Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hak Jawab Agus Suparmanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMI bertindak untuk dan atas nama Agus Suparmanto menyampaikan hal-hal berikut ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majalah Tempo edisi 30 Maret-5 April 2020 menyajikan berita dengan judul “Jejak Fulus Menteri Agus” di versi cetak dan “Kisruh Proyek Menteri Agus” di versi online. Isi berita tersebut tidak benar dan mengandung unsur fitnah yang mencemarkan nama klien kami. Judul sampul serta kutipannya merupakan fitnah dan penghakiman terhadap klien kami, yang seolah-olah telah terbukti secara hukum terlibat bisnis patgulipat dengan keuntungan tidak wajar. Padahal sampai saat ini tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan demikian.
Tidak ada hubungan antara jabatan klien kami sebagai Menteri Perdagangan dan proyek Aneka Tambang (Antam) di Halmahera yang dikerjakan PT Yudistira Bumi Bhakti (PT YBB). Sebab, peristiwa itu terjadi pada 2001-2014, sementara klien kami baru dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019.
Pada halaman 61 tertulis: “Menteri Perdagangan Agus Suparmanto digugat ke polisi dengan tuduhan menipu... dugaan penggelembungan nilai proyek dengan keuntungan fantastis hingga Rp 2,9 triliun.” Di situs web: “Agus menjadi investor PT Yudistira Bumi Bhakti (PT YBB) yang mengeruk keuntungan tidak wajar hingga Rp 2,9 triliun dari proyek Antam di Halmahera, Maluku Utara.”
Berita ini sangat keliru karena klien kami tidak pernah mengeruk keuntungan secara tidak wajar dari proyek Antam di Halmahera. Klien kami adalah pengusaha yang mendanai sebagian biaya operasional yang diperlukan PT YBB dalam proyek mereka di Halmahera. Jika dari investasi tersebut klien kami mendapat keuntungan, itu wajar sebagai pengembalian atas investasi ataupun keuntungan dari dana yang diinvestasikannya. Klien kami melakukan perjanjian business-to-business dengan PT YBB dan selanjutnya disepakati pembagian keuntungan.
Pada halaman 62 paragraf ke-2 tertulis: “Kabar yang sampai ke Desa Buli: mantan Komisaris Yudistira, Yulius Isyudianto, melaporkan Agus Suparmanto, investor perusahaan itu, dengan tuduhan menggelapkan keuntungan perusahaan hasil menggali nikel di Tanjung Buli sebesar Rp 500 miliar. ‘Baru kali itu kami tahu perusahaan tersebut ternyata bukan punya Antam.... Bahwa salah satu pemilik YBB kini menjadi Menteri Perdagangan... milik Agus,’ ujar Slamet Kiye, penduduk Buli, kepada Tempo yang datang ke kampung itu pada 24 Maret lalu.”
Klien kami tidak pernah menggelapkan uang perusahaan seperak pun, apalagi sebesar Rp 500 miliar. Klien kami secara pribadi hanya mendapat keuntungan sebagai investor, sesuai dengan kesepakatan dengan pihak PT YBB. Klien kami juga bukan pemilik atau pemegang saham PT YBB karena yang bersangkutan sama sekali tidak mempunyai selembar saham pun di PT YBB.
Pada versi cetak halaman 67 dengan judul “Seteru Setengah Triliun” di kolom pertama alinea ke-4 tertulis: “Rafli pun melaporkan Agus beserta Miming Leonardo dan Juandy Tanumihardja dengan tuduhan penipuan dan penggelapan pada 2013.” Paragraf ke-5 versi web: “Tak hanya melaporkan Agus Suparmanto ingkar janji membagi keuntungan proyek selama 13 tahun itu, Yulius Isyudianto juga membongkar cara culas perusahaannya mendapatkan proyek tersebut. ‘Proyek itu tanpa tender dan harganya digelembungkan,’ katanya.” Paragraf ke-10: “Benar saja. Meski baru pertama kali ikut lelang di Antam, Yudistira dinyatakan menang, mengalahkan... yang lama mengerjakan proyek-proyek pengerukan bijih tambang.”
Laporan Rafli Ananta Murad pada 2013 di Markas Besar Kepolisian RI sudah mendapat surat perintah penghentian penyidikan (SP3) pada 16 Juni 2014 karena tidak cukup bukti. Begitu juga laporan Yulius Isyudianto pada 2020 di Mabes Polri, yang sudah mendapat SP3 pada 19 Maret 2020 karena yang dilaporkan bukan tindak pidana. Telah adanya SP3 atas kedua laporan tersebut membuktikan bahwa klien kami tidak melakukan penipuan dan penggelapan atas uang PT YBB ataupun mengambil hak atau keuntungan dari Yulius dan kawan-kawan.
Di halaman 63 kolom kedua alinea ke-3 dan di web alinea ke-14: “Setelah proyek di tangan, para pengendali Yudistira mulai berembuk membagi saham dan keuntungan proyek. Sebagai pemodal, Agus Suparmanto dan Miming Leonardo disepakati mendapat 70 persen keuntungan, sementara Yulius Isyudianto dan Pramono Anung mendapat 10 persen. Sisanya dibagi untuk para pemrakarsa lain. Syaratnya, seluruh saham Pramono Anung dan Yulius di Yudistira diserahkan kepada Miming dan Juandy Tanumihardja, yang menjadi pelaksana proyek. ‘Itu atas permintaan Agus,’ ujar Yulius.”
Versi web alinea ke-21: “Artinya di luar jatah Agus Suparmanto, Yulius dan para komisaris lain seharusnya mendapatkan Rp 1 triliun. Namun, kata Rafli, Agus selalu mengelak ketika disinggung soal pembagian jatah itu. Bosan menagih, Rafli dan Yulius lalu menyewa pengacara untuk mensomasi Agus. Tak mempan juga, Agus selalu berkelit. Habis kesabaran, pada 2013 itu, Yulius akhirnya melaporkan Agus ke polisi dengan tuduhan menipu dan menggelapkan uang perusahaan.”
Klien kami bukan pemegang saham dan bukan pula pengendali di PT YBB sehingga tentu saja tidak mempunyai kewenangan mengatur pembagian keuntungan PT YBB. Ihwal pernyataan Yulius dan kawan-kawan yang mengklaim berhak mendapat Rp 1 triliun, bukan kewenangan klien kami untuk mengakui atau menolaknya karena klien kami bukan pengurus di PT YBB.
Halaman 67 kolom kedua alinea ke-1: “Menurut Yulius, pada Maret 2014, Agus menemuinya di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, untuk menawarkan perdamaian. Agus berjanji memberikan jatah Yulius Rp 500 miliar dengan syarat laporan polisi dicabut. Sebagai komitmen, Agus memberikan Rp 30 miliar. ‘Sisanya dibayar setelah Juandy menyelesaikan laporan keuangan perusahaan,’ ucap Yulius.”
Versi web alinea ke-22: “Menurut Rafli, sempat tersiar kabar kalau satu dari tiga sekondan itu—Agus, Miming, dan Juandy—sudah hendak menjadi tersangka. Diduga karena itu, Agus mengontak Yulius mengajak damai. Ia menjanjikan uang Rp 500 miliar asalkan laporan Yulius ke polisi dicabut. Sebagai komitmen, Agus memberikan Rp 30 miliar. Deal. Kesepakatan di depan notaris pun dibuat. Hanya, tak tertulis di sana bahwa Agus akan membayar Rp 500 miliar seperti janjinya.”
Berita ini sangat tidak benar. Faktanya, polisi sudah mengeluarkan SP3 atas laporan tersebut. Jika benar klien kami telah melakukan perbuatan yang dituduhkan, tentulah polisi akan melanjutkan kasus tersebut dan menjadikan klien kami tersangka. Tidak pernah pula klien kami berjanji membayar Rp 500 miliar kepada Yulius dan kawan-kawan.
Pada bagian lain berita tersebut, Yulius juga sudah mengakui ada akta kesepakatan dan deal membayar Rp 30 miliar. Jika sudah deal, berarti masalah telah selesai dan tidak masuk akal orang sepintar Yulius dan kawan-kawan mau bertindak bodoh dengan tidak menuangkannya dalam akta, jika memang klien kami berjanji membayar Rp 500 miliar. Dalam Akta Perdamaian Nomor 7 disebutkan bahwa yang melakukan pembayaran kepada Yulius dan kawan-kawan adalah PT YBB, bukan klien kami.
Klien kami sangat menyayangkan sikap tidak profesional majalah Tempo yang telah menyajikan berita secara tidak berimbang dan tidak menguji kebenaran berita tersebut. Tindakan Tempo di atas juga kami duga telah melanggar Pasal 5 dan Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Mengingat pemberitaan majalah Tempo dan para narasumbernya telah sangat merugikan klien kami, baik secara pribadi maupun dalam kapasitasnya sebagai Menteri Perdagangan, dengan ini kami menegur majalah Tempo dan semua pihak terkait lain.
Harris Sarana, SH
Sehat Damanik, SH, MH
Retno Setiyaningsih, SH
Donny Mores Munthe, SH
Klarifikasi (1)
MAJALAH Tempo edisi 13-19 April 2020 menulis artikel berjudul “Maut di Ulang Tahun Perkawinan” yang mengulas insiden kecelakaan yang merenggut nyawa Wakil Jaksa Agung Arminsyah di ruas jalan tol Jagorawi, Sabtu dua pekan lalu. Saya hendak mengklarifikasi beberapa hal.
1. Saya tidak mengetahui apakah video yang beredar dibuat saat hari kecelakaan.
2. Koleksi mobil Mercedez yang disebut dalam artikel itu bukan milik Arminsyah.
Piping
Manajer Gazpoll Racing Team
Kami mendapatkan informasi tersebut dari sumber lain. Terima kasih.
Klarifikasi (2)
MAJALAH Tempo edisi 13-19 April 2020 menulis artikel berjudul “Maut di Ulang Tahun Perkawinan” yang mengulas insiden kecelakaan yang merenggut nyawa Wakil Jaksa Agung Arminsyah di ruas jalan tol Jagorawi, Sabtu dua pekan lalu. Saya hendak mengklarifikasi beberapa hal.
1. Saya tidak menyambangi rumah kediaman (almarhum) Arminsyah di Tanjung Mas Raya, melainkan menunggu di garasi Gazpoll.
2. Informasi kecelakaan saya ketahui dari Rico, menantu Tomy Hadi. Rico pulalah yang mengemudikan kendaraan menuju lokasi kecelakaan.
3. Yang menghentikan mobil tangki untuk memadamkan api adalah Sapta, bukan saya. Saya datang ke lokasi ketika api sudah padam.
4. Saya tidak begitu mengenal Sapta dan Edward.
5. Mobil-mobil di garasi, yang videonya beredar luas, tidak ada satu pun yang dimiliki Arminsyah.
6. Saya hanya mengatakan Arminsyah hendak mencoba mengendarai mobil Nissan GT-R, bukan mengetes kecepatan.
7. Saya tidak menjelaskan dari mana mobil Nissan GT-R tersebut dibeli. Yang saya jelaskan, mobil itu pernah digunakan Fery Ongkowiryan.
Demikian klarifikasi ini saya buat, semoga bisa meluruskan informasi yang ada. Terima kasih.
Iswahyudi
Ketua Mercedez One Make Race
Terdapat kekeliruan dalam artikel tersebut sesuai dengan poin 1, 2, 3, dan 6 surat klarifikasi Anda.
Terima kasih atas koreksinya, dan kami mohon maaf.
RALAT
- DALAM artikel wawancara dengan Peter Carey berjudul “Saya Percaya Kesaksian Raden Saleh” di halaman 48 edisi 13-19 April 2020 tertulis: “Diponegoro tidak selurus itu. Dia minum wine dan gin juga.” Seharusnya: “Diponegoro tidak selurus itu. Dia minum wine juga.”
Adapun gin, menurut Peter Carey dalam wawancara ini, diminum oleh Raden Mas Said (Mangkunegoro I). Atas kesalahan ini, Redaksi mohon maaf.
- PADA rubrik Sinema edisi 13-19 April 2020 berjudul “Lubang Ujian Kemanusiaan”, terdapat kata yang terpotong dalam kalimat penutup naskah bersama nama penulis, yakni Moyang Kasih Dewimerdeka. Seharusnya kalimat terakhir tertulis: “Barangkali dunia kita tak akan berakhir sesuram situasi di Lubang karena pahlawan yang kita punyai bukan hanya Goreng seorang.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo