Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Gustam Menanam Jamur

Ir. hasyim gustam, seorang sarjana kimia lulusan ITB tertarik pada perkebunan jamur. Ia membuka usaha perkebunan jamur dan untuk memasyarakatkan jamur dia membuka usaha pembibitan & kursus jamur.

10 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERAWAKANNYA tetap tegap, meskipun rambut di kepalanya semakin menipis. Dia, Ir. Hasyim Gustam, 48 tahun, seorang sarjana kimia lulusan ITB tahun 1962. Tak lama setelah menyelesaikan sekolahnya, dia tertarik pada perkebunan jamur yang diproduksi PT Mantrust di Pegunungan Dieng. Kemudian dilihatnya pula kebun jamur di Bekasi, milik seorang pengusaha dari Taiwan. Tapi ia tetap belum menemukan rahasia membiakkan jamur. Karena cara pembiakan jamur waktu itu masih sangat dirahasiakan. Ketika Gustam menjadi pegawai Departemen Perindustrian, ia mengunjungi Jepang dan Taiwan. Di situlah dia melihat cara-cara bertanam jamur di atas jerami dan kayu. Sejak ini, timbul tekadnya untuk mengembangkan tanaman jamur dan sekaligus memasyarakatkannya. Untuk itu, ia menjual rumah, perhiasan, kendaraan. Bahkan melepas statusnya sebagai pegawai negeri. Terkumpul modal sejumlah Rp 15 juta. Masih kurang. Untung kemudian ia mendapat KIK Rp 10 juta. Ia menyewa tanah 3 ha di Ciloto, Jawa Barat. Pada 1979, hasilnya sudah tampak. Sebulan setelah bibit jamur disemai, panen pertamanya berhasil. Kini, hasil bersih dari jamur saja tidak kurang dari Rp 2 juta/bulan dikantunginya. "Dan sampai pukul 12 malam, masih saja ada yang datang untuk membeli jamur," ujarnya dengan bangga. Untuk memasyarakatkan jamur, pada 1980, dia membuka usaha pembibitan lalu membuka kursus jamur, cuma 6 hari. "Kursus saya adakan karena prospek pemasaran jamur cukup cerah," kata Gustam. Permintaan jamur semakin meningkat setiap hari. Dan untuk memenuhi permintaan tersebut, jelas memerlukan areal tanah yang tidak sedikit. "Karena itu, marilah kita bertanam jamur." Dan berdirilah Ikatan Petani Jamur Indonesia (IPJI) tahun lalu di Bandung. Organisasi ini kini beranggota 350 orang. Tradisional & Konvensional Ternyata sukses-sukses juga dicapai oleh bekas pengikut kursus itu. Haji Edeng Rachmat, di Rangkasbitung, Banten, misalnya. Di pekarangan rumahnya yang cuma 80 mÿFD, haji ini memungut 136,50 kg jamur pada panen pertama. Dengan harga Rp 1.500/kg, Haji Edeng selalu didatangi pedagang. Suyatna, 41 tahun, petani jamur di Paseh, Majalaya, Bandung berkebun di atas tanah seluas 150 mÿFD. Hasilnya kini bisa sampai 6 kg tiap mÿFD. Jamur, termasuk jenis tanaman yang mudah dan cepat berproduksi. Misalnya menanam jamur merang dengan sistem tradisional. Bahan bakunya cukup dengan jerami, kapur, bekatul dan bibit jamur. Proses kompos dan pembibitan sekitar 8-10 hari. Setelah 15 hari, baru panen. Untuk sistem ini, jamur yang dihasilkan cuma 2-3 kg tiap mÿFD. Sistem konvensional bisa mencapai 10 kg tiap mÿFD. Meskipun masa panennya lebih lama (sekitar seminggu) dan formulanyajuga lebih beragam. Karena selain jerami, lapur dan bekatul, dalam sistem ini dipakai pula pupuk kandang, urea, ZA, TSP, Kalsium. Jamur kayu bisa dibiakkan di dalam rumah. Bahan baku yang dipakai adalah cabang kayu kering bergaris tengah sekitar 15 cm. Dari mengeringkan kayu sampai panen, menelan waktu sekitar 4 bulan. Tetapi musim panennya juga lebih lama, bisa 24 sampai 30 bulan! Gustam menanam juga jamur kayu Shiitake, yang berwarna cokelat muda dan berbentuk seperti parasut. Lebar daun jamur Shiitake sekitar S cm, berbau wangi dan hanya bisa tumbuh di iklim yang berpanas tertinggi 20 derajat Celcius. Di kehun jamurnya di Ciloto Gustam, menanam Shiitake hanya di bulan November sampai Desember. Di Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Barat, tumbuh pula Jamur Jenis ini. "Dan Shiitake adalah raja dari segala jamur," tulis Dr. Kisaku Mori dari Kyoto University, Jepang, dalam bukunya Mushrooms as Health Food (lihat box) Orang Jepang percaya bahwa Shiitake selain bisa mengobati berbagai penyakit, juga bisa jadi obat kuat (sex power)! Karena itu, harga jamur jenis ini di pasaran mulai Rp 8.000/kg (basah) sampai Rp 25.000/kg (kering). Jamur Shimeiji berwarna merah muda atau putih bersih, berbentuk kukusan. Khasiatnya tak kalah dengan Shiitake. Walau harganya lebih murah. Menurut Gustam, pasaran jamur di Indonesia kini sudah cukup baik. "Bahkan permintaan selalu lebih besar daripada produksi jamur," katanya. Diperkirakannya keperluan jamur untuk Jawa Barat saja ada 25 ton per hari. Jumlah ini belum dicapai oleh petani jamur di daerah itu. Permintaan dari luar negeri juga cukup besar. Singapura Juni lalu minta dikirimi 3 ton setiap hari. Belum lagi permintaan dari Australia dan beberapa negara Eropa. Semua permintaan ini belum bisa dipenuhi. Karena konsumen di dalam negeri saja belum bisa terpenuhi. Restoran-restoran di kota-kota besar Indonesia berebut mencari jamur. Belum lagi tukang bakso keliling yang sebagian sudah mulai mencampur jamur merang dalam jualannya. Jamur memang bisa dimasak: mulai dari pepes sampai dicampur dengan bistik daging sapi sebagai hidangan yang cukup mahal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus