Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Abdulhamid dipanggil ke istana

Di kampung abulung, kec. martapura, tinggal syekh haji abdulhamid yang mengaku sebagai tuhan. karena dianggap membahayakan, ia dibunuh sultan tahmidillah. makamnya kini dikenal sebagai keramat datuk abulung. (ils)

21 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMPUNG Abulung, terletak di Desa Sungai Batang, Kecamatan Martapura, 47 kilometer dari Banjarmasin. M tempat kecil itu, ada cerita tentang bagaimana Islam berkembang. Sedikit mirip cerita Syekh Siti Jenar yang ada di Demak, Jawa Tengah. Puluhan tahun yang lalu, ada seorang syekh yang bernama Haji Abdulhamid. Ulama ini telah pergi belajar menimba ilmu agama di Mekkah dan memperdalam ilmunya di bidang marifat (tauhid dan tazauf). Saking pandainya, banyak orang dan pengikutnya yang tidak bisa memahami jalan fikiran sang Ulama. Yaitu menjurus ke aliran kebatinan yang sulit dicerna begitu saja oleh orang awam. Hal ini membahayakan, begitu fikiran Tahmidillah, yang waktu itu menjadi Sultan di Martapura. Bisa-bisa, rakyatnya sesat kalau terus mendengarkan ajaran Abdulhamid. Kodrat Tuhan Maka dipanggillah Haji Abdulhamid oleh Sultan ke istana untuk sekedar didengar pendapat dan keterangannya. Utusan Sultan kembali dengan tangan kosong. Abdulhamid tak berhasil diboyong ke istana. Sembah orang suruhan kepada Sultan: "Hamba tak berdaya, karena beliau berkata: Tak ada Abdulhamid di sini. Yang ada Tuhan." Sultan Tahmidillah sedikit kaget mendengar ulah membangkang Abdulhamid dan kemudian berkata: "Panggilkan seperti yang disebutkannya!". Utusan kembali ke rumah Haji Abdulhamid Oleh sang kyai, permintaan utusan itu dijawab: "Di sini tak ada Tuhan, yang ada Abdulhamid!". Apalah daya sang utusan, diapun kembali ke istana dan mengabarkan hal itu. Sultan yang merasa dipermainkan, jadi murka. Dengan keras dia pun berseru: "Jadilah! Panggil dua-duanya seperti yang dikatakannya!". Utusan kembali ke istana dan mengabarkan kepada Sultan bahwa Abdulhamid bersedia datang ke istana. Sultan Tahmidillah yang murka dan dendam itu kemudian menyuruh pengawalnya menyediakan jebakan maut untuk Haji Abdulhamid. Yaitu sebuah balok besar yang bertumpu dengan tali ditaruh di atas jalan yang akan dilewati Abdulhamid. Begitu nanti ulama lewat, tali akan disentakkan dan jatuhlah balok tepat menimpa kepala dan tubuh Abdulhamid. Itu rencana Sultan. Tanpa curiga, Haji Abdulhamid melalui jalan jebakan tersebut. Bum! Suara keras menimpa bumi ketika Abdulnamid lewat. Tapi sang ulama selamat dari maut. Eaok kayu besar cuma berada beberapa sentimeter dari jarak Abdulhamid berdiri. Sang Haji menengok ke atas melihat konstruksi jebakan. Tidak berkata apa-apa tapi cuma berkata: "Manusia punya rencana, tapi kodrad dan iradat ada di tangan Tuhan." Sultan Tahmidillah bertambah geram. Berbagai usaha dijalankan untuk menghabisi nyawa Abdulhamid. Pernah sang haji dimasukkan ke dalam kerangkeng besi kemudian direndam di sungai. Aneh, setiap orang yang lalu lalang di sungai selalu mendengar suara sayup-sayup orang berzikir. Kerangkeng kemudian diangkat - setelah direndam heberapa hari--dan lebih aneh lagi, keluarlah Abdulhamid dalam keadaan segar .bugar dan cuma basah bagai orang habis mandi. Kasihan melihat usaha Sultan untuk menghabisi nyawanya, Abdulhamid kemudian memberikan saran kepada Sultan bagaimana seharusnya sang nyawa bisa keluar dari tubuhnya. "Silakan gores sedikit tubuh saya dengan keris pusaka. Tapi ini harus dilakukan tanpa rasa dendam, sekedar melukai jangat tubuh saya. Dan itu harus dilakukan secara mendadak." Apa boleh buat, nasehat Abdulhamid pun diturut Sultan. Pada suatu subuh, ketika Abdulhamid sembahyang. Seorang prajurit utusan Tahmidillah datang mengendap-endap mendekat sang kyai. Dan ces, bagai dicolek sedikit, tubuh Abdulhamid bersentuhan dengan keris pusaka. Tidak disangka tidak dinyana, Haji Abdulhamid roboh. Darah mengucur dari tubuhnya dan membentuk tulisan Arab yang dilafazkan berbunyi "Lailla ha-illalah". Kemudian terdengar suara orang berzikir terus-menerus sementara darah tetap muncrat. Ketika mendengar berita kematian Abdulhamid dan mendengar bagaimana sang kyai meninggal, Sultan Tahmidillah berhati masygul. Sadarlah Sultan bahwa Abdulhamid harus dimakamkan sebagai orang yang keramat. Dengan segala upacara dan hormat, mayatnya kemudian dimakamkan di Kartasuta, di daerah Kayu Tangi. Kartasuta adalah bekas pusat kerajaan Banjar sebelum kcrajaan itu pindah dari Kuin Banjarmasin untuk kemudian menetap di Martapura. Balampah Beberapa puluh tahun yang lampau, pernah makam itu dilupakan orang. Menyemak dan membelukar. Sampai pada suatu subuh, seorang bertemu dengan orang yang tampaknya mengepit dua nisan dalam keadaan tergesa-gesa. Ketika ditegor mau ke mana, orang yang membawa nisan itu cuma menjawab: "Dari Kartasuta mau ke seberang." Kartasuta dan sekelilingnya waktu itu, dianggap tempat kosong yang penuh semak belukar, Tidak ada seorang pun yang mengingat bahwa di situ pernah dimakamkan seorang haji yang bernama Abdulhamid. Ketika tangan orang yang membawa nisan itu akan dijamah, dia pun gaib. Yang ada cuma bau kemenyan menyerbak, Larilah dia dan hebohlah pagi yang tejng di Desa Sungai Batang. Tanah kosong di seberang Kartasuta kemudian diperiksa orang. Dibersihkan dari semak belukar, kemudian tampak terpancang dua nisan. Banyak yang bersumpah, bahwa sebelumnya tanah di seberang Kartasuta tadinya cuma tanah kosong belaka. Kok sekarang ada dua nisan. Orang tua-tua di kampung itupun kemudian mengingat-ingat bahwa ada cerita unik puluhan tahun yang lampau, ketika Banjar masih sebuah kerajaan. Kepada anak cucu, kemudian diceritakan kembali peristiwa Sultan Tahmidillah dan Haji Abdulhamid. Dan itulah makam Abdulhamid yang telah berpindah dari Kartasuta ke seberang. Penduduk kemudian membersihkan dan memelihara makam tersebut. Kini, makam itu disebut sebagai keramat Datuk Abulung. Seperti biasa banyak orang datang berziarah ke situ. Kebanyakan mereka yang mempunyai niat ingin membersihkan batin. Istilah kampung situ, orang yang melakukan balampah, yang di Jawa mirip orang nyepi atau semedi. Hasil uang dari para peziarah untuk memperbaiki makam. Bentuk makam kini baaikan kubah masjid. Yang datang bahkan berasal dari luar Kalimantan. Ada dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ada yang cuma seminggu, bahkan ada yang berbulan-bulan berdiam di makam. "Mereka berzikir, mengaji dan berdoa semalam suntuk di makam," ujar Haji Abdussamad yang usianya telah 57 tahun. Abdussamad adalah santri dan pemuka Desa Sungai Batang. Asalusul Abdulhamid tidak diketahui dengan jelas. Seperti dikatakan oleh Abdussamad: "Ada yang mengatakan dari Kuin Banjarmasin. Tapi ada pula yang menyebutnya dari Bahgdad. Tidak jelaslah." Hingga kini, makam tetap ramai. Orang Bangkalan dari Madura, juga turut ramai berziarah ke makam. Dalam makam yang resik itu tampak pula sebuah peti besi antik untuk menampung sedekah peziarah. Karena pengunjung biasanya tinggal beberapa hari, disediakan juga peralatan makan seperti piring dan sendok. Ada pula tikar lusuh dan air dalam tempayan. Juru kunci menceritakan bahwa sering tampak ular besar atau katak raksasa. di malam hari. "Tapi bagi orang halampah yang tabah, dia harus terus saja berzikir atau mengaji, godaan akan hilang," ujar si juru kunci. Hingga kini, tidak ada silsilah yang jelas tentang Abdulhamid dan makam yang banyak dikunjungi orang tersebut. Juga tidak ada peninggalan tertulis tentang tempat keramat itu. Cuma, Walikta Banjarmasin telah mengadakan kaulan besar di Abulung. Dia adalah Ridwan Iman. Mungkin sang Walikota merasa terpanggil nyalinya mengenang kebesaran orang yang dianggap warga kotanya. Mungkin pula, Ridwan Iman dulunya, pernah pula berziarah ke situ.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus