PERAWAKANNYA tetap tegap, meskipun rambut di kepalanya semakin
menipis. Dia, Ir. Hasyim Gustam, 48 tahun, seorang sarjana kimia
lulusan ITB tahun 1962. Tak lama setelah menyelesaikan
sekolahnya, dia tertarik pada perkebunan jamur yang diproduksi
PT Mantrust di Pegunungan Dieng.
Kemudian dilihatnya pula kebun jamur di Bekasi, milik seorang
pengusaha dari Taiwan. Tapi ia tetap belum menemukan rahasia
membiakkan jamur. Karena cara pembiakan jamur waktu itu masih
sangat dirahasiakan.
Ketika Gustam menjadi pegawai Departemen Perindustrian, ia
mengunjungi Jepang dan Taiwan. Di situlah dia melihat cara-cara
bertanam jamur di atas jerami dan kayu. Sejak ini, timbul
tekadnya untuk mengembangkan tanaman jamur dan sekaligus
memasyarakatkannya.
Untuk itu, ia menjual rumah, perhiasan, kendaraan. Bahkan
melepas statusnya sebagai pegawai negeri. Terkumpul modal
sejumlah Rp 15 juta. Masih kurang. Untung kemudian ia mendapat
KIK Rp 10 juta. Ia menyewa tanah 3 ha di Ciloto, Jawa Barat.
Pada 1979, hasilnya sudah tampak. Sebulan setelah bibit jamur
disemai, panen pertamanya berhasil. Kini, hasil bersih dari
jamur saja tidak kurang dari Rp 2 juta/bulan dikantunginya. "Dan
sampai pukul 12 malam, masih saja ada yang datang untuk membeli
jamur," ujarnya dengan bangga.
Untuk memasyarakatkan jamur, pada 1980, dia membuka usaha
pembibitan lalu membuka kursus jamur, cuma 6 hari. "Kursus saya
adakan karena prospek pemasaran jamur cukup cerah," kata Gustam.
Permintaan jamur semakin meningkat setiap hari. Dan untuk
memenuhi permintaan tersebut, jelas memerlukan areal tanah yang
tidak sedikit. "Karena itu, marilah kita bertanam jamur." Dan
berdirilah Ikatan Petani Jamur Indonesia (IPJI) tahun lalu di
Bandung. Organisasi ini kini beranggota 350 orang.
Tradisional & Konvensional
Ternyata sukses-sukses juga dicapai oleh bekas pengikut kursus
itu. Haji Edeng Rachmat, di Rangkasbitung, Banten, misalnya. Di
pekarangan rumahnya yang cuma 80 mÿFD, haji ini memungut 136,50 kg
jamur pada panen pertama. Dengan harga Rp 1.500/kg, Haji Edeng
selalu didatangi pedagang.
Suyatna, 41 tahun, petani jamur di Paseh, Majalaya, Bandung
berkebun di atas tanah seluas 150 mÿFD. Hasilnya kini bisa sampai
6 kg tiap mÿFD.
Jamur, termasuk jenis tanaman yang mudah dan cepat berproduksi.
Misalnya menanam jamur merang dengan sistem tradisional. Bahan
bakunya cukup dengan jerami, kapur, bekatul dan bibit jamur.
Proses kompos dan pembibitan sekitar 8-10 hari. Setelah 15 hari,
baru panen. Untuk sistem ini, jamur yang dihasilkan cuma 2-3 kg
tiap mÿFD.
Sistem konvensional bisa mencapai 10 kg tiap mÿFD. Meskipun masa
panennya lebih lama (sekitar seminggu) dan formulanyajuga lebih
beragam. Karena selain jerami, lapur dan bekatul, dalam sistem
ini dipakai pula pupuk kandang, urea, ZA, TSP, Kalsium.
Jamur kayu bisa dibiakkan di dalam rumah. Bahan baku yang
dipakai adalah cabang kayu kering bergaris tengah sekitar 15 cm.
Dari mengeringkan kayu sampai panen, menelan waktu sekitar 4
bulan. Tetapi musim panennya juga lebih lama, bisa 24 sampai 30
bulan!
Gustam menanam juga jamur kayu Shiitake, yang berwarna cokelat
muda dan berbentuk seperti parasut. Lebar daun jamur Shiitake
sekitar S cm, berbau wangi dan hanya bisa tumbuh di iklim yang
berpanas tertinggi 20 derajat Celcius. Di kehun jamurnya di
Ciloto Gustam, menanam Shiitake hanya di bulan November sampai
Desember.
Di Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Barat, tumbuh pula Jamur
Jenis ini. "Dan Shiitake adalah raja dari segala jamur," tulis
Dr. Kisaku Mori dari Kyoto University, Jepang, dalam bukunya
Mushrooms as Health Food (lihat box) Orang Jepang percaya
bahwa Shiitake selain bisa mengobati berbagai penyakit, juga
bisa jadi obat kuat (sex power)! Karena itu, harga jamur jenis
ini di pasaran mulai Rp 8.000/kg (basah) sampai Rp 25.000/kg
(kering).
Jamur Shimeiji berwarna merah muda atau putih bersih, berbentuk
kukusan. Khasiatnya tak kalah dengan Shiitake. Walau harganya
lebih murah.
Menurut Gustam, pasaran jamur di Indonesia kini sudah cukup
baik. "Bahkan permintaan selalu lebih besar daripada produksi
jamur," katanya. Diperkirakannya keperluan jamur untuk Jawa
Barat saja ada 25 ton per hari. Jumlah ini belum dicapai oleh
petani jamur di daerah itu.
Permintaan dari luar negeri juga cukup besar. Singapura Juni
lalu minta dikirimi 3 ton setiap hari. Belum lagi permintaan
dari Australia dan beberapa negara Eropa. Semua permintaan ini
belum bisa dipenuhi. Karena konsumen di dalam negeri saja belum
bisa terpenuhi.
Restoran-restoran di kota-kota besar Indonesia berebut mencari
jamur. Belum lagi tukang bakso keliling yang sebagian sudah
mulai mencampur jamur merang dalam jualannya. Jamur memang bisa
dimasak: mulai dari pepes sampai dicampur dengan bistik daging
sapi sebagai hidangan yang cukup mahal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini