Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Dunia Baru Penderita Kelumpuhan

Teknologi exoskeleton berkembang dengan majunya riset neurosains. Harapan baru bagi jutaan penyandang kelumpuhan tubuh bagian bawah.

9 Juni 2014 | 00.00 WIB

Dunia Baru Penderita Kelumpuhan
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Impian Miguel Nicolelis menolong penderita lumpuh segera terwujud. Ahli saraf asal Brasil ini tiga tahun lalu mengatakan akan mengembangkan setelan tubuh robot yang memungkinkan penyandang kelumpuhan tubuh bagian bawah atau paraplegia bisa berjalan lagi. Tidak perlu operasi otak ataupun bedah saraf tulang belakang. Cukup melalui pikiran, mereka dapat menggerakkan dan mengendalikan kaki seperti layaknya manusia normal.

Kini ucapan Nicolelis itu akan dibuktikan saat upacara pembukaan Piala Dunia, 12 Juni 2014. Di depan sekitar 70 ribu penonton yang menyesaki Stadion Arena Corinthians di Sao Paulo, Brasil, seorang remaja lumpuh akan bangkit dari kursi roda dan melangkah ke lapangan dalam balutan exoskeleton. Ia akan berjalan beberapa langkah, lalu menendang bola Brazuca untuk menandai dimulainya satu bulan perhelatan sepak bola akbar itu.

"Tendangannya akan semulus gerakan manusia. Tidak kaku seperti robot," kata Nicolelis dalam situs The Guardian, Selasa pekan lalu. Tendangan si remaja lumpuh yang juga disaksikan miliaran pasang mata di seluruh dunia itu akan menjadi demonstrasi publik besar-besaran pertama tentang exoskeleton—perangkat robotik berteknologi canggih yang menghubungkan pikiran dengan gerak tubuh.

Sebenarnya gambaran tentang exoskeleton dapat dilihat dalam film RoboCop. Detektif kepolisian Detroit, Alex Murphy, yang tubuh, kaki, dan tangannya hancur terkena bom mobil, dapat kembali dihidupkan dalam wujud manusia setengah robot. "Anda bukanlah diri Anda karena kaki, lengan, dan tangan Anda. Anda adalah Anda karena otak Anda," demikian kata Dr Dennett Norton dalam film berlatar tahun 2028 ini. Norton adalah ahli neurosains dari Omnicorp Foundation Rehab Ward yang "merakit" kepala Murphy dengan tubuh robot.

Exoskeleton buatan Nicolelis tentu belum secanggih RoboCop atau yang dikenakan Max. Pria 53 tahun yang bekerja di Duke University, North Carolina, Amerika Serikat, ini baru menggarap kerangka robotik versinya sejak Januari 2013 lewat proyek Walk Again. Kerja sama nirlaba internasional yang didukung pemerintah Brasil ini melibatkan ilmuwan dan insinyur dari sejumlah universitas, antara lain Duke University Center for Neuroengineering, Technical University of Munich, Swiss Federal Institute of Technology, dan Edmond and Lily Safra International Institute of Neuroscience of Natal di Brasil.

Sebelum diterapkan pada manusia, pengembangan teknologi exoskeleton sebenarnya telah dirintis pada 2003. Ketika itu, Nicolelis menemukan bahwa monyet rhesus bisa mengontrol pergerakan lengan virtual pada sebuah avatar hanya dengan aktivitas otak mereka. Avatar adalah model dua atau tiga dimensi yang menjadi representasi pengguna komputer tentang dirinya sendiri. Riset bertahun-tahun setelah itu lantas berujung pada uji coba exoskeleton pada manusia.

Nicolelis dan timnya melatih delapan pasien paraplegia berusia 20-35 tahun di sebuah laboratorium neurorobotika di Sao Paulo sejak November tahun lalu. Mereka awalnya dilatih dalam lingkungan virtual dengan simulator. Selanjutnya, para pasien yang kakinya lumpuh itu dilatih berjalan menggunakan exoskeleton. "Exoskeleton dikendalikan oleh aktivitas otak dan menyampaikan sinyal umpan balik kepada pasien," ujar Nicolelis kepada BBC pekan lalu.

Exoskeleton buatan Nicolelis terdiri atas komputer dalam wadah semacam ransel yang dipasang di punggung pasien. Peranti itu tersambung dengan kaki hidrolik yang menjadi tempat menempel dan bertumpu bagi kaki pasien. Untaian kabel menghubungkan komputer dengan sistem hidrolik, bagian yang berfungsi seperti otot kaki. Rangkaian kabel juga menghubungkan komputer dengan tudung kepala yang dilengkapi 32 elektroda electroencephalography.

Tiap elektroda berfungsi menangkap sinyal yang dipancarkan sel-sel saraf atau neuron di dalam otak pasien. Saat pengguna berpikir untuk menggerakkan kaki kanan, sinyal dari bagian otak yang memerintahkan gerakan kaki kanan diteruskan ke komputer di dalam ransel. Sinyal itu lantas diolah dan diterjemahkan untuk menggerakkan kaki hidrolik sebelah kanan. Demikian juga ketika menggerakkan kaki kiri atau keduanya secara bergantian.

Kaki robot bertumpu pada lempengan yang memiliki sensor untuk merasakan lingkungan seperti pada kaki manusia. Setiap kali kaki robot menyentuh lantai atau tanah, sensor akan mengirimkan sinyal tekanan ke sebuah vibrator elektronik di lengan pasien. Vibrator lantas merangsang kulit pasien. Lewat latihan rutin, otak pasien mulai menghubungkan gerakan kaki dengan getaran di lengan. "Pasien mengembangkan sensasi bahwa ia memiliki kaki dan bisa berjalan," ucap Gordon Cheng, anggota tim dari Technical University of Munich.

Nicolelis mengatakan, dalam uji coba, sejauh ini para pasiennya telah terbiasa dan tampak menyatu dengan exoskeleton yang dikenakan.

"Benda ini memang dibuat untuk saya," kata seorang pasien. Pasien lain yang mengalami lumpuh kaki akibat cedera tulang belakang mengatakan, dalam simulasi visual, "Saya merasa seperti sedang berjalan di pantai dan menyentuh pasir." Baterai di dalam ransel memungkinkan sang pasien mencicipi sensasi nyata berjalan dengan exoskeleton selama dua jam tanpa henti.

Sethu Vijayakumar, profesor bidang robotika di Edinburgh University, Skotlandia, mengatakan exoskeleton merupakan perkembangan alami untuk rehabilitasi orang lumpuh. Exoskeleton teknologi terbaik untuk menjembatani sisi manusia dan robot karena mampu melakukan gerakan berulang-ulang secara akurat. "Ini adalah sesuatu yang akan terjadi dan perlu terjadi," ujarnya.

Exoskeleton buatan Nicolelis bukanlah yang pertama di dunia. Perusahaan teknologi asal Israel, Argo Medical Technologies, misalnya, pernah memproduksi ReWalk. Exoskeleton ini dirasakan manfaatnya oleh Radi Kaiof, 47 tahun, yang kakinya lumpuh akibat cedera saat perang tahun 1988. "Sebelumnya, saya tidak pernah bermimpi akan dapat berjalan lagi," kata veteran tentara Israel ini seperti dikutip Dailymail.

Contoh lain muncul dari University of California di Berkeley, Amerika Serikat, yang mengembangkan BLEEX atau Berkeley Lower Extremity Exoskeleton. Proyek yang didanai oleh badan riset Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DARPA) ini menghasilkan exoskeleton untuk militer, petugas mitigasi bencana, dan pemadam kebakaran serta buat keperluan sipil lainnya. Exoskeleton itu antara lain ExoHiker, ExoClimber, Human Universal Load Carrier (HULC), eLEGS, dan Austin.

Di Sao Paulo, Nicolelis masih terus menyempurnakan exoskeleton yang dirakitnya dari bahan polimer dan aluminium menggunakan teknologi cetak tiga dimensi. Ia melihat Piala Dunia 2014 sebagai momentum untuk menandai era baru kemajuan neurosains di Brasil. Lewat teknologi exoskeleton, tongkat dan kursi roda bagi jutaan orang lumpuh bakal masuk museum alias tidak akan dipakai lagi. "Ini merupakan langkah simbolis untuk pendekatan baru merawat pasien kelumpuhan," katanya.

Mahardika Satria Hadi


Anatomi dan Cara Kerja Exoskeleton

Catu daya bersama sistem hidrolik dalam ransel menggerakkan kaki exoskeleton. Baterai mampu menghidupkan exoskeleton hingga dua jam.

Komputer di dalam ransel mengubah sinyal EEG dari otak dan menerjemahkannya menjadi perintah untuk exoskeleton.

Tudung kepala yang dilengkapi 32 elektroda untuk menangkap sinyal electroencephalography (EEG) dari otak.

  • Pasien duduk di kursi roda.
  • Pasien berdiri dan berjalan.
  • Pasien menendang bola.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus