Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Bom dan Ajinomoto

1 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALINEA pertama Catatan Pinggir dalam Majalah TEMPO Edisi 14 Januari 2001 yang ditulis Pak Goenawan Mohamad telah memperkuat kekhawatiran saya bahwa mungkin ada sekelompok orang yang berkeyakinan teguh bahwa semua yang kafir dan najis harus diberi peringatan. Jadi, tujuan pembunuhan/pembantaian di gereja-gereja itu adalah halal bagi pelaku-pelaku itu. Yang mensponsori bukan hanya punya dana untuk membuat destabilisasi untuk mencapai tujuannya, dan yang menempatkan bom bukan karena demi uang saja. Kelihatannya kedua-duanya juga mempunyai keyakinan seperti yang dikemukakan di atas. Apa mereka itu disebut golangan jihad, saya tidak tahu.

Beberapa hari sesudah peledakan bom, Ketua MUI mengatakan bahwa tidak mungkin bom itu diletakkan oleh anggota-anggota umat muslim karena sedang menjalankan ibadah puasa. Saya sebenarnya agak lega mendengar pernyataan Ketua MUI ini. Namun, setelah beberapa pelaku peledakan itu tertangkap, rupanya pernyataan Ketua MUI agak keliru.

Saya kira pelaku peledakan itu telah melaksanakan ”tugasnya” berdasarkan keyakinannya itu, yang sesuai dengan yang ”tertulis”, yang adalah replika dari yang ”tertulis di surga”. Para pelaku penempatan bom pada malam Natal itu pasti adalah crème de la crème dari hasil pendidikan sejak masih bocah. Ia mendapatkan pendidikan kebencian terhadap orang yang berlainan agama.

Kalau persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia itu hanya terbentuk karena senasib seperti yang dikemukakan oleh Pak Nurcholis belum lama berselang, saya yakin akan menjadi sangat rapuh jika digoyang oleh tindakan-tindakan ekstrem. Orang Aceh mengatakan bahwa mereka disengsarakan terus oleh Orde Baru, orang Papua mengatakan hal yang sama dan mengemukakan bahwa mereka memang bukan bangsa Melayu. Di Maluku, karena hantaman kelompok jihad, ada kelompok warga Kristen yang mulai mengatakan bahwa mereka memang bukan juga bangsa Melayu. Ikatan perasaan senasib rupanya sudah luntur dalam kurun waktu dua generasi.

Ketika MUI mengumumkan bahwa bumbu masak Ajinomoto mengandung lemak babi, saya langsung mengatakan, Ajinomoto keterlaluan. Saya setuju jika bumbu Ajinomoto ditendang dari Indonesia. Menurut keterangan yang dikemukakan oleh peneliti LIPI, bumbu itu tidak mengandung bahan lemak babi, tapi lemak babi digunakan dalam proses pembuatan bumbu itu. Akan tetapi MUI menolak penjelasan itu. Biar hanya ”bersenggolan” dalam proses pembuatannya, itu tetap haram. Rasanya saya juga setuju dengan tanggapan MUI meskipun sudah berseberangan dengan statemen yang dikemukakan Gus Dur.

Namun, yang saya khawatirkan ialah jika orang-orang yang sejenis pelaku-pelaku peledakan bom itu berpikir bahwa pinjaman, bantuan, dan hibah dari negara-negara Barat itu adalah hasil keringat rakyat di sana yang notabene kafir dan najis. Jadi, pinjaman, bantuan, dan hibah itu adalah haram karena pada akhirnya hasil bantuan dan hibah itu kita makan juga. Semoga hal ini tidak akan terjadi.

Yang membuat saya agak tenteram sekarang ialah bahwa dengan adanya ”ledakan” kasus Ajinomoto ini pemberitaan bom teredam. Sebab, jika beritanya berkepanjangan, saya khawatir ada bom yang meledak lagi.

L. TAULU
Bintaro, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus