DKI Jakarta bakal hebat. Lihat saja proyek-proyek raksasa yang sedang dibangun di bekas Bandara Kemayoran. Setelah JITC atau pengganti Jakarta Fair, bila fasilitasfasilitas yang lain seperti hotel berbintang empat dan balai sidang berdiri di sana, Jakarta akan mempunyai pusat perdagangan dan tempat pameran terbesar di Asia Tenggara bahkan bisa melebihi Jepang. Ada satu lagi kehebatan Jakarta di Tokyo. Kini -- sejak bekas Dubes untuk Jepang Wiyogo Atmodarminto itu menjadi Gubernur DKI Jakarta -- ibu kota Indonesia ini diam-diam punya kantor perwakilan di Tokyo. Pekan silam nama Jakarta dan Kemayoran mendadak menjadi buah bibir rakyat Jepang. Maklum, pemberitaan koran AS San Jose Mercury News dari grup Knight-Ridder mendorong partai oposisi mengorek orang nomor dua di Jepang, Menteri Luar Negeri dan Wakil PM Michio Watanabe, dalam sidang komisi urusan luar negeri, baik di Majelis Tinggi (Selasa) maupun di Majelis Rendah (Rabu) pekan silam. Kebetulan Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto berkunjung ke Tokyo Kamis sampai Ahad yang lalu, dalam rangkaian kunjungan ke Singapura, Beijing, dan Amsterdam. Gubernur Jakarta dan Gubernur Tokyo Shunichi Suzuki Jumat pekan lalu sepakat akan meningkatkan kerja samanya sebagai Sister City. Sehari sebelum bertolak ke Amsterdam, larut malam sekitar pukul 23.00 Sabtu lalu, Wiyogo yang menginap di Imperial Hotel menjawab wawancara lewat telepon Seiichi Okawa, Kepala Biro TEMPO di Tokyo. Suara Gubernur Wiyogo tampak lemah dan terasa lelah. Maklum, Wiyogo baru usai menghadiri acara makan malam di kediaman Dubes RI di Tokyo setelah sebelumnya mengikuti acara padat yang diatur tuan rumah, Gubernur Tokyo. Berikut petikannya: Sejak Senin 20 April beredar berita yang mungkin kurang enak bagi DKI Jakarta. Apakah Anda sudah membaca laporan yang ditulis sebuah koran AS itu? Nggak, kalau koran AS. Berita yang saya baca sebelum berangkat dari Jakarta ada di koran berbahasa Indonesia. Bagaimana pendapat Anda tentang berita Menlu Jepang Watanabe yang disebut-sebut terlibat skandal suap itu? Saya kira nggak benar itu. Itu tidak benar sama sekali. Apakah dalam kunjungan ini sempat juga bertemu dengan Watanabe? Nggak sempat. Soalnya, beliau sangat sibuk. Saya berusaha bertemu sehubungan dengan berita koran itu. Jadinya, ya nggak jadi bertemu dengan beliau. Apa sebenarnya tujuan kunjungan kali ini ke Jepang? Ini untuk realisasi kerja sama dengan Metropolitan Tokyo sebagai Sister City. Untuk 1992-93 sudah dirumuskan kegiatan yang disepakati kedua pihak. Saya menegaskan kembali kesepakatan saya kepada Pak Suzuki. Beliau sangat gembira bahwa kerja sama ini makin meningkat, karena yang semula hanya ada 10 kegiatan, nanti bertambah menjadi 14. Pertukaran pelajar akan ditambah. Juga akan ditingkatkan kerja sama DRPD DKI dengan DPRD Metropolitan Tokyo. Kedua pihak akan mempelajari masalah Big City. Kalau tak salah, DKI Jakarta menunjuk Mitsuo Marume sebagai Liaison Officer di Tokyo. Itu sebagai penghubung. Oleh karena Marume-San merupakan anggota Japinda, yaitu Japan Indonesia Association, menggantikan Taniguchi-San. Marume kan bukan anggota Japinda? Marume menggantikan Taniguchi yang ketika masih hidup sangat akrab dengan saya sewaktu saya di KBRI. Ia sangat membantu untuk meningkatkan hubungan kerja sama kita. Lalu beliau itu semasa hidupnya meminta Marume untuk menggantikan dia. Tapi Marume tak mau. Tapi waktu beliau (Taniguchi) meninggal ada wasiat yang minta digantikan oleh Marume. Atas kedudukan itulah Marume, saya kira, ditempatkan oleh Japinda dalam JDC (Jakarta Development Corporation). Tapi pengecekan kami kepada Japinda, Marume tak terdaftar sebagai anggota Japinda. Saya kira kok menggantikan. Itu pengertian saya. Juga karena kepandaiannya berbahasa Indonesia, dan dia juga secara suka rela mau menjadi penghubung antara DKI dan Metropolitan Tokyo. Apakah Anda mengeluarkan surat pengangkatan untuk Marume sebagai Perwakilan DKI Jakarta di Tokyo? Waktu merintis terbentuknya Sister City, dia itu sudah mulai kita kenalkan. Itu bukan surat perintah. Yang jelas saya tahu, pada saat-saat terbentuknya Sister City, dia cukup membantu. Tanpa dibayar oleh DKI Jakarta, kenapa Marume mau bekerja suka rela? Kalau dia mau bagaimana? Taniguchi-San juga bekerja tanpa dibayar. Menurut Marume, dia pernah diberi semacam surat pengangkatan sebagai Liaison Officer DKI Jakarta di Tokyo. Malah dia juga memakai kartu nama yang dilengkapi logo DKI Jakarta segala. Saya tak pernah mengangkat dia. Itu secara suka rela saja. Peranan Marume sebagai "penghubung" akan diteruskan? Kalau misalkan Anda tak lagi menjadi gubernur? Saya kira akan diteruskan. Dan nantinya, itu terserah gubernur baru. Menurut pengetahuan Anda, Marume itu sebenarnya siapa? Sekretaris pribadi Watanabe atau semacam 'murid' Taniguchi? Wah, saya tak tahu sejauh itu. Marume dipercaya Taniguchi. Waktu merintis kerja sama Jakarta-Tokyo, dia sangat aktif membantu. Jadi, menurut pengetahuan Anda, Marume selain Direktur JDC, apa lagi jabatannya? Nggak tahu. Misalnya sebagai Chairman dari Konan Tsusho? Saya tidak tahu itu. Marume sekarang jadi komisaris JITC? Saya kira benar. Tapi masalah Konan dan sebagainya saya tak tahu. Apakah Anda pernah dengar hubungan Marume dan Menlu Watanabe? Saya tidak tahu. Jabatan Komisaris Utama PT JNP dan PT JITC sekarang masih kosong. Kenapa? Kok tanya saya. Itu terserah pada pemegang saham. Bagaimana sebenarnya proses persetujuan PT JITC? Saya mendengarnya sudah beberapa waktu lalu. Di dalamnya ada konsorsium dari Jepang atau JDC, konsorsium di Jakarta, Yayasan Jakarta Fair, dan Sekretariat Negara. Apakah benar Pemda DKI menjual tanah Yayasan pada PT JNP? Tidak. Modal kita adalah tanah yang dialokasikan oleh Setneg kepada Jakarta Fair yang 44 ha itu. Berarti tak ada transaksi jual-beli tanah? Dari mana duitnya? DKI pada waktu itu kan memang mencari jalan mengajak kerja sama dengan pihak ketiga. Jadi Pemda sama sekali tak mengeluarkan uang. Yang dijadikan modal adalah tanah yang dialokasikan oleh Setneg, sebagai Otorita Kemayoran yang diketuai oleh Menteri Moerdiono sendiri. Apakah PT JNP (Jaya Nusa Perdana) itu anak perusahaan Edward Suryajaya? Itu tidak betul. Detailnya saya tak tahu. Ada artikel di Harian Mainichi. Ceritanya, pada waktu Anda dipanggil Presiden untuk ditugaskan menjadi gubernur, Anda masih raguragu. Menurut cerita Taniguchi, Anda berunding atau konsultasi dengan Watanabe dulu. Saya tak pernah dipanggil Presiden. Waktu itu saya masih di Tokyo. Bulan Agustus saya belum tahu akan jadi gubernur. Dan saya tak pernah berunding dengan Watanabe. Ada hubungan apa? Ketika menghadiri pemakaman Kaisar Hirohito, Februari 1989, Menteri Moerdiono yang mendampingi Presiden sempat bertemu dengan Watanabe. Menurut Anda, benarkah waktu itu disepakati pembangunan Jakarta Fair? Saya tidak tahu. Bulan Oktober masa jabatan Anda sebagai Gubernur DKI Jakarta selesai. Apa rencana Anda sesudah itu? Menurut saran Anda apa? Ya . . . menulis buku atau menjadi wartawan. He he he . . . iya kalau bisa jadi wartawan, bisa menulis segalanya . . . ya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini