Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KABAR mengerikan ini terjadi pertengahan Oktober lalu. Bus langsung rute Semarang-Wonosobo dirampok. Kendaraan itu berÂangkat dari Terminal Terboyo, Semarang. Belum begitu jauh bus melaju, enam orang masuk, dan seorang yang membawa pisau mulai merampas barang-barang penumpang. Uang dan aneka benda berharga dibawa kabur. Keenam garong itu tertangkap setelah seorang penumpang menelepon polisi.
Dulu jenis kejahatan serupa kerap terdengar. Bisa jadi hal itu berkaitan dengan buruknya infrastruktur lalu lintas. Kejahatan ini sering terjadi di bagian jalan yang rusak, jembatan yang tak terawat, atau di jalanan yang gelap pada malam hari lantaran tak ada lampu jalan. Laporan utama majalah Tempo edisi 3 April 1982 bercerita mengenai ulah para garong yang meresahkan itu.
Kisah dimulai dari bus Yusuf sekeluarga yang bertolak dari Pulogadung menuju Pekalongan pada malam hari. Tidak ada perbincangan selain antara kondektur, Suwindo, dan sopir, Asikin. Kenek, Caswan, tertidur di bagian belakang. Sampai bus berhenti di Pasar Jatibarang, Cirebon, ketika enam pemuda menyerobot naik, penumpang masih dibuai mimpi. Caswan tanpa curiga bermaksud mengutip ongkos. Tapi, "Mereka mengeluarkan pisau dan golok," tutur Caswan.
Di bawah todongan pisau, Asikin diperintahkan mematikan semua lampu dan memperlambat laju bus. Suwindo, yang mencoba mendekati pintu, dibanting dan diinjak pembajak. Mereka menguras uang setoran bus Rp 80 ribu berikut perhiasan dan uang penumpang. Kerugian pada malam 18 Maret 1982 itu ditaksir sekitar Rp 1,2 juta.
Kawasan Cirebon bukan satu-satunya daerah rawan pembajak di Jawa. Solo, misalnya, tidak kalah gawat. Pada Maret tahun itu saja ada enam bus kena bajak. Yang paling mengagetkan penduduk Solo adalah perampokan bus HasÂti, karena dilakukan pada siang bolong, sepekan sebelum peristiwa Cirebon.
Kejahatan serupa sudah bertahun-tahun menimpa penumpang bus lintas Sumatera. Daerah rawan ada di Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten Lahat, Lubuk Linggau, dan Baturaja. "Hampir setiap hari terjadi perampokan," ujar Absirwan Abbas, Kepala Perwakilan Perusahaan Bus Ubani.
Ketakutan tak hanya menghinggapi penumpang, tapi juga para sopir. Jarak antara Lahat di Sumatera Selatan dan Kotabumi di Lampung Utara sekitar 200 kilometer. Jalanan rusak berat, apalagi pada musim hujan. Kendaraan yang lewat terpaksa melaju pelan sekali. Kesempatan itu digunakan perampok untuk naik ke atap bus dan memereteli barang-barang. Karena inilah mereka disebut bajing loncat.
Pengalaman mengerikan dialami bus ALS pada Januari 1981 dalam perjalanan dari Medan ke Tanjungkarang. Di suatu hutan lebat di Kabupaten Lahat, tiba-tiba bus oleng. Ternyata kedua ban belakangnya bocor tertusuk benda tajam. Ketika sopir dan kenek turun memperbaiki, datang sekitar 10 laki-laki bersenjata parang mengelilingi bus. Anas Lubis, kondektur, yang memegang uang, meloncat keluar dari bus dan lari masuk hutan.
Rampok di Sumatera Selatan tidak pilih bulu. Tak hanya bus, truk pun jadi korban. Untuk mengatasi kejahatan itu, berbagai usaha dilakukan. Sopir dan kenek melengkapi diri dengan parang. Barang-barang milik penumpang di atap atau kap mobil dikawal seorang kenek bersenjata.
Agar lebih awas, pihak bus menambah kaca spion. Mereka juga mencopot tangga di belakang bus untuk menyulitkan orang naik ke kap. Tapi penjahat tidak hilang akal. Mereka bersembunyi di jembatan atau pohon untuk melompat ke tumpukan barang di atap. Absinan Abbas dari Perusahaan Bus Ubani menyebutkan cara lain untuk menghindari bajing loncat adalah dengan berkonvoi sekitar enam bus. Tapi, "Ada juga yang kena. Biasanya bus paling belakang," katanya.
Belakangan aksi para rampok itu bikin geram Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Sudomo. Dia pun mengumumkan akan menurunkan pasukan tempur dan memerintahkan semua pelaksana khusus daerah mengatasi pembajakan. "Mereka sudah keterlaluan," ujar Sudomo. Dia lalu membentuk killers squad, semacam pasukan istimewa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo