Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo, 8 April 1989
Tak banyak yang tahu, listrik yang diproduksi Per-usahaan Listrik Negara (PLN) hanya separuh dari produksi lis-trik nasional. Peng-adaan yang separuhnya lagi d-ipenuhi banyak in-dustri besar se-perti Inalum, Inco, Kra-katau Steel, atau Freeport Indo-nesia.
Inalum punya dua pem-bangkit listrik tenaga air (PLTA) berkapasitas 426 megawatt (MW). Padahal kebutuhan pab-rik yang terletak di Kualatanjung, Sumatera Utara, itu cu-ma 380 MW. Kelebihan kapasitasnya dijual kepa-da PLN dengan harga sa-ngat murah, hanya Rp 20 per kWh.
Maklum, biaya pembangkit listrik tenaga air memang paling mu-rah ke-timbang j-enis pem-bang-kit lainnya. Ha-nya, PLTA tak dapat di-bangun di sem-barang tempat dan investasi awal-nya sangat- besar. Tak mengheran-kan bila ba-nyak pihak swas-ta ter-tarik membu-atnya.
Sekarang, perkara setrum kembali menyengat ketika muncul rencana pemerintah memba-ngun pembangkit lis-trik tenaga batu bara tan-pa tender. Terlebih keti-ka sejumlah perusaha-an milik keluarga peja-bat negara disebut-se-but akan di-tun-juk men-jadi kontraktor pemba-ngunan kilang listrik itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo