Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjelasan Miranda Goeltom
BERKAITAN dengan pemberitaan Tempo tentang pemanggilan saya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada edisi 5-11 November 2007, perlu saya jelaskan bahwa benar saya telah dimintai keterangan oleh KPK, namun saya tidak bisa memberikan keterangan apa-apa mengenai isu suap Bank Indonesia ke DPR. Sebab, sejak 19 Mei sampai 27 Juli 2003 saya tidak lagi menjabat di BI.
Masa tugas saya sebagai anggota Dewan Gubernur telah selesai pada 17 Mei 2003, sedangkan permasalahan terjadi dan keputusan Dewan Gubernur dibuat setelah saya di luar BI. Itu sebabnya, saya selalu menjawab: ”Tidak tahu.”
Meski begitu, dalam kapasitas saya saat ini sebagai Deputi Gubernur BI yang membidangi urusan hukum, saya memberikan keterangan sisi anggaran Direktorat Hukum BI. Semoga dengan klarifikasi ini duduk persoalannya menjadi jelas.
MIRANDA GOELTOM Deputi Gubernur Bank Indonesia
—Terima kasih atas penjelasan Anda. Redaksi
Usut Korupsi Tanker Pertamina
Kejaksaan Agung pada 2 November lalu akhirnya menetapkan tiga orang mantan pejabat Pertamina sebagai tersangka korupsi penjualan dua unit kapal tanker raksasa atau Very Large Crude Carrier (VLCC). Salah seorang tersangka adalah mantan komisaris utama Laksamana Sukardi yang juga Menteri BUMN di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Penetapan Laksamana sebagai tersangka berbuntut kecurigaan adanya kepentingan politis. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) menuduh PDI Perjuangan berada di balik rekomendasi Panitia Khusus DPR. Rekomendasi ini dijadikan dasar Kejaksaan untuk menetapkan Laksamana sebagai tersangka, kendati PDIP membantahnya. Saling tuduh dan saling bantah ini tidak lepas dari latar belakang Laksamana yang berasal dari PDIP sebelum ia mendirikan PDP.Terlepas dari perseteruan antara PDP dan PDIP, Kejaksaan Agung harus terus mengusut keterlibatan orang-orang yang terlibat dalam kasus tersebut. Mereka yang ikut terlibat dalam pembuatan kebijakan penjualan VLCC harus diusut tuntas. Segala bentuk korupsi merupakan musuh negara yang mesti diberantas bersama-sama.
TEUKU FACHRI Samarinda, Kalimantan Timur
Vonis Adelin Tak Adil
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Medan, Senin pekan lalu, menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa perambah hutan Adelin Lis. Menurut jaksa penuntut umum, putusan ini telah mengabaikan keterangan saksi ahli dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan bukti-bukti perambahan hutan di persidangan. Sebelumnya, Adelin dituntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.Kerja keras Polri yang bersusah payah mengejar hingga menangkap Adelin di Beijing, Cina, selama setengah tahun akhirnya sia-sia. Padahal, Polri bersama Kejaksaan sudah berusaha keras memberikan cukup bukti untuk menjerat terdakwa kasus pembalakan liar itu, yang sangat merugikan negara dan membuat hutan Indonesia gundul.Vonis bebas terhadap Adelin merupakan satu dari sekian banyak bukti yang mempertontonkan tidak adanya kesamaan antara keadilan masyarakat dan keadilan yang diputus di pengadilan. Putusan itu juga menunjukkan masih adanya diskriminasi hukum antara orang kaya dan rakyat biasa.
Sungguh ironis, rakyat yang menebang sepohon karena tidak punya izin dihukum, sementara yang menebang sejuta pohon dibebaskan. Menghadapi putusan seperti ini, dapatkah rakyat mengharapkan lembaga peradilan sebagai tempat mencari keadilan? Entah sampai kapan rakyat bisa berharap keadilan itu berpihak kepada mereka.
FATHYA M.P. Jalan Warung Buncit 145, Jakarta Selatan
Proses Hukum Pembalakan Liar
LAMBAT-laun kekayaan hutan tropis negeri ini rusak akibat pembalakan liar. Kegiatan illegal logging mengancam kelestarian satwa liar, juga berpotensi menimbulkan bencana alam seperti tanah longsor dan banjir bandang. Memang, tidak mudah membongkar jaringan sindikat illegal logging. Para pelaku melakukan beragam cara untuk meloloskan hasil jarahannya, termasuk menyuap aparat.Tim Gabungan Pelaksana Pemberantasan Illegal Logging di Riau telah merampungkan tugasnya pada 2 November lalu. Salah satu kesimpulan dan rekomendasi yang disampaikan tim ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bahwa pemerintah harus mempercepat proses hukum atas para pembalak liar.Semoga keputusan pemerintah untuk mempercepat proses hukum ini didukung dan direalisasi oleh aparat dan lembaga hukum di negeri ini agar para pelakunya dapat segera dijerat hukum. Aparat yang terbukti membekingi para pelaku illegal logging perlu ditindak tegas agar tidak ada duri dalam daging.
NURAINI Jalan R.E. Martadinata, Ciputat, Tangerang
Hutan dalam Konferensi PBB
KOMITMEN pemerintah untuk mengatasi masalah penggundulan hutan akibat pencurian kayu perlu terus-menerus dilakukan. Apalagi, sebentar lagi negara kita akan menjadi tuan rumah konferensi PBB untuk mencegah pemanasan global.Dipilihnya Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi tersebut mengandung misi tertentu. Pertama, karena negara luar merasa berkepentingan dengan hutan di Indonesia demi keselamatan umat sejagat dari bahaya pemanasan global. Pertimbangan lain, pemerintah Indonesia dinilai serius memberantas pembalakan liar.
Konferensi ini juga untuk mengubah cara pandang masyarakat dunia bahwa hutan tidak lagi hanya dipandang sebagai sumber pendapatan, melainkan juga sebagai bagian dari ekosistem kehidupan manusia. Apa artinya banyak duit kalau keselamatan hidup terancam?
SARJITO Aktivis LSM di Lokhseumawe, Aceh
Polusi Wajah Politisi
BELAKANGAN ini wilayah perkotaan marak dengan kemunculan banner atau spanduk yang menampilkan wajah-wajah politisi dari berbagai partai. Sepintas isinya tampak mulia, dari ucapan selamat menjalankan ibadah puasa hingga mengucapkan selamat Idul Fitri yang baru berlalu.
Perkembangan teknologi cetak digital turut berperan dalam hal ini. Masalahnya adalah terjadi semacam lomba pasang wajah politisi dan atribut partai agar mereka dikenal publik. Efektif atau tidak cara itu untuk mendongkrak popularitas, wallahu a’lam. Yang pasti, wajah-wajah mereka mendominasi titik-titik strategis ruang kota dan membuat wajah kota tercemar.
Perlu ada tindakan tegas dari pemerintah kota untuk menertibkan masalah ini. Sudah cukup ruwet mata kita memandang kesemrawutan pemasangan papan reklame, spanduk, dan sejenisnya yang memang belum jelas dan tegas aturannya.
Kepada Anda, para politisi, apakah tidak ada cara lain yang lebih elegan untuk dikenal masyarakat? Misalnya dengan berkarya nyata, sehingga masyarakat otomatis akan mengenal dan mengingat Anda, daripada sekadar mejeng, tersenyum bisu tanpa makna di perempatan-perempatan jalan.
DODY ACHMAD Staf pengajar PSKDV FSRD Institut Teknologi Bandung
Kepentingan Elite Politik KBI
SEJUMLAH tokoh tua, di antaranya Amien Rais, Taufiq Kiemas, Wiranto, dan Try Sutrisno, mendeklarasikan Komite Bangkit Indonesia (KBI). Deklarasi ini dikritik karena para deklarator adalah elite politik lawas. Rakyat tahu persis banyak tokoh-tokoh politik yang berkumpul adalah bagian dari masa lalu dan ikut bertanggung jawab atas persoalan serius bangsa.
KBI yang dipelopori oleh ekonom Rizal Ramli dan sejumlah tokoh nasional ini pun tidak murni sebagai gerakan moral, melainkan gerakan politik untuk menarik simpati publik saja. Terlalu naif jika forum-forum seperti itu hanya digunakan untuk kepentingan konsolidasi kepentingan elite politik menuju Pemilu 2009.
Kita berharap deklarasi itu tidak dijadikan sarana delegitimasi kepemimpinan saat ini. Sebaiknya forum-forum yang ada menghasilkan gagasan konstruktif untuk memajukan agenda pembangunan Indonesia dan kritik terhadap kesalahan kebijakan yang sedang berjalan. Apakah kita ingin memajukan bangsa ini atau larut dalam jebakan kehidupan partai politik yang selalu berjuang untuk memenangkan kelompoknya pada Pemilu 2009?
DIMAS PRATAMA Perumahan Puri Nirwana, Cibinong, Bogor
Saatnya Menggugat Malaysia
LAGU Rasa Sayange yang memicu ”konflik” hak kepemilikan antara Indonesia dan Malaysia merebak pada awal Oktober lalu ketika negeri jiran itu menggunakan lagu tersebut sebagai iklan pariwisatanya. Lagu ini, menurut kabar yang tersiar, diklaim sebagai lagu asli Malaysia. Sementara itu, Indonesia mengaku lagu itu berasal dari Ambon, Maluku, yang telah direkam dan dinyanyikan rakyat Indonesia jauh sebelum Malaysia menjadi negara berdaulat.
Kabarnya lagu itu merupakan hasil ciptaan kakek penyanyi Andre Hehanusa asal Ambon, yang mendorong Gubernur Maluku mencari bukti-bukti kepemilikan lagu itu. Ingat, Malaysia menggunakan kata ”sayang hey” dan bukan ”sayange” seperti logat Ambon.
Kini saatnya Indonesia menunjukkan sikap tegas dengan menggugat berbagai perilaku buruk Malaysia yang gemar mencaplok hak orang lain. Jangan biarkan mereka lebih berani menggerogoti kedaulatan NKRI. Pemerintah pun jangan cuma protes. Perlu ada tindakan lebih dari itu. Malaysia perlu diberi pelajaran tentang bertetangga yang baik
FAREL KUTO Perumahan Puri Mas, Sawangan, Depok
Aturan Aliran Sesat
SEJAK 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang berkembang di Indonesia. Lima puluh di antaranya tumbuh subur di Jawa Barat. Untuk keselamatan bangsa, perlu adanya aturan perundang-undangan yang lebih tegas dan modifikasi atas berbagai aturan yang berkaitan dengan aliran-aliran sesat tersebut.
Aturan yang ada saat ini, seperti soal penistaan agama, sudah kurang memadai. Pemerintah pun sering terkesan bingung dan ragu bagaimana bersikap terhadap aliran sesat yang muncul dan marak belakangan ini.Fenomena aliran sesat bukanlah persoalan kebebasan dalam bingkai hak asasi manusia sebagaimana dikampanyekan sebagian kalangan. Mengaku sebagai nabi bukan urusan hak asasi manusia, tapi hak Ketuhanan. Harus dibedakan antara hak asasi manusia dan hak Ketuhanan. Hak asasi tidaklah bebas nilai, tetap harus dalam bingkai norma, etika, dan agama.
SITI UMIYATI Jalan Raya Wangun, Tajur, Bogor
Rangkullah Pengikut Aliran Sesat
AKHIR-akhir ini masyarakat dikagetkan dengan munculnya pimpinan Al-Qiyadah yang mengaku sebagai rasul dan telah menerima wahyu. Sementara itu, pimpinan Hidup Di Balik Hidup (HDH) mengaku telah melakukan Isra’ Mi’raj. Majelis Ulama Indonesia (MUI) lantas menetapkan kelompok-kelompok tersebut sebagai aliran sesat.
Menanggapi kehadiran aliran keagamaan yang dinilai menyimpang, masyarakat kerap reaktif, bahkan bertindak menghakimi secara sepihak. Di Lemah Abang, Cirebon, masyarakat meminta agar aparat membubarkan para pengikut Al-Qiyadah. Di Jakarta, Bogor, Padang, Yogyakarta, dan beberapa tempat lain, aparat pun langsung menangkap para pengikut Al-Qiyadah.
Sejarah agama-agama mencatat, akibat terjadinya penyempalan-penyempalan tersebut, amat banyak korban jatuh. Sering kali masalah seperti ini tidak dapat diselesaikan secara dialogis atau lewat perdebatan sehingga terjadilah tindakan kekerasan. Apalagi jika perdebatannya berpangkal pada akidah baku.Belajar dari pengalaman sejarah yang pahit itulah, wajar kalau pada saat ini para pemuka agama mengajukan usul agar terhadap mereka yang menyempal itu dilakukan pendekatan-pendekatan yang lebih sejuk. Perlakukan mereka sebagai saudara sendiri, rangkul dan sadarkan. Sikap simpatik sangat layak untuk diprioritaskan oleh bangsa Indonesia.
BURHAN NASUTION Jalan Walisongo X/9 , Bojonggede Bogor
Setuju Wajib Militer
DEPARTEMEN Pertahanan pada Januari 2008 akan mengajukan draf Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan. Di dalamnya diatur soal keharusan warga negara berusia 18–58 tahun menjadi anggota Komponen Cadangan. Setiap orang yang ditunjuk akan dilatih dasar-dasar kemiliteran. Masa baktinya lima tahun. Yang menolak penugasan diancam pidana penjara satu hingga dua tahun.Menurut saya, wajib militer adalah sebuah kebutuhan karena dua alasan. Pertama, kita belum memiliki satu pun rumusan/konsep untuk melaksanakan perintah konstitusi tentang sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Kedua, dalam beberapa dekade ini, bangsa kita tengah mengalami krisis nasionalisme.
Sebagian anak bangsa seakan enggan menjadi orang Indonesia. Wujudnya macam-macam, ada yang menjadi agen asing, menjadi teroris untuk menghancurkan bangsa sendiri, menjadi pengikut aliran sesat, ada pula yang dengan sengaja menjual kemiskinan bangsa sendiri untuk mendapatkan dolar, hingga maraknya gerakan separatis di dalam negeri.
Mungkin para reformator masih trauma dengan istilah militer, tapi substansi di balik wajib militer adalah bela negara. Kalau bukan kita, lalu siapa lagi yang harus membela negeri ini. Karena itu, rencana pemerintah menerapkan wajib militer merupakan langkah tepat dan patut didukung. Pemerintah perlu segera mensosialisasi gagasan itu ke seluruh pelosok negeri.
RICARD RADJA Anggota Jaringan Epistoholik Jakarta, Kupang
Rachmat atau Wimar Witoelar?
RUBRIK hiburan Tempo edisi 5–11 November 2007, halaman 48–50, mewartakan Titiek Puspa yang menyelenggarakan hari ulang tahun yang ke-70 dengan kegiatan penanaman pohon di pinggiran kali banjir kanal barat di seberang Hotel Shangri-La, Jakarta. Disebutkan bahwa hadir dalam acara tersebut Menteri Lingkungan Hidup Wimar Witoelar.
Rupanya wartawan Tempo yang meliput acara itu kurang waspada. Yang benar-benar hadir itu Menteri Lingkungan Hidup Ir. Rachmat Witoelar atau adik beliau, Wimar Witoelar, yang mantan juru bicara kepresidenan di era Gus Dur? Salam dan selamat ulang tahun Mbak Titiek. Semoga panjang umur, sehat, dan senantiasa sukses.
RALAT
Pada artikel ”Titiek Puspa Belum Titik” yang dimuat Tempo edisi 5–11 November 2007, halaman 48, tertulis ”...Menteri Lingkungan Hidup Wimar Witoelar...”, seharusnya Rachmat Witoelar. Kami mohon maaf atas kekeliruan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo