TULISAN Lain Gertak Lain Vonisnya (TEMPO, 1 Juni, Hukum) menggugah saya memberikan komentar. Kasus pajak Jos Soetomo, saya kira, berbeda dengan kasus pajak PT Kalisco dan PT Tobusco. Kasus Jos Soetomo lebih banyak menyangkut masalah bea masuk yang dikelola Ditjen Bea dan Cukai dan masalah-masalah bea balik nama kendaraan bermotor/pajak-pajak kendaraan bermotor milik perusahaan, yang jumlahnya, konon, ratusan yang belum dilunasi selama bertahun-tahun. Yang terakhir itu dikelola Pemda Kalimantan Timur cq. Dinas Pendapatan Daerah Kalimantan Timur. Kasus PT Kalisco dan PT Tobusco adalah kasus murni penyelundupan pajak, yakni pajak perseroan yang menurut Undang-Undang Pajak baru bernama Pajak Penghasilan Badan - ini dikelola Direktorat Jenderal Pajak. Kedua kasus itu divonis bebas. Namun, kalau kita memperhatikan lebih jauh, ada kelainan dalam kesamaannya. Dalam kasus PT Kalisco dan PT Tobusco, jumlah pajaknya yang terutang beserta seluruh dendanya yang berjumlah lebih dari Rp 2 milyar itu telah dibayar. Dengan demikian, vonis bebas terhadap penanggung jawab kedua perusahaan itu cukup wajar, lebih-lebih kalau tuduhan itu dikaitkan dengan Undang-Undang Antikorupsi. Hakim punya alasan kuat, tuduhan itu tidak terbukti. Dan, saya kira, memang bukan tujuan Direktorat Jenderal Pajak memenjarakan wajib pajak sepanjang kewajiban pajaknya bisa terbayar. Ancaman pidana kurungan, tampaknya, hanya merupakan upaya terakhir agar jumlah utang pajaknya dapat dibayar. Kelak, dengan tebersitnya harapan bahwa peranan pajak akan mampu menggantikan peranan minyak sebagai sumber penerimaan terbesar dalam negeri jelas bahwa fungsi budgetair amat dominan. Karena itu, agar fungsi itu berhasil, kiranya menjadi bahan pemikiran para ahli, terutama yang terlibat langsung dengan masalah penerimaan, agar Direktur Jenderal Pajak mempunyai wewenang menghentikan perkara tindak pidana fiskal bila utang pajak beserta seluruh dendanya telah dilunasi. Sebab, kalau tidak demikian, wajib pajak tidak akan mau membayarnya manakala ia yakin bahwa ia toh tetap dipidana walaupun utang pajaknya telah dibayar. Memang, bisa timbul kritik: kalau tindak pidana (fiskal) dapat dihentikan, wajib pajak akan mencoba lagi menyelundup sementara dia makin pintar bermain "silat" acoounting-nya. Sebab, kalau ketahuan, paling-paling pajaknya dibayar. Untuk kasus semacam itu, semestinya Dirjen Pajak tetap melanjutkannya ke pengadilan, sementara itu, utang pajaknya ditagih dengan cara sita dan lelang berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak Negara yang masih berlaku. Tapi akan berjalan muluskah harapan itu? POERWADI Jalan Soa Ema Ambon
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini