Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi

Berkunjung ke tempo

Tempo menerima kunjungan mahasiswa dept. of asian languages and studies, monash university, australia. yang sedang mengadakan perjalanan karyawisata. sempat berkunjung ke pimpinan dpr/mpr, menteri p & k, dll.

9 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"MAS Goenawan, Mas Slamet, dan Mas-Mas yang lain, terima kasih ...," kata Michele Mulder di ruang rapat TEMPO 19 Januari yang lalu. Kata "Mas" sebenarnya biasa saja, tetapi karena diucapkan oleh seorang mahasiswa Australia, menjadi menarik. Michele adalah salah seorang dari dua belas mahasiswa Department of Asian Languages and Studies (jurusan bahasa Asia), Monash University, Australia. Dalam kunjungan ke TEMPO itu, mereka diantar oleh Basoeki Koesasi, dosen sekaligus pemimpin rombongan. Acara itu adalah bagian dari perjalanan karya wisata mereka untuk meningkatkan pemahaman tentang bahasa dan budaya Indonesia. Selama hampir sebulan di Indonesia, mereka sempat mengunjungi pimpinan DPR/MPR, Menteri P dan K Fuad Hassan, Gubernur DKI Wiyogo, serta bertamasya ke beberapa daerah, seperti Jawa Barat dan Yogyakarta. Mereka sempat pula menginap di Wisma TEMPO di Sirnagalih, Megamendung, Jawa Barat. Menurut Basoeki, kesulitan yang dihadapinya dalam mengajarkan bahasa Indonesia di Negeri Kanguru itu: tiadanya buku panduan yang baku, dan ragam bahasa apa yang perlu diajarkan. Padahal, di Negara Bagian Victoria terdapat 53 lembaga pendidikan yang memiliki Jurusan Indonesia. Ia juga merekam kesulitan mahasiswanya menghadapi kosakata bahasa Indonesia yang kadang-kadang tidak demokratis. Misalnya, karena menemukan kalimat "Ali Menghadap Pak Lurah", ada mahasiswanya yang menggunakan ungkapan Pak Lurah menghadap Ali. Tentu saja kalimat seperti itu tak ia temukan di sini. Michele, yang sudah cukup lancar berbahasa Indonesia, menemukan kesulitan dalam mempelajari tata bahasa dan melafalkan bunyi "ng". Hal lain yang dihadapi teman-temannya yang sudah 2-4 tahun belajar bahasa Indonesia -- adalah banyaknya kata dari bahasa daerah yang dipakai dalam bahasa Indonesia, misalnya wong (orang). Mereka juga sulit membedakan lafal tahu (sebagai sinonim mengerti) dengan tahu (sebagai teman tempe). Para mahasiswa itu merasakan bahwa penggunaan kata "Anda" cukup demokratis. Sayang, dalam percakapan, pemakaian kata itu sangat terbatas, lebih banyak orang mengatakan "Bapak" dan Ibu" alih-alih "Anda". Kata itu lebih sering dipakai dalam komunikasi yang tidak bersemuka (face to face) dan dipakai oleh orang yang setaraf atau kepada yang lebih rendah. Seorang bupati hampir mustahil mengucapkan "Anda" kepada gubernur, apalagi menteri. Dari bahan bacaan lain, mereka mendapat kesan bahwa bahasa Indonesia terlalu kaya akronim. Sebagai orang yang sedang belajar bahasa Indonesia, bagi mereka ternyata TEMPO, dirasakan bermanfaat: gaya berceritanya tidak seperti buku teks resmi, tetapi tidak sembarangan memilih kata, sehingga dihasilkan tulisan yang enak dibaca. Syukurlah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus