Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bisnis Tommy Soeharto ada di berbagai sendi-sendi usaha.
Usaha Tommy meroket di tengah kebijakan pembatasan pinjaman luar negeri.
Tommy mendirikan perusahaan konsorsium BPPC.
NAMA Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto kembali mencuat belakangan ini. Kali ini bukan karena sepak terjangnya di dunia politik kontemporer, melainkan lantaran perkara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tommy sudah tiga kali tak datang memenuhi panggilan Satuan Tugas BLBI. Terakhir pada Kamis, 26 Agustus 2021, ia hanya mengirim utusan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tommy merupakan satu dari 48 obligor yang dikejar pemerintah dalam kasus BLBI senilai Rp 110,45 triliun. Ia memiliki utang Rp 2,6 triliun kepada negara lewat PT Timor Putra Nasional, salah satu lini bisnis Tommy di dunia otomotif. Selain di otomotif, artikel majalah Tempo edisi 5 Oktober 1991 berjudul “Rally Tommy Bersama Humpuss” menulis tentang gurita bisnis Tommy di berbagai lini. Berikut ini isi artikelnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah kebijakan uang ketat dan pembatasan pinjaman luar negeri, bisnis Tommy Soeharto dan Humpuss terus melaju. Kok bisa? Sejak awal tahun ini, tampaknya, tak ada pengusaha yang dapat menyaingi popularitas Tommy. Pemuda yang murah senyum itu, dan sering berada di rally mobil, kini seperti mengambil ancang-ancang untuk melaju di dunia usaha.
Sepanjang pekan lalu Tommy melakukan lompatan-lompatan dalam bisnisnya. Grup Humpuss, yang dipimpin Tommy, baru mendapat lampu hijau dari Departemen Perhubungan untuk membangun bandar udara internasional Medan. Nilainya Rp 1,2 triliun. Sementara pendanaannya sedang diusahakan oleh sindikasi bank Jepang, Humpuss melobi pemerintah agar Sempati diizinkan menerbangi rute Jakarta-Taipei.
Dalam rentetan panjang aktivitas bisnisnya, April lalu, Humpuss juga sudah merebut proyek pembangunan terminal peti kemas III dan IV di Jakarta. Proyek ini membutuhkan dana Rp 1,6 triliun dan akan dibangun Humpuss bersama PT Samudera Indonesia.
Humpuss juga membangun pabrik metanol di Bontang, Kalimantan Timur, pabrik PTA (purified terephthalic acid), dan pabrik pupuk urea di Cikampek, Jawa Barat. Ketiga proyek petrokimia tersebut bernilai US$ 787 juta. “Sebagian akan dipinjam dari perbankan dan 30 persen ditanggung oleh pemilik,” tutur Direktur Muda Bidang Perencanaan Humpuss Bernardino M. Vega.
Humpuss memiliki saham di 26 perusahaan, 15 di antaranya anak perusahaan (Humpuss sebagai pemegang saham mayoritas) dan 11 perusahaan afiliasi (Humpuss bukan pemegang saham mayoritas). “Dalam buku manajemen mana pun dikatakan bahwa tidak mungkin kita menguasai semua bidang,” kata Bernardino.
Menurut Bernardino, Humpuss bergerak di sekitar tiga pilar bisnis, yakni bidang transportasi, industri petrokimia, dan eksplorasi-produksi-pemasaran energi. Di sektor transportasi, Humpuss antara lain memiliki saham di PT Gatari (penerbangan carter), PT Sempati (penerbangan berjadwal), PT Sewu Freight Forwarder (ekspedisi muatan), Marga Mandala Sakti (jalan tol), dan Samudera Reksa Buana (pembangun Pelabuhan Tanjungpriok).
Di bidang petrokimia, Humpuss mempunyai lima anak perusahaan, yakni PT Kaltim Methanol (saham 80 persen), PT Humpuss Mandala Perkasa (saham 35 persen), PT Hamparan Rezeki (saham 14 persen), PT Pupuk Kujang II (saham 25 persen), dan PT PTA Indonesia (saham 10 persen). Di bidang perminyakan, Humpuss memiliki PT Humpuss Patragas (saham 100 persen) dan PT Perta Oil Marketing (saham 25 persen).
Selain ketiga pilar tersebut, masih ada sepuluh anak perusahaan, seperti PT Humpuss Madya Pratama (di bidang iklan), Radio Taman Mini (radio), PT Rante Mario (kayu), Makara Dewa Wisesa (udang), Satya Siaga Insurance (asuransi), PT Guna Mandala Utama (agrobisnis), dan PT Wisma Purnayudha Putra (properti).
Sebagai bos, Tommy cekatan membawa dirinya sebagai pengusaha yang profesional. Ia berbicara lancar tentang tata niaga cengkih dengan membidani perusahaan konsorsium Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh. Begitu pula sewaktu menghadapi pengusaha kretek. “Para pengusaha kretek mitra bisnis kita. Kita tunggu saja sampai stok mereka habis, nanti juga datang,” ujar Tommy.
https://majalah.tempo.co/edisi/1068/1991-10-05
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo