Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERITA orang hilang kerap menghiasi media kita. Penyebabnya bermacam-macam. Sebagian karena diculik, biasanya menimpa anak kecil, seperti yang dialami Zahfa Fatiya Mubarok. Lenyapnya bocah 2 tahun 2 bulan itu sempat menggegerkan Bandung, September lalu. Ternyata anak Ketua Komisi Penyiaran Daerah Jawa Barat itu dibawa kabur Popon alias Meta, pembantunya, yang baru bekerja dua pekan.
Tapi pernahkah Anda mendengar orang yang hilang dibawa ke alam gaib? Majalah Tempo dalam rubrik Misteri edisi 21 November 1981 melaporkan kejadian ganjil ini. Kisah ini dialami Wibisono Tjokrosardjono, berawal pada pertengahan Agustus tahun itu. Wakil Pimpinan Bank Pacific Medan ini meninggalkan kantor sekitar pukul 11.30 WIB. Tidak seperti biasanya, hingga pukul 15.00 WIB, dia tak juga kembali ke kantor.
Tak ada yang tahu keberadaan Wibisono. Ia hilang bak tertelan bumi. Berbulan-bulan tak terlihat batang hidungnya. Medan geger.
Pada pertengahan November 1981, kegegeran kembali terjadi mengenai dirinya. Kali ini bukan di Medan, melainkan di Jakarta. Wibisono ditemukan di rumah Haji Umar di kawasan Jakarta Selatan. Apa yang terjadi selama 52 hari itu?
"Saya mendapat telepon gelap yang minta uang Rp 5 juta, atau keselamatan anak saya terancam," Wibisono membuka ceritanya. Setelah tawar-menawar, akhirnya disepakati jumlah Rp 500 ribu. Wibisono membawa uang itu ke tempat yang ditentukan. Mula-mula ditunjuk sebuah toko olahraga, lalu dialihkan ke belokan Jalan A. Yani dengan Jalan Rumangan.
Wibisono menuruti telepon itu tanpa melapor ke polisi. Ia mengaku ada semacam kekuatan gaib yang tiba-tiba mempengaruhinya. "Ketika sedang jalan, tiba-tiba saya dirangkul. Orang itu berbisik: Pak Wibisono tepati janji." Namun dia tak bisa melihat muka pembisik itu. Yang diingat, orang itu memakai baju kembang-kembang biru, celana biru, dan sepatu hitam.
Orang asing tadi kemudian memasukkannya ke mobil, dan seketika kesadarannya hilang. Sampai di situ, cerita berubah ke alam lain. "Saya melihat jalan lurus sekali, kemudian bertemu dengan orang tinggi besar berjubah putih," Wibisono melanjutkan. Orang itu mengaku bernama Kiai Abdullah Juwair. Wibisono merasa dibawa ke alam orang-orang mati.
Di sana, ia dipertemukan dengan almarhum ayah, paman, mertua, dan sanak saudaranya. Dia melihat rumah yang pakai trap tinggi. Tapi mbah kiai tadi mengatakan belum waktunya masuk ke situ. Itu rumah para wali yang memegang kunci tanah Jawa. Dari kiai itu, Wibisono mendapat tongkat hitam berkepala merah-putih. Sambil berjongkok di depan "surga" itu—bertepatan dengan bunyi azan lima kali—dia diminta menirukan ayat-ayat yang dilafalkan sang kiai. "Pada saat itulah saya mendengar kata urip, urip, urip," kata Wibisono. Begitu membuka mata, dia telah berada di Cilandak.
Haji Umar, pensiunan oditur militer berpangkat kolonel, punya cerita berbeda. "Sore itu saya dikejutkan oleh tiga ketukan halus di pintu," ujarnya. "Ada orang kusut dan kelihatan sakit di luar, seperti gagu. Ternyata dia Dik On, yang selama ini kami doakan." Wibisono, yang pada waktu lahir diberi nama Suwirjo, di kalangan keluarganya memang dipanggil dengan On. "Saya peluk dia dan saya katakan, urip, urip, urip. Tapi dia pingsan sampai empat hari," ujar ustad itu.
Polisi, dokter, dan pimpinan Bank Pacific segera didatangkan. Di saku Wibisono masih ditemukan uang Rp 410 ribu—hanya berkurang Rp 90 ribu dari jumlah yang semula dibawanya. "Keadaannya cukup parah, tekanan darahnya turun sampai 85-60, dan tangannya menggenggam tiga butir kerikil yang disangkanya tongkat. Di lehernya terkalung tasbih. Saya terpental tiba-tiba ketika mau melepaskannya," kata Haji Umar lagi.
Setelah genap 40 hari dirawat Haji Umar, Wibisono menjalani upacara mandi suci. Baru setelah itu dia dikembalikan kepada keluarga. Haji Umar merekam wawancaranya dengan Wibisono, berisi pengalaman di alam gaib. Meski begitu, masih banyak yang bertanya, apa yang sesungguhnya terjadi. Itulah misterinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo