Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bus Bobrok Birokrat Berkarat

10 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYEBAB bobroknya ratusan bus Transjakarta yang didatangkan dari Cina tentu saja bukanlah air laut. Udar Pristono, ketika masih menjabat Kepala Dinas Perhubungan DKI Jaya, pernah menyampaikan alasan serampangan ini setelah beberapa komponen kendaraan itu ternyata karatan. Bus dikirim melalui jalur laut, mengarungi samudra berombak dahsyat, dus, kecipratan air asin itu.

Dalih ini tentu saja tipu-tipu belaka. Soalnya, yang reot bukan sekadar dinding bus, bagian kendaraan yang katakanlah paling mungkin tersiram air garam. Pengecekan terhadap fisik bus-bus itu membuka borok yang lebih gawat. Selain kepala aki, radiator dan velg-nya berkarat, penyejuk udaranya bocor, tali kipas AC putus, lampu indikator bensin mati, kompresor berjamur, sambungan bus gandeng atau harmonikanya tak bisa ditutup rapat, dan bererot cacat lainnya. Singkat kata, bus-bus itu tak layak beroperasi.

Sudah sepatutnyalah, menyusul skandal ini, Gubernur Joko Widodo memberhentikan Udar. Pejabat inilah yang semestinya bertanggung jawab atas pengadaan bus yang, menurut pernyataan para petinggi di dinas itu, dilakukan melalui lelang terbuka. Pejabat lain yang seharusnya sedari awal mencegah kebobrokan adalah Kepala Inspektorat DKI Franky Mangatas. Kalau saja proyek ini dikawal sejak dini, niscaya penyimpangan bisa dihindari. Baru belakangan mereka pontang-panting membikin "pemetaan masalah" setelah heboh karatan itu mencuat.

Lembaga pengawas internal nyatanya tak berani menyebut nama-nama pejabat yang lancung dalam proyek senilai lebih dari Rp 1 triliun ini. Mereka cuma menyebut indikasi kejanggalan saat tender dibuka, pemenang ditentukan, dan barang diterima. Keanehan ini perlu ditelusuri. Boleh jadi para pejabat inspektorat terlibat dalam sengkarut tender bus abal-abal ini.

Harapan selanjutnya bertumpu pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Badan itu tahun lalu telah merekomendasikan agar tender dihentikan. Badan Pengawasan selanjutnya kudu bisa menghitung kerugian negara akibat skandal ini. Tak lagi bisa dipakai, beberapa bus bahkan langsung mogok pada hari pertama setelah diluncurkan. Harga satuannya juga kelewat mahal jika dibandingkan dengan bus sejenis dari Eropa dan Amerika.

Tampaknya, tender telah direkayasa. Prosesnya dirancang dengan persyaratan yang sengaja membatasi produsen ikut serta. Sumber majalah ini mencontohkan ada dua perusahaan tak kompeten-salah satunya perusahaan konstruksi-yang menjadi pemenang paket pengadaan bus gandeng. Dua perusahaan ini mensubkontrakkan proyek kepada agen tunggal pemegang merek bus asal Cina.

Perbuatan jahat ini harus diusut tuntas. Temuan Badan Pengawasan kelak bisa dijadikan bahan penguat Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sedang melakukan investigasi. Pola kongkalikongnya tampaknya tak bergeser dari lagu lama: tender-tenderan dan markup harga. Modus ini rasanya tak sulit diinvestigasi Komisi. Siapa pun yang terlibat harus dihukum setimpal.

Getir pembelian bus tak boleh terulang. Bisnis gurih ini harus dikelola secara profesional, tak cuma ditangani unit pengelola di bawah kendali Dinas Perhubungan. Pemerintah DKI perlu membentuk badan usaha milik daerah yang mandiri. Jaringan Transjakarta merupakan moda transportasi bus terbesar di dunia. Sedikitnya dibutuhkan 650 bus dengan 12 koridor yang melayani rute lebih dari 184 kilometer.

Pengadaan bus sebaiknya diubah agar diperoleh kendaraan yang lebih murah dengan proses tender yang lebih akuntabel. Bus-bus itu cukuplah diperoleh PT Transjakarta lewat skema sewa beli atau leasing. Biaya perawatan biarlah menjadi tanggung jawab penyedia barang. Pemerintah cukup berkonsentrasi pada pengelolaan rute: tersedianya bus di halte pada menit yang ditentukan agar tak terjadi penumpukan penumpang.

Lupakanlah bus-bus karatan dari Negeri Tiongkok itu. Tengoklah produsen ternama yang sudah teruji dari Eropa dan Amerika. Meski awalnya terkesan mahal, dengan masa pakainya yang lebih lama, biaya per satuan bus jadi murah juga. Jangan tergoda mencari barang murah tapi akhirnya membawa bencana.

Gubernur Jokowi harus tegas terhadap pejabat berkarat yang telah mendatangkan bus-bus bobrok itu. Dugaan keterlibatan anggota tim suksesnya dalam pemilihan kepala daerah Solo dan DKI lalu harus pula diklarifikasi. Mumpung baru uang mukanya yang dibayar, bagi pemenang tender yang "nakal", pembayaran tak usah dilunasi. Tak seharusnya pemerintah DKI menanggung risiko akibat ulah mereka yang lancung dan wanprestasi.

berita terkait di halaman 29

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus