Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Si Leher Beton

Arsip majalah Tempo edisi 29 November 1986

23 Mei 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Si Leher Beton

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Mike Tyson akan kembali berlaga di ring tinju.

  • Anak nakal yang berkembang berkat Cus de Amato.

  • Mike Tyson pernah menjadi juara tinju kelas berat dunia pada usia 20 tahun.

MIKE Tyson sudah berusia 53 tahun. Tapi ia akan kembali naik ring tinju untuk kegiatan amal. Mantan juara tinju kelas berat berjulukan “Si Leher Beton” versi Dewan Tinju Dunia (WBC) ini sudah memiliki sejumlah calon lawan, dari Evander Holyfield hingga John Fury.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majalah Tempo edisi 29 November 1986 pernah menulis berita berjudul “Juara Termuda sampai Tua” yang mengulas kemunculan Mike Tyson sebagai juara termuda turnamen tinju kelas berat dunia pada pertengahan 1990-an.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Stadion tinju Arena Hilton, Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, gempar pada Sabtu pertengahan November 1986. Trevor Berbick, 32 tahun, juara bertahan tinju kelas berat Dewan Tinju Dunia tumbang terhantam hook kiri seorang pemuda gempal berkulit hitam. Juara yang sudah bertanding 31 kali dan menang KO 23 kali itu masih berusaha bangkit. Gagal. Setelah tiga kali terjerembap, Berbick menyerah. Wasit Mills Lane lantas mengangkat lengan lawan Berbick, Mike Tyson. Hari itu, Tyson menjadi juara tinju kelas berat dunia di usia 20 tahun, termuda sepanjang sejarah.

Sekitar 8.000 penonton bersorak menyambut kemenangannya. Wajar. Sebab, Mike Tyson memang tampil memikat. Ia bertarung dengan gaya seorang fighter yang ganas. Sejak ronde pertama dimulai, ia menggempur Berbick dengan serentetan pukulan yang dilancarkannya dengan cepat.

Di ronde pertama, tak kurang enam kali pukulan hook dan straight-nya bersarang telak di wajah Berbick. Berbick dua kali terjajar sempoyongan. Juara kelahiran Jamaika dan kini warga negara Kanada itu tidak mampu menahan gencarnya serangan penantangnya. Bahkan, di akhir ronde pertama, ia sempat jatuh kendati kemudian bangkit kembali.

Di ronde kedua, serangan Tyson makin ganas. Dan di sela tepuk riuh para penonton, ia kembali berhasil membuat Berbick terjungkal. Selanjutnya, pada menit kedua, Tyson kembali berhasil melayangkan hook kirinya ke pelipis kanan lawan. Berbick jatuh terjengkang dan menyerah.

Maka rekor juara tinju termuda, yang sudah sekitar 30 tahun disandang petinju tersohor Floyd Patterson, pun pecah. Patterson menjadi juara dunia pada usia 21 tahun 11 bulan, setelah bertarung 30 kali selama 50 bulan menggeluti tinju bayaran. Sedangkan Mike Tyson baru berusia 20 tahun 4 bulan 22 hari. Dia baru bertanding 27 kali dalam 20 bulan petualangannya di tinju profesional. “Dia benar-benar anak ajaib,” kata Angelo Dundee, pelatih tinju terkenal yang antara lain pernah menangani bekas juara dunia, Muhammad Ali, beberapa saat setelah kemenangan Tyson.

Ikut membantu persiapan Berbick menjelang pertarungannya menghadapi Tyson, Dundee yakin anak asuhannya itu mampu mempertahankan gelar. Tapi kali ini dia meleset. “Tyson bertarung sebagus George Foreman ketika mengalahkan Joe Fraier di Kingston, Jamaika, 1973. Sasaran pukulannya selalu tepat. Dan gerak kepalan tangannya ternyata lebih cepat dari yang kami bayangkan,” Dundee menambahkan.

Mike Tyson memang bukan petinju karbitan. Dia anak didik langsung Cus D’Amato, pelatih kenamaan yang pernah mengantarkan Floyd Patterson menjadi juara dunia (1956-1960). D’Amato (meninggal pada usia 77 tahun, November 1985) adalah orang yang menanamkan dasar, teknik, dan filosofi bertinju kepada Tyson. D’Amato mengambil Tyson yang baru berusia 13 tahun dari sekolah tempat penitipan anak nakal, Tyron School, di pedalaman New York.

Masa kecil Tyson tak menyenangkan. Riwayat ayahnya tak begitu diketahui. Dia tumbuh dan dibesarkan ibunya, Lorna Tyson, bersama dua saudaranya. Tyson adalah anak bungsu yang manja dan nakal. Saat berusia 10 tahun, ia sudah sering mencopet dan memeras di pelbagai jalan di daerah Brooklyn.

Karena kenakalannya itu, Tyson kerap dikirim ke tempat penitipan anak nakal. Terakhir dia masuk Tyron School dan dekat dengan Bobby Stewart, seorang pekerja di sekolah itu. Stewart dulu petinju bayaran. Dari dialah bocah nakal ini mulai belajar tinju. Stewart lantas menghubungi Cus D’Amato dan memintanya melatih Tyson.

D’Amato, yang terpesona oleh kecepatan dan kekerasan pukulan Tyson, mengasah bocah itu dengan baik. Tyson tidak pernah kalah dalam laga tinju amatir, sebelum terjun ke profesional, dan diberi julukan “Bocah Dinamit” oleh para wartawan.

Kini, di stadion tinju Arena Hilton, Tyson kembali memukau penonton dengan ledakan pukulannya. “Saya tak bakal bisa begini tanpa Cus,” kata Tyson dengan mata berkaca-kaca sesaat setelah merebut gelar. “Jika bisa menjadi juara termuda, saya akan bisa pula menjadi juara tertua.”

 


 

Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi 29 November 1986. Dapatkan arsip digitalnya di:

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus