicron di Indonesia dialami pasien yang telah menerima vaksin dosis lengkap dengan kondisi tanpa gejala dan ringan.

"Artinya varian Omicron memiliki tingkat penularan yang tinggi, tapi dengan risiko sakit berat yang rendah. Walaupun begitu, masyarakat tetap harus waspada karena situasi dapat berubah dengan cepat," kata Siti Nadia melalui pernyataan tertulis, Jumat, 31 Desember 2021.

Menurut dia, dalam waktu dua pekan, tepatnya 26 Desember 2021, 46 kasus Omicron terdeteksi di Indonesia. Sebanyak 15 orang di antaranya (32,6 persen) merupakan pelaku perjalanan dari Turki. Sisanya adalah kasus konfirmasi Omicron yang berasal dari pelaku perjalan dari Inggris, UEA, Arab Saudi, Jepang, Malaysia, Malawi, Republik Kongo, Spanyol, Amerika, Kenya, Korea, Mesir, dan Nigeria.

Nadia berujar sebanyak 74 persen penderita Omicron sudah divaksin lengkap, 80 persen tanpa gejala atau bergejala ringan, dan 96 persen kasus adalah WNI. Hingga 29 Desember 2021, kata Nadia, ada penambahan kasus konfirmasi Omicron di Indonesia sebanyak 21 kasus yang merupakan pelaku perjalanan luar negeri, sehingga total kasus Omicron sebanyak 68 orang.

Berdasarkan laporan WHO HQ. Enhancing readiness for Omicron (B.1.1.529): Technical Brief and Priority Actions for Member States, 23 Desember 2021, disebutkan varian Omicron memiliki karakteristik penularan yang lebih cepat daripada varian Delta pada negara-negara yang telah mengalami transmisi komunitas.

Di Inggris, tingkat keparahan varian Omicron menyebabkan 29 kematian. Estimasi risiko masuk perawatan gawat darurat Omicron 15-25 persen lebih rendah dibandingkan Delta. Estimasi risiko hospitalisasi atau rawat inap satu hari atau lebih akibat Omicron mencapai 40-45 persen lebih rendah. Mutasi Omicron mengurangi efektivitas antibodi monoklonal, termasuk Ronapreve atau kombinasi Casirivimab dan Imdevimab. Data awal menunjukkan Sotrovimab masih bisa menghambat Omicron dibandingkan antibodi monoklonal lainnya.

Data WHO dari penghitungan prediksi peningkatan kasus akibat Omicron dibandingkan dengan varian Delta dan dengan mempertimbangkan tingkat penularan dan risiko keparahan, maka didapati hasil kemungkinan akan terjadi peningkatan penambahan kasus yang cepat akibat Omicron. "Namun diiringi dengan tingkat penggunaan tempat tidur rumah sakit atau ICU yang lebih rendah dibandingkan dengan periode Delta," ujarnya.

Oleh karena itu Kemenkes mendorong upaya pencegahan dan pengendalian serta upaya mitigasi lainnya harus tetap berjalan optimal untuk mengantisipasi potensi gelombang lanjutan pada 2022. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Ditjen P2P Kemenkes itu mengingatkan masyarakat untuk menunda perjalanan ke luar negeri bagi para WNI karena resiko penularan yang besar. "Apabila sedang berada di luar negeri tetap jalankan protokol kesehatan," kata Nadia soal kasus Omicron di Indonesia.


2. Lemhanas Usul Pembentukan Kementerian Keamanan Dalam Negeri

Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhanas Republik Indonesia mengusulkan pembentukan Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Dewan Keamanan Nasional. Sebab, belum ada lembaga politik yang merumuskan kebijakan nasional dalam fungsi keamanan dalam negeri.

“Dibutuhkan lembaga politik setingkat kementerian yang diberi mandat portofolio untuk merumuskan kebijakan nasional dalam fungsi keamanan dalam negeri,” kata Gubernur Lemhannas RI Agus Widjojo dalam pernyataan akhir tahun 2021 pada Jumat, 31 Desember 2021.

Agus berharap dengan adanya lembaga tersebut Indonesia akan memiliki sistem nasional yang efektif dan efisien melalui peningkatan kapasitas kelembagaan.

Agus menilai, belum adanya lembaga tersebut bisa menjadi kekosongan dalam bidang keamanan dalam negeri. Padahal, kata dia, penting untuk merumuskan kebijakan keamanan dalam negeri.

Selain itu, dia juga menyarankan pemerintah pusat menggagas Dewan Keamanan Nasional untuk menjamin keterpaduan perumusan dan pengawasan sebuah kebijakan nasional. Dewan ini berfokus dalam pengawasan kebijakan-kebijakan terkait keamanan nasional serta untuk merumuskan dan mengendalikan kebijakan secara umum.

Menurut Agus Widjojo, menata peran dan fungsi kelembagaan akan meningkatkan daya saing bangsa melalui kesempatan pengambilan keputusan, perumusan kebijakan yang cepat, terintegrasi secara vertikal, dan horizontal. “Pembangunan kapasitas kelembagaan menjadi salah satu program prioritas demi menghindari adanya tumpang tindih peran dan fungsi antar lembaga,” ujar Gubernur Lemhanas ini.

Baca: Mulai Tahun Ini, Menteri Tjahjo Kumolo Minta PNS Apel Pagi Tiap Senin

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus