SOEHARTO masuk rumah sakit. Stroke menyergap tubuh bekas orang terkuat Indonesia yang kini telah renta ini. Berita itu menyita perhatian sebagian besar masyarakat selama dua pekan terakhir ini. Rumah Sakit Pertamina Pusat, tempat Soeharto dirawat, segera diserbu wartawan dalam dan luar negeri, juga warga yang ingin mencari tahu apa penyakit yang dideritanya atau sekadar menyatakan simpati.
Perhatian masyarakat begitu besar. Sebab, selain serangan stroke-nya kali ini yang terparah, Soeharto sedang menghadapi masalah hukum. Kekayaannya dicurigai orang merupakan hasil yang diperoleh berkat korupsi, kolusi, dan nepotisme semasa dia berkuasa. Sementara itu, dan ini agak mengherankan, Pjs. Jaksa Agung Ismudjoko pagi-pagi sudah mengumumkan bahwa penyelidikan terhadap Soeharto dihentikan karena yang bersangkutan sakit—walaupun memang Ismudjoko menambahkan, "Bukan berarti kasus itu akan dihentikan atau dilimpahkan."
Masyarakat juga layak mencurahkan perhatian karena sakit sebetulnya membawa hikmah tersembunyi bagi Soeharto, yakni seandainya ternyata secara fisik Soeharto dinyatakan tak dapat memberikan keterangan di depan pengadilan, punah sudah semua upaya pengusutan terhadap dirinya. Dan ujung-ujungnya, pria kelahiran Kemusuk, Godean, Yogyakarta, itu bebas dari segala tuntutan. Setidaknya demikian pendapat pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Loebby Loqman, dan Kepala Humas Kejaksaan Agung, Agung Soehandojo.
Loebby beralasan, pemeriksaan dapat berhenti jika yang bersangkutan sakit. Sebab, di mata hukum, orang yang sedang diperiksa itu harus sehat lahir dan batin. Loebby menambahkan, pemeriksaan bisa dihentikan seandainya yang bersangkutan sudah tidak bisa berpikir atau menggunakan otaknya dengan baik. "Pada saat dilakukan pemeriksaan kan selalu ditanyakan, 'Apakah Saudara sehat baik rohani maupun jasmani?' Kalau tidak sehat, harus dihentikan dahulu," kata Loebby kepada Edi Budiyarso dari TEMPO. Penyelidikan terhadap jenderal bintang lima itu hanya bisa dilanjutkan bila dilakukan dengan cara mencari bukti yang lain dan sejauh tidak memeriksa Soeharto sendiri.
Apa pendapat masyarakat? Hanya sebagian kecil responden jajak pendapat TEMPO yang setuju dengan keputusan Jaksa Agung untuk menghentikan pemeriksaan Soeharto dengan alasan kemanusiaan, yakni kondisi kesehatannya tidak memungkinkan penyelidikan diteruskan. Sebagian besar responden menyatakan tidak setuju penyelidikan kasus Soeharto dihentikan. Mereka punya tiga alasan. Pertama, Soeharto harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kedua, sakit tidak menggugurkan kewajiban hukum seseorang. Sedangkan alasan ketiga adalah untuk memenuhi amanat rakyat yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor XI. Mayoritas responden juga setuju dengan usul Gus Dur agar Soeharto bertobat saja dan menyerahkan hartanya kepada negara.
Mayoritas responden juga berpendapat, jika proses hukum Soeharto dihentikan, tuntutan terhadap anak-anak dan kroninya tetap harus diteruskan. Pendapat ini tampaknya dilatarbelakangi kenyataan bahwa sakitnya Soeharto tidak ada hubungannya dengan anak-anak dan konco-konconya.
Hasil jajak pendapat tersebut membuat pengacara Soeharto, Juan Felix Tampubolon, punya pandangan begini. Sudah selama setahun ada pembentukan opini masyarakat yang tidak benar, misalnya opini bahwa Soeharto harus diadili. Padahal, dalam kacamata hukum, pengadilan hanya merupakan salah satu bagian dari proses hukum. Masyarakat tidak diberi penjelasan transparan mengenai apa itu pemeriksaan, penyidikan, dan pengadilan. Yang ada hanya pernyataan para pakar yang bernuansa politis yang dibuat demi suatu kepentingan. Karena itu, opini masyarakat dan komentar yang keluar akhirnya juga tidak tepat.
Juan Felix juga tidak setuju dengan Ismudjoko yang menyatakan bahwa penyelidikan terhadap kliennya dihentikan sementara karena yang bersangkutan sakit. Menurut Felix, pernyataan itu seharusnya berbunyi: penyelidikan dihentikan karena kejaksaan tidak berhasil menemukan bukti-bukti adanya korupsi, bukan karena sakit. Juan Felix lebih setuju dengan pernyataan Megawati yang disampaikan dalam pidato menyambut kemenangan rakyat pada Pemilu 1999, Kamis pekan lalu. Ketua Umum PDI Perjuangan itu menyatakan bahwa dalam kasus Soeharto perlu dilakukan pemeriksaan yang lugas dan tuntas tapi berkeadilan.
"Karena pemeriksaan yang berkeadilan itu yang belum diterima oleh klien kami sampai sekarang," kata Juan Felix. Kendati demikian, seandainya penyelidikan terhadap Soeharto tetap diteruskan, ia menyatakan siap karena mereka merasa kliennya tidak memenuhi unsur-unsur seperti yang dituduhkan.
Wicaksono
INFO GRAFISApakah Anda setuju Jaksa Agung menghentikan penyelidikan terhadap kasus Soeharto? | Ya | 16%Tidak | 73%Tidak tahu | 10% | Apa alasan menjawab setuju? | Demi kemanusiaan | 83%Kondisi kesehatan Soeharto tidak memungkinkan | 39%Soeharto sudah banyak berjasa | 28%Soeharto tidak bersalah | 4%Tidak tahu | 1%*) Responden boleh memilih jawaban lebih dari satu | | Apa alasan menjawab tidak setuju? | Soeharto harus mempertanggungjawabkan perbuatannya | 71%Sakit tidak menggugurkan kewajiban hukum seseorang | 52%Memenuhi amanat rakyat yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor XI | 43%*) Responden boleh memilih jawaban lebih dari satu | | Bila proses hukum Soeharto dihentikan, bagaimana dengan tuntutan terhadap anak-anak dan kroninya? | Tetap diteruskan | 39%Dihentikan sementara | 32%Tidak tahu | 20% | Apakah Anda setuju dengan usul Gus Dur agar Soeharto bertobat saja dan menyerahkan hartanya kepada negara? | Ya | 63%Tidak | 18%Ragu-ragu | 19% | |
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
---|
|
Metodologi jajak pendapat ini:
Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 505 responden di lima wilayah DKI pada 27-28 Juli 1999. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen.
Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multistages sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan melalui telepon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini