Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berencana membeli pesawat tempur bekas dari Austria.
Rencana pembelian pesawat tempur bekas itu menuai kritik
Kisruh tentang pembelian pesawat tempur bekas juga pernah terjadi pada 1979
KEMENTERIAN Pertahanan berencana membeli pesawat tempur bekas dari Austria. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dikabarkan telah mengajukan surat penawaran pembelian 15 pesawat tempur jenis Eurofighter Typhoon kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana pembelian pesawat itu dikritik sejumlah kalangan karena usia pesawat dikhawatirkan tidak bertahan lama. Selain itu, perawatan pesawat membutuhkan biaya mahal dan sulit karena keterbatasan suku cadang. Majalah Tempo edisi 10 November 1979 menulis berita bertajuk “Maunya Murah tapi Menghebohkan” yang mengulas pembelian pesawat tempur bekas dari Amerika Serikat. Berikut ini ulasannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana pemerintah membeli 16 pesawat Skyhawk dari Amerika Serikat berbuntut kisruh. Penyebabnya, pesawat tempur itu ternyata pesawat bekas yang pernah dipakai Israel. Pembelian pesawat bekas, meski murah, dianggap merugikan karena pesawat itu akan segera menjadi rongsokan. Suku cadangnya sudah tidak lagi diproduksi sehingga diperkirakan usia pesawat itu hanya bertahan sampai 1985. Persoalan kedua tidak kalah gawat. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Arab sempat renggang karena Indonesia dianggap menampung pesawat yang dijual Israel.
Rencana pembelian pesawat Skyhawk ini dirundingkan pertama kali pada 1977, sewaktu Wakil Presiden Amerika Walter Mondale berkunjung ke Jakarta. Pada waktu yang sama, disetujui juga pembelian 12 pesawat F-4 Tiger serta sejumlah senapan M-16. Selanjutnya, pada 31 Maret 1978, ditandatangani perjanjian ketetapan harga. Indonesia akan membayar US$ 25,8 juta.
Israel memang berencana mengganti Skyhawk-nya dengan pesawat F-15 Tomcat. Israel lantas menjual Skyhawk—yang dulu dibeli dari Amerika—itu ke Amerika. Selanjutnya, Amerika menjualnya kepada Indonesia dengan harga murah. "Waktu itu ada duit ngepas dan ada pesawat murah. Ya ditubruk saja," kata seorang perwira tinggi pertahanan dan keamanan kepada Tempo.
Pembelian pesawat yang pernah dipakai Israel oleh Indonesia sempat menimbulkan kehebohan di luar negeri. Pada awal Oktober 1979, surat kabar Washington Post sempat memberitakan Indonesia membeli satu skuadron pesawat terbang A 4-E Skyhawk dari Israel. Kabar itu membuat Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja yang sedang menghadiri sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York kelimpungan. Dia segera menjelaskan kepada para menteri luar negeri negara-negara Islam yang hadir dalam pertemuan bahwa berita tersebut tidak benar. "Memang betul Indonesia membeli pesawat terbang tempur, tapi itu dari Amerika Serikat," ujar Mochtar.
Di dalam negeri, situasi lebih panas. Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Chalid Mawardi mengatakan pembelian pesawat itu bakal melemahkan diplomasi Indonesia untuk menggalang dukungan dari negara-negara Arab buat persoalan Timor Timur. "Jelas itu akan melukai diplomasi kita di Timur Tengah,” ucapnya.
Kekhawatiran itu terbukti. Beberapa negara Arab berubah sikap dalam pemungutan suara tentang masalah Timor Timur di Komite IV PBB pada 2 November 1979. Iran yang dulu menentang berubah menjadi mendukung pemungutan suara. Sedangkan Arab Saudi yang dulu menentang sekarang memilih abstain.
Protes keras terhadap pembelian pesawat tempur itu juga dilontarkan oleh Faksi Partai Persatuan Pembangunan. Menurut anggota DPR dari fraksi PPP, Ridwan Saidi, jika membeli pesawat bekas itu, berarti Indonesia telah membangun hubungan dengan Israel. “Melakukan hubungan langsung atau tidak dengan Israel jelas salah,” ujarnya. "Kita jangan berpikir simplistis. Karena Israel sudah damai dengan Mesir, maka bila kita berhubungan dengan Israel lalu merasa tidak ada masalah.”
Ketegangan hubungan diplomasi Indonesia dengan negara-negara Arab akibat pembelian pesawat itu juga dikhawatirkan menyulitkan ribuan tenaga Indonesia yang bekerja di negara Arab. Termasuk para kontraktor dan pengusaha Indonesia yang sedang berusaha merebut pasaran di kawasan itu. "Saya anggap ini suatu kebodohan. Pembelanjaan senjata kok hanya didasarkan pada pragmatisme," kata Chalid Mawardi.
Tampaknya pembelian pesawat produksi McDonnell Douglas itu tidak mungkin dibatalkan. "Saya sudah cek ke Departemen Keuangan. Pembayaran sudah dilakukan langsung ke pemerintah Amerika Serikat," kata Menteri Mochtar.
Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi 10 November 1979. Dapatkan arsip digitalnya di:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo