Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Dapil Sumbar I Hermanto menyebut pengesahan Undang-Undang Provinsi Sumatera Barat atau UU Sumbar memberikan landasan yuridis yang kokoh bagi Sumatera Barat sebagai provinsi. Regulasi anyar tersebut, ujar dia, menguatkan ciri khas Provinsi Sumbar sebagai daerah adat yang memiliki nilai falsafah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (ABS-SBK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun yang dimaksud dari adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah adalah adat bersumber kepada syara’ atau syariat Islam. Sementara kitabullah berarti Alquran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Negara mengakui bahwa di Provinsi Sumbar berlaku hukum adat dan budaya yang di dasarkan atas ABS-SBK dan adat salingka nagari. Saya menyambut baik dan mendukung sepenuhnya UU tersebut. Sekalipun demikian, dalam pelaksanaannya, UU Provinsi Sumbar tetap harus selaras dan menjadi bagian dari hukum positif NKRI,” ujar Hermanto lewat keterangan tertulis, Senin, 18 Juli 2022.
Pasal 5 ayat C UU Provinsi Sumbar menyebutkan bahwa; “Adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat.”
Kata Hermanto, penjelasan dalam undang-undang tersebut sudah menegaskan penerapan nilai adat Minangkabau harus tetap berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, regulasi tersebut memberikan cantolan bagi produk hukum turunan di daerah tersebut, seperti peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada), namun terbatas pada lingkup kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal.
Senada, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menyebut UU Provinisi Sumbar tidak membuka ruang penerapan sistem hukum syariat Islam di wilayah tersebut.
"UU Provinsi Sumbar itu di dalamnya dibahas soal karakteristik masyarakat Sumbar, salah satunya ABS-SBK. Yang disebut di sana soal karakteristik masyarakatnya, bukan pemerintahannya," ujar Feri saat dihubungi Tempo pada Senin, 18 Juli 2022.
Dengan demikian, ujar Feri, UU anyar tersebut sudah dipastikan tidak ada kaitannya dengan pembentukan daerah istimewa yang dapat menjalankan sistem hukum syariat Islam. Hanya sebatas pengakuan nilai adat saja.
"Tapi oleh sebagian politisi diterjemahkan berbeda untuk kepentingan politik isu agama," ujar dia. "Padahal sudah dipastikan tidak ada kaitannya dengan pembentukan daerah khusus atau istimewa yang dapat menjalankan sistem hukum syariat".
DEWI NURITA