Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi

Diskusi Terbuka NU-Muhammadiyah

Diskusi terbuka nu-muhammadiyah di tempo menampilkan beberapa tokoh dari kedua organisasi ini, dan beberapa pengamat. untuk bahan laporan utama.(sdr)

22 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMULAI hari baik, saat orang sibuk pulang kampung, saat anak-anak berbaju baru, kami mengisinya dengan yang terbaik pula. Di tangan Anda, kini tersaji laporan utama NU-Muhammadiyah. Suatu laporan yang sudah tentu - seperti keinginan kami - tak mempertentangkan keduanya, tapi justru melihat titik temunya. Mudahkah mengerjakan itu? Ternyata, tidak. Sewaktu memulai, kami sadar bahwa mengerjakan laporan utama ini tak semudah pada berita hari-hari biasa. Sungguh, sekadar wawancara belum cukup kuat untuk menggali masalah. "Kalau begitu, harus ada diskusi," kat. Syu'bah Asa, pengelola rubrih Agama, yang menuliskan laporan utama ini. Maksudnya tentu, diskusi TEMPO dengar ahli yang lebih menguasai persoalan. Awal bulan Puasa diskusi terlaksana. Selama dua malam, orang NU dan orang Muhammadiyah hadir di TEMPO. "Arsip hidup" Muhammadiyah, H.S Prodjokusumo, membongkar catatan lama dalam benaknya mengungkap apa yang mendorong lahirnya Muhammadiyah, dan apa yang telah dikerjakan organisasi itu untuk menggapai idenya. Lainnya, H. Penouh Daly dan H. Lukman Harun, membeberkan hal yang tak banyak diketahui umum: bagaimana Majelis Tarjih Muhammadiyah pun menggunakan bertumpuk kitab kuning sebagai rujukan hukum, juga bagaimana organisasi itu mengelola puluhan ribu sekolah dan ratusan rumah sakit. NU menghadirkan H.Z.A. Noch. Tokoh ini begitu menguasai perkembangan Islam di Jawa, suatu kultur yang melatarbelakangi dan tak terpisahkan dari NU. Malah, dia bisa bertutur dengan baik tentang Mas Dahlan, pendiri Muhammadiyah, karena sama-sama lahir dari lingkungan Keraton Yogya. H.M. Zamroni menambahkan tentang masalah khilafiyah, dan sejarah politik organisasinya. Keterlibatan pengamat juga membantu kami dalam menguasai masalah. Dalam diskusi ini ada Zamakhsyari Dhofier, yang mendalami tradisi pesantren. Juga H. Ridwan Saidi, yang sempat memasalahkan bid'ah baru, kian memperjelas persoalan. Lalu, usal diskusi, para reporter masih menyebar, mewawancarai pimpinan kedua organisasi. Sempat pula kami mewawancarai Sejarawan Dr. Taufik Abdullah, yang sedang berada di Amerika, sekadar bertanya apakah pendiri kedua organisasi itu berinduk pada guru yang sama, dan mengapa kemudian berbeda coraknya. Untuk menyusun laporan utama, bukan kali ini saja kami mengadakan diskusi. Tepat dua tahun lalu, kami juga mengadakannya untuk laporan utama Ekonomi Islam. Berikutnya, dalam kesempatan yang berbeda, beberapa tokoh nasional - seperti Sarwono Kusumaatmadja, Anwar Nasution, Hadi Soesastro, dan Abdurrahman Wahid - pernah hadir di TEMPO menyumbangkan pemikirannya, yang kemudian disuguhkan buat Anda sebagai laporan utama. Begitu juga kali ini. Diskusi mendalam dan serangkaian wawancara menghasilkan tulisan yang lengkap, jelas, yang kini tersaji di hadapan Anda: Akankah NU dan Muhammadiyah kian mendekat, saling mengisi, tetap dalam corak masing-masing? Suatu laporan yang khusus kami siapkan untuk nomor idulfitri. Minalaidin walfaizin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus