Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjelang Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Maret 1978, dibentuk Caucus 78. Pemrakarsanya antara lain Cosmas Batubara, David Napitupulu, dan Abdul Gafur. Ali Moertopo, yang hadir pada acara pembentukan itu, menyokong tujuan Caucus 78 yang ingin mengembangkan lebih lanjut gagasan regenerasi.
Menurut Ali, bidang eksekutif mempunyai peran penting "hingga pada tempatnyalah kalau dipikirkan juga bagaimana generasi muda dapat terwakili dalam segala bidang". Munculnya dua tokoh muda, Cosmas Batubara dan Abdul Gafur, dalam Kabinet Pembangunan II kemudian disebut-sebut sebagai salah satu keberhasilan program regenerasi dan Caucus 78.
Pada 1 Oktober 1982, juga secara "spontan", terbentuk Caucus 82. Tempat pertemuannya sama: lantai 11 gedung Sekretaris DPR/MPR. Banyak wajah lama muncul, misalnya Cosmas Batubara, Abdul Gafur, Sabam Sirait, dan Zamroni. Hadir pula Menteri Penerangan Ali Moertopo.
Sekitar 90 anggota MPR berusia 28-40 tahun kemudian menandatangani "Kesepakatan 82". Di situ diungkapkan tekad Caucus 82: agar Sidang Umum MPR menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta menjamin kesinambungan pembangunan nasional dan berlanjutnya Kepemimpinan Orde Baru.
Jalan Caucus 82 ternyata tak semulus Caucus 78. Ketua DPR/MPR Amirmachmud tatkala menerima pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia menegaskan, "Caucus 82 tidak perlu dibentuk kalau hanya untuk memilih presiden. Sebab, pemilihan presiden periode 1983-1988 sudah tidak ada masalah."
Wakil Presiden Adam Malik malah lebih berkata keras. "Pembentukan Caucus ini apa begitu penting?" ucapnya kepada pers. Ia melihat pembentukan Caucus 82 "tidak ada urgensinya, malah bisa memecah barisan".
Tentu saja muncul bantahan. Menteri Muda Urusan Pemuda Abdul Gafur menolak anggapan bahwa Caucus adalah "kelompok penekan". Menteri Ali Moertopo juga menegaskan, "Caucus tidak mempunyai satu sasaran spesifik. Tapi mempunyai satu kebersamaan dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan demokrasi politik Indonesia di tingkat MPR."
Dalam suatu jumpa pers, Ketua Umum DPP KNPI Aulia Rachman, yang juga koordinator Caucus 82, ikut membantah: "Caucus itu cuma untuk memilih presiden dan wakil presiden", tapi terutama buat "menjembatani perbedaan pendapat antarkekuatan politik".
Soal presiden memang tidak ada masalah lagi: Pak Harto pasti terpilih lagi. Namun, lain dengan 1978, kali ini pasaran spekulasi calon wakil presiden cukup ramai. Beberapa nama disebut, antara lain Adam Malik, Amirmachmud, Alamsyah, dan Idham Chalid.
Tapi yang lebih ramai lagi tampaknya spekulasi susunan kabinet periode 1983-1988. Banyak nama disebut oleh para "formatur" amatir. Toh, seorang pejabat tinggi memastikan, "Jangan terlalu berharap akan ada pergantian kabinet besar-besaran." Alasannya, Presiden Soeharto tetap ingin mempertahankan kesinambungan kebijaksanaannya selama ini. Beberapa menteri kabarnya memang akan diganti, tapi agaknya tidak akan ada tokoh partai politik yang akan "masuk".
Bagaimanapun lebih sulit memang memadamkan spekulasi calon menteri kabinet. Duga-dugaan itu antara lain memang turut didorong oleh pernyataan beberapa pejabat sendiri. Menteri Abdul Gafur, misalnya, mengatakan tahun 1982 merupakan kesempatan terakhir baginya dalam memimpin panitia nasional peringatan Hari Sumpah Pemuda. Kepada pers, dia menganjurkan "agar tetap bersikap membantu pejabat baru yang akan dipercayakan Kepala Negara untuk memegang jabatan Menteri Muda Urusan Pemuda".
Menteri Ali Moertopo dikabarkan pernah mengucapkan hal senada tatkala Festival Film Indonesia 1982 berlangsung. Tapi semua spekulasi yang beredar selama ini, menurut sumber tadi, "Cukup untuk membuat hangat pembicaraan di sela-sela pesta koktail." Sebab, kata dia, "Hanya Pak Hartolah yang paling mafhum."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo