Dalam tulisan "Sejuta Kendala di Grand Hyatt" (TEMPO, 18 Januari 1992, Kontak Pembaca) Bapak Kaligis mengeluh terhadap pelayanan di hotel kami. Aduh, Pak Kaligis, makan es krim ihornr, bukan hanya hotel Grand Hyatt Jakarta yang melarangnya, tapi juga hotel-hotel lain. Dan soal rokok, ya ampun, Bapak, memang dijual di outlet restoran kami. Namun, jika orang membuang abu rokok di hotel sembarang, lalu siapa yang malu? Maunya kami, sih, sadar sendiri, tak usah ditegur-tegur. Soal baby sitter. Kami sangat menghargai budaya dan tradisi Indonesia. Namun, sudah menjadi tradisi di Grand Hyatt Hotel, bahwa baby sitter diharuskan memakai baju biasa saja seperti tamu-tamu lain. Kami yakin, teguran yang kami sampaikan sopan, kan? Dalam tulisan itu, kami membaca bahwa bule-bule yang bercelana pendek bebas dari teguran. Sebetulnya, kami sudah memberitahukan kepada petugas yang bekerja pada malam tahun baru itu, agar mencegah orang-orang yang berpakaian tidak sopan, baik orang Indonesia maupun orang kulit putih, sesuai dengan standar hotel kami, yakni hotel bisnis. Bila dilihat kembali suasana pada hari-hari tahun baru tersebut, ternyata petugas kami telah berhasil mengamankan dan menciptakan suasana yang diharapkan oleh para tamu. Perlu diketahui, pada malam itu tamu-tamu yang datang ke Grand Hyatt Jakarta sebanyak 3.000 orang. HENNY VERHAGE UDY Marketing Communication Manager Grand Hyatt Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini