Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tak Guna Mengontrol Internet

Upaya sejumlah negara mengontrol Internet tak akan berhasil. Hak mendapat dan menyebarkan informasi sudah harga mati.

23 Desember 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAWALA seru terjadi di Dubai, Uni Emirat Arab, pertengahan bulan ini. Sebanyak 134 negara memperdebatkan nasib Internet dalam Konferensi Dunia tentang Telekomunikasi Internasional (WCIT-12). Ada upaya sejumlah negara memberi peran kepada negara-negara peserta dalam mengontrol kandungan Internet. Beruntung, upaya itu gagal.

Perdebatan di konferensi yang diselenggarakan International Communication Union (organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi telekomunikasi) itu berujung pada ­walkout-nya ketua delegasi Amerika Serikat. Aksi ini merupakan puncak perdebatan tentang amendemen International Telecommunication Regulations (ITRs), peraturan internasional soal komunikasi. Peraturan itu memang perlu diubah karena sejak 1988 belum pernah diperbarui. Problem yang muncul dari dunia Internet dalam dua dasawarsa terakhir sudah tak mungkin lagi ditangani dengan peraturan lama.

Masalahnya, sejumlah negara, seperti Cina dan Iran, ingin memakai momen perubahan ini untuk memasukkan hasrat mereka agar negara diberi wewenang mengontrol konten Internet. Usul ini mentah di tengah jalan. Amendemen ITRs tidak mengakomodasi secara langsung keinginan itu. Mayoritas anggota International Communication Union—89 negara, termasuk Indonesia—menandatangani amendemen tersebut. Tapi 55 negara, termasuk Amerika Serikat, menolaknya.

Keberatan terbesar Amerika bukan pada pasal-pasal aturan ITRs, melainkan pada kalimat dalam mukadimahnya: "Negara anggota menegaskan komitmen untuk melaksanakan peraturan ini dengan cara yang menghormati dan menegakkan hak asasi manusia. Aturan ini mengakui hak negara-negara anggota untuk mendapat akses terhadap layanan telekomunikasi internasional." Negara penentang menganggap kalimat ini membuka jalan bagi negara otoriter untuk mengatur isi Internet. Sedangkan negara pendukung menganggap kalimat itu sebagai jaminan pemerataan akses Internet yang masih rendah di negara berkembang.

Untuk hal yang berada di wilayah abu-abu ini, Indonesia semestinya sangat berhati-hati. Kita tidak seharusnya begitu saja menyetujuinya. Jika kecurigaan Amerika dan negara-negara penentang benar, akan terjadi langkah mundur yang luar biasa. Bagaimanapun, kebebasan di Internet telah membuat demokrasi berkembang jauh lebih cepat di sejumlah negara—termasuk Indonesia.

Kecurigaan sebagian kalangan bahwa delegasi Indonesia menyetujui amendemen ini karena pemerintah Indonesia juga punya keinginan mengontrol Internet bukannya tak berdasar. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring berkali-kali melontarkan ide untuk mengontrol Internet. Juli tahun lalu, misalnya, dia mengatakan pemerintah wajib mengontrol media sosial untuk menghindari pergolakan seperti di Tunisia dan Libya. Meski rancangan peraturan menteri tentang hal itu gagal karena mendapat respons negatif masyarakat, cara berpikir seperti ini tampaknya belum banyak berubah. Kontrol terhadap luasnya informasi dianggap dapat menyelamatkan masyarakat.

Pembatasan itu tentu bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 14 menyatakan setiap orang berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana, termasuk Internet. Selain bertentangan dengan undang-undang, pembatasan informasi dari Internet merupakan kesia-siaan. Tindakan paling bijak adalah membuat masyarakat lebih pintar dalam memilih informasi di Internet. Membuat aturan untuk mengontrol informasi di Internet sama seperti melarang laut berombak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus