Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo, 23-29 April 2001 |
Pembentukan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) membuat gerah para pejabat negara. Sebab, para birokrat tersebut dengan demikian diwajibkan melaporkan harta kekayaan mereka ke KPKPN. Dan laporan kekayaan mereka diharapkan akan bisa diakses publik sebagai bentuk kontrol terhadap diri para pejabat.
Masyarakat bisa mengetahui secara detail kekayaan para pejabat, yakni dari harta bergerak, harta tak bergerak, sampai surat berharga serta giro. Begitu pula tentang dari mana saja kekayaan itu diperoleh.
Pelaporan kekayaan ini merupakan satu strategi untuk menangkal korupsi. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang mengamanatkan pelaporan kekayaan pejabat. KPKPN diberi wewenang memeriksa kekayaan setiap pejabat dan memantau perubahannya.
Namun, setahun setelah KPKPN dibentuk, ternyata belum banyak pejabat yang melaporkan kekayaannya. Bahkan belum satu pun menteri yang menyerahkan formulir. Kalangan legislatif dan yudikatif pun masih satu-dua yang menyerahkan daftar kekayaannya. Padahal KPKPN sudah lama mengirimkannya lembar isian itu.
Dari sedikit yang telah melaporkan kekayaannya, KPKPN menemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada upaya menutup-nutupi asal-usul kekayaan. Misalnya, ada pejabat yang melaporkan kekayaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan gaya hidupnya sehari-hari. Contoh lainnya, beberapa pejabat mencantumkan bahwa kekayaannya diperoleh dari hibah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo