Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda terhadap opsi penyelesaian di luar pengadilan dalam kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri Group? (31 Oktober-7 November 2007) | ||
Ya | ||
14,92% | 37 | |
Tidak | ||
80,65% | 200 | |
Tidak tahu | ||
4,44% | 11 | |
Total | 100% | 248 |
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan meminta petunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum memutus kata akhir penanganan kasus dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri Group. Selain lewat jalur pidana, pemerintah mempertimbangkan opsi penyelesaian di luar pengadilan.
Dari hasil penyelidikan Direktorat Jenderal Pajak, salah satu unit usaha Raja Garuda Mas Group milik taipan Sukanto Tanoto ini diduga mengemplang pajak sedikitnya Rp 1,3 triliun selama 2002-2005. Jika opsi kedua yang diambil pemerintah, perusahaan perkebunan sawit ini cukup membayar denda maksimal empat kali lipat dari tunggakan pajak plus pokoknya, senilai total Rp 6,5 triliun.
Pakar hukum Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, meminta pemerintah menutup opsi penyelesaian di luar pengadilan. Alasannya, itu akan menjadi preseden buruk. ”Cara ini tidak memberi efek jera bagi pengemplang pajak,” katanya.
Dari hasil jajak pendapat Tempo Interaktif, mayoritas responden, yaitu 80,65 persen, menolak ”opsi damai”. Yang berpendapat sebaliknya 14,92 persen, sedangkan 4,44 persen sisanya memilih tidak tahu.
Komentar
Sebagai rakyat Indonesia, saya sangat kecewa. Penyelesaian di luar pengadilan atas kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri Group amat menghina martabat hukum RI, menjatuhkan kredibilitas pejabat pajak, dan mencoreng tekad Presiden SBY untuk memberantas korupsi.
—Bob Nasution, Medan
Opsi penyelesaian di luar pengadilan akan menjadi preseden buruk bagi upaya penertiban wajib pajak nakal. Penyelesaian ”damai” seolah-olah menguntungkan negara, padahal amat merugikan. Para wajib pajak akan terdorong melakukan manipulasi dan penghindaran pajak dalam jumlah besar, karena toh bisa diselesaikan secara ”damai”.
—Galumbang C. Sitinjak, Jakarta
Bahan Indikator Pekan Depan Departemen Pertahanan tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Pertahanan Negara. Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Budi Susilo Supandji menyampaikan hal ini saat memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia pekan lalu. Menurut dia, aturan baru ini mencakup ketentuan wajib militer bagi warga berusia minimal 18 tahun. Mereka akan dikerahkan untuk menghadapi keadaan perang dan ancaman separatisme. Sejumlah anggota DPR mendukung rancangan ini. Namun pemerintah diminta hanya mengerahkan mereka saat keadaan perang. ”Mereka hanya boleh menghadapi ancaman dari luar,” kata Deddy Djama-luddin Malik, politikus Partai Amanat Nasional. Setujukah Anda atas rencana wajib militer bagi warga berusia di atas 18 tahun? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo