Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Gudang Peluru itu Meledak Lagi

10 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ledakan terjadi di gudang amunisi milik Komando Pasukan Katak (Kopaska) Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu pagi pekan lalu. Suaranya terdengar hingga radius 3 kilometer. Insiden seperti itu bukan yang pertama. Kejadian itu mirip dengan kecelakaan 30 tahun lalu di gudang peluru milik Marinir Angkatan Laut, Jalan Cilandak KKO, Jakarta Selatan, yang ditulis Tempo edisi 3 November 1984.

Di kompleks Marinir itu ada enam gudang peluru yang berisi berjenis-jenis bom, peluru, ranjau, dan granat. Ada juga sejumlah ranjau untuk tank dan peluru roket berjarak tembak 15 kilometer. Bila peluru ini meledak, menurut sumber Tempo, seorang anak yang berada 100 meter dari ledakan akan muntah darah dan jantungnya tergetar.

Memang musibah ini tak sedahsyat film The Day After, tentang ledakan bom nuklir. Tapi, dalam radius 2 kilometer dari gudang yang meledak, kaca rumah habis rontok. Rumah Sakit Fatmawati, sekitar 2,5 kilometer dari pusat bencana, panik. Bukan hanya kaca jendela kamar yang pecah, langit-langit eternit banyak yang copot dan lampu-lampu neon pun jatuh pecah. Tak lama setelah terdengar ledakan pertama, sebuah peluru nyasar ke bangunan rumah sakit bagian belakang. Peluru tak meledak, tapi terjadi kebakaran kecil yang bisa dipadamkan. Tak ada korban.

Penduduk? Mirip zaman perang, di tengah rangkaian bunyi ledakan, di tengah desing peluru, penduduk kawasan Cilandak mengungsi menjauhi sumber bencana. Di sisi timur, penduduk lari ke arah Pasar Minggu. Dibuka pos darurat: di Stasiun Pasar Minggu, di masjid sekitar kawasan itu, di sebuah sekolah dasar di utara pertigaan Jalan Pasar Minggu dan Kalibata.

Di kompleks Marinir AL itu sendiri suasana bak medan perang. Empat mobil pemadam kebakaran didatangkan sesegera mungkin. "Tapi, begitu kami akan menyemprotkan air ke arah kebakaran," tutur Sanwani, 29 tahun, salah seorang petugas pemadam kebakaran, "terdengar rentetan letusan seperti senapan mesin." Mereka pun balik kanan.

Para anggota Marinir (di kompleks itu ditempatkan enam batalion), yang pada saat itu sudah berpakaian lengkap, beransel, dan bersenjata, ikut menghambur menyelamatkan diri. Sebagian berupaya menyelamatkan tank dan panser. Mungkin mereka sebenarnya sedang bersiap latihan.

Dari laporan radio 2 meter pada gelombang 144.810 KH diketahui bahwa Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani, Pangdam V Jaya Mayor Jenderal Try Sutrisno, Kepala Kepolisian RI Jenderal Anton Sudjarwo, dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Mayjen Soedarmadji meninjau langsung ke sekitar lokasi.

Di Rumah Sakit Pertamina, tercatat korban luka dan dua orang tewas. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, 11 orang terluka dan 6 tewas. Salah seorang korban tercatat sebagai anggota staf Sekjen Departemen Pertanian bernama Muchlis Darisan. Muchlis dan para sejawatnya sedianya akan mengikuti penataran informasi data sampai Rabu pekan itu di Wisma Tani Pasar Minggu.

Ledakan ini bukan yang pertama kali. Juli sebelumnya, di gudang peluru Marinir AL ini juga terjadi kecelakaan. Tapi waktu itu ledakan tak begitu besar. "Saat itu yang meledak hanyalah gudang peluru bekas," kata Gubernur Soeprapto, yang juga meninjau ke Cilandak.

Yang bikin panik: kepala peluru jatuh di daerah yang lebih jauh, di kompleks perumahan Kopassandha, Cijantung I dan II. Soalnya di antara dua kompleks ini pun ada gudang peluru. Seandainya sebuah kepala peluru nyasar menghantam gudang, kemungkinan besar gudang itu pun akan meledak. Untunglah, lima kepala peluru yang jatuh di sekitar kompleks tak menghantam gudang. Tapi seorang penduduk kabarnya tewas terkena peluru nyasar.

Peristiwa ini terjadi menjelang HUT Marinir ke-39, 15 November. Dan sebenarnya Selasa pagi pekan itu akan diadakan khitanan massal, yang terpaksa dibatalkan. Hingga Selasa, masih banyak yang bingung mencari sanak keluarganya. Di Pasar Minggu, pelawak Srimulat, Gepeng, mondar-mandir dengan mobilnya. "Saya mencari keluarga istri saya yang tinggal di Pejaten, entah mereka mengungsi ke mana," katanya. Sekali ini ia tak melawak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus