Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika Gubernur Sutiyoso membongkar vilanya di kawasan Puncak pertengahan bulan lalu, banyak orang curiga itu cuma ”lipstik”. Soalnya, meski di depan kamera televisi bangunan berdinding bambu seluas 200 meter persegi itu benar-benar roboh, publik segera curiga bahwa ini bukan satu-satunya vila milik Sutiyoso. Apalagi belakangan jalan masuk ke arah kompleks vila di Desa Tugu Utara, Cisarua, Jawa Barat, ditutup.
Wajar jika orang kemudian curiga. Ojek yang biasanya hilir-mudik disetop. Hanya orang yang dikenal para pengawal penjaga vila yang bisa melintas. Jangan-jangan ada vila lain yang dipertahankan Gubernur DKI itu, begitu mungkin orang ber-pikir. Atau, bisa jadi, ada vila para petinggi Jakarta yang juga berdiri tegak di sana.
Vila Sutiyoso memang menyimpan ironi. Di satu sisi bekas Panglima Kodam Jaya itu mengecam bahwa vila liar di Bogor-Puncak-Cianjur telah mengurangi wilayah resapan air yang mengakibatkan banjir di Jakarta awal Februari lalu. Di lain pihak Sutiyoso sendiri memiliki vila yang bahkan tak dilengkapi izin mendirikan bangunan (IMB).
Kawasan Puncak sejatinya telah menjadi wilayah yang dikapling warga Jakarta sendiri—terutama penggede seperti pejabat sipil dan militer serta pengusaha. Vila tumbuh subur bahkan di wilayah yang mestinya terlarang buat bangunan. Ada yang sonder IMB, ada pula yang mengantongi izin palsu atau yang dibuat dengan teknik injak kaki.
Pemerintah Daerah Jawa Barat sendiri seperti kehilangan pegangan. Selain tak memiliki rencana tata kota yang memadai, aparat di lapis bawah pun gemetar setiap kali sebuah vila liar dibangun dengan mengatas-namakan jenderal atau petinggi birokrasi. Di lain pihak praktek patgulipat dalam pengurusan IMB juga telah menjadi sesuatu yang lazim.
Itulah sebabnya publik umumnya setuju jika vila para jenderal dibongkar, meski kenyataannya vila-vila itu telah menghidupi sebagian penduduk lokal. Mereka bekerja sebagai tukang kebun atau sekadar buka warung. Toh, bagi publik, hajat hidup orang banyak lebih penting. Kerugian akibat penggusuran vila dinilai lebih kecil ketimbang banjir Jakarta, yang telah mengakibatkan kerugian miliaran rupiah.
Tapi responden jajak pendapat ini ragu terhadap keberanian aparat. Hingga kini hanya vila Sutiyoso yang dibongkar. Itu pun bukan prakarsa aparat melainkan perintah Sutiyoso sendiri. Dengan kultur birokrasi yang feodalistik, sulit mempercayai aparat Pemda punya keberanian untuk menggusur vila bermasalah tanpa kompromi.
Walhasil, harapan mengembalikan Puncak sebagai daerah resapan air rasanya masih jauh panggang dari api. Alih-alih menertibkan vilanya, para pemilik rumah peristirahatan liar di Puncak barangkali punya rencana lain. Vilanya justru dipertahankan, agar ketika Jakarta jadi danau akibat banjir, mereka punya tempat untuk mengungsi.
Arif Zulkifli
Tahukah Anda bangunan vila di kawasan Bogor-Puncak-Cianjur menjadi salah satu penyebab banjir di Jakarta? | |
Tahu | 76,47% |
---|---|
Tidak tahu | 23,53% |
Bagaimana pendapat Anda apabila vila-vila yang sudah ada itu dibongkar? | |
Setuju | 68,43% |
Tidak setuju | 31,57% |
Jika setuju, apa alasan Anda?* | |
Hanya dengan membongkar vila-vila itu, wilayah Puncak bisa dikembalikan menjadi kawasan resapan air | 69,34% |
Vila hanya dimiliki oleh segelintir orang kaya, sedangkan banjir menyebabkan seluruh warga menderita | 50,43% |
Pembongkaran vila adalah hukuman yang tepat kepada pemilik vila | 4,01% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Jika tidak setuju, apa alasan Anda?* | |
Banjir bukan semata-mata disebabkan oleh vila di Puncak | 63,98% |
Bagaimanapun, vila adalah kepunyaan sah pemilik vila, jadi tidak boleh dibongkar begitu saja | 48,45% |
Vila di Puncak adalah sumber nafkah bagi warga kawasan Puncak | 17,39% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Jika Anda tidak setuju dengan pembongkaran vila, apa yang yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi vila-vila tersebut?* | |
Membongkar hanya vila yang bermasalah | 62,11% |
Melarang pembangunan vila baru dan mempertahankan yang lama | 46,58% |
Menaikkan harga pajak bumi dan bangunan vila tersebut | 18,63% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Bila vila-vila di Puncak dan sekitarnya dimiliki pejabat sipil dan militer, menurut Anda beranikah Pemda membongkarnya? | |
Tidak berani | 60,20% |
Berani | 39,80% |
Siapakah yang salah dalam menjamurnya vila di Puncak? | |
Pemda setempat yang memberi izin | 63,14% |
Pemda Jawa Barat yang tidak punya perencanaan kota yang baik | 29,61% |
Pemilik vila | 7,25% |
Metodologi jajak pendapat :
- Jajak pendapat ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Data diambil dari 510 respon-den di lima wilayah DKI pada 24-26 Januari 2002. Dengan menggunakan ukuran sampel tersebut, estimasi ter-hadap nilai parameter mempunyai margin error 5 persen. Survei dilakukan dengan metode multisampel acak ber-tingkat, dengan unit analisis kelurahan dan rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan dengan cara tatap muka dan melalui telepon.
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo