TAK ada yang berubah di senyum Desi Anwar di Seputar Indonesia, acara berita milik stasiun televisi RCTI. Padahal, Desi sesungguhnya sedang sulit tersenyum. Ia bersama Chrys Kelana dan Adolf Posumah—pimpinan di PT Sindo Citra Media, rumah produksi yang memasok berita ke RCTI—terkena mosi tidak percaya yang dilayangkan sebagian karyawan PT Sindo. Kemelut di tubuh PT Sindo yang sudah berlarut-larut selama dua bulan terakhir itu tampaknya kini mulai mencapai titik temu—kendati hasilnya masih penuh tanda tanya.
Kamis pekan lalu, para penanda tangan mosi dan direksi RCTI sepakat bahwa karyawan PT Sindo akan membentuk sebuah organisasi transisi bernama Dewan Redaksi. Belum ada rumusan yang jelas tentang bentuk institusi yang akan melibatkan seluruh unsur karyawan ini. Yang sudah jelas adalah tujuannya: membentuk kepemimpinan kolektif. ''Selama ini, hanya satu tangan (yang memimpin). Itu kelemahan yang bisa menimbulkan bermacam-macam akibat," ujar Ray Wijaya, produser Seputar Indonesia, yang jadi salah satu penanda tangan mosi.
Pembentukan dewan ini adalah babak baru kemelut mosi tidak percaya dan tuntutan mundur terhadap tiga nama di atas, yang ditandatangani 78 karyawan PT Sindo—dari 269 pegawai yang dimiliki. Mosi pertama dilayangkan pada 7 Juni. Tidak ada tanggapan. Maka, melayanglah mosi kedua pada 20 Juli dengan ancaman mogok kerja bila tuntutan tak dipenuhi.
Ada beberapa hal yang jadi pokok pertikaian. Antara lain, ketiga pucuk pimpinan PT Sindo dinilai tidak layak menduduki posisinya, baik dari segi kapabilitas, profesionalisme, integritas, maupun moral sebagai jurnalis. Sementara itu, Chrys Kelana dianggap terlalu giat berpolitik ketimbang mengurusi kantornya. Soal lain, selama Orde Baru, RCTI dinilai terlalu menyolok berpihak pada Golkar, antara lain dengan menampilkan wawancara Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) A.A. Baramuli dan Yusril Ihza Mahendra, 6 Juni 1999.
Catatan dalam mosi ini tampaknya merupakan akumulasi panjang ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Chrys dan kawan-kawan. ''Mungkin banyak hal yang tidak benar. Apakah dosa saya sangat besar sehingga harus dibuang, padahal saya yang melahirkan Sindo?" ujar Pemimpin Redaksi dan Direktur PT Sindo itu kepada TEMPO. Chrys mengakui keaktifannya di Golkar dan menggunakan RCTI untuk kepentingan partai itu sebelum masa reformasi. ''Saya harus loyal kepada bos, walau saya akui itu bertentangan dengan profesionalisme," katanya.
Lalu, apa tanggapan Desi yang juga dituntut lengser? Ia langsung mengundurkan diri dari jabatan asisten pemimpin redaksi, hanya sehari setelah mosi pertama keluar. Tak mengherankan, penyiar itu kaget ketika tetap tercantum dalam mosi kedua. ''Mosi dan ketidakjelasan status perusahaan Sindo sangat merugikan saya sebagai penyiar dan jurnalis yang membawa bendera RCTI," ujarnya.
Status PT Sindo memang membuat penyelesaian kemelut mosi ini kian pelik. Secara legal, PT Sindo dan RCTI adalah dua perusahaan berlainan. PT Sindo didirikan lima tahun lalu untuk memasok acara-acara berita di RCTI. Tujuan pendirian tampaknya untuk pengembangan perusahaan dengan pemegang saham beberapa direksi RCTI. Dengan struktur seperti itu, Chrys Kelana menolak kesepakatan tentang Dewan Redaksi. ''Itu kesepakatan antara direksi RCTI dan karyawan Sindo. Padahal, direksi RCTI tidak ada urusan dengan karyawan PT Sindo," tuturnya. Memang, sebagai pemakai berita Sindo, RCTI amat berkepentingan agar rumah produksi itu tidak guncang.
Sebetulnya, proses menggabungkan Sindo dan RCTI sudah dilakukan sejak Sindo dibekukan pada September 1998. Keputusan akhirnya menanti hasil audit terhadap para karyawan dan struktur organisasi, yang kini sedang berlangsung. Nenny Soemawinata, anggota direksi RCTI, mengibaratkan peran RCTI sebagai ''yang dituakan dan mediator".
Pengamat media Ashadi Siregar menilai, ketidaklaziman manajemen Sindo menjadi salah satu sumber masalah. ''Aneh bahwa sebuah perusahaan pemberitaan (RCTI) mempercayakan lagi pengelolaan beritanya kepada perusahaan lain (Sindo)," ujarnya. Bagi dia, orientasi pemberitaan RCTI selama ini memang sangat kasar keberpihakannya—sesuatu yang dipandangnya lebih sebagai sikap pribadi, bukan aspirasi kontitusi.
Sampai saat ini, Seputar Indonesia masih mengudara dan Desi tetap bisa tersenyum. Entah nanti, bila mosi berujung di jalan buntu dan acara andalan RCTI itu sampai menghilang.
Hermien Y. Kleden dan Mustafa Ismail
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini