Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan itu juga telah gagal memberikan keterangan lokasi geografis letak tambang tersebut, seperti disebutkan pada paragraf ketiga: ”Limbah keruh itu berasal dari pengolahan bijih di Ertsberg, Tembagapura.” Orang yang pernah berkunjung ke tambang itu akan tahu bahwa bijih tersebut tidak diolah di Ertsberg. Dan kota ini tidak terletak di Tembagapura. Dalam paragraf pertama disebutkan: ”…dari dataran tinggi Timika di jantung Irian hingga jauh ke selatan di lautan Arafura, hanya hamparan lumpur yang terlihat….” Mungkin reporter yang dikirim ke Timika lupa bahwa Timika itu terletak hanya satu meter di atas permukaan laut. Dari Timika pasti seseorang tidak akan mungkin dapat melihat ”hanya” hamparan lumpur lautan Arafura karena berada pada dataran yang sama.
Dalam caption foto disebutkan: ”Pembuangan limbah hasil olahan tambang di Timika.” Padahal, pada gambar itu yang tampak bukanlah lumpur, tailing, atau sebutan lainnya, melainkan batu tambang yang dijatuhkan ke tempat penimbunan bijih sebelum diolah lebih lanjut. Tidaklah mungkin sebuah buldoser dapat bertengger di atas lumpur sebagaimana terlihat dalam gambar. Sebagai penutup, TEMPO sebagai suatu media massa tampaknya tidak melakukan kebijakan cover both sides, sehingga hasil pengamatannya tidak profesional. Atau mungkin semuanya ini menjadi berimbang dengan kalimat terakhir dalam tulisan Freeport II: ”Yang pasti, di belantara Irian, ancaman kerusakan lingkungan mungkin tak sebesar pencemaran limbah pabrik ke sungai-sungai penuh penduduk di Jawa.”
AMIR HAMZAH
Jalan Duta 7 HH9, Kemang Pratama
Bekasi 17116
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo