Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yakinkah Anda, keikutsertaan calon independen dalam pemilihan kepala daerah akan mengurangi politik uang? (25 Juli-1 Agustus 2007) | ||
Ya | ||
48,13% | 167 | |
Tidak | ||
48,41% | 168 | |
Tidak tahu | ||
3.46% | 12 | |
Total | 100% | 347 |
Politik uang selalu menjadi isu hangat pada setiap pemilihan umum. Itu juga yang terjadi pada pemilihan kepala daerah DKI Jakarta yang berlangsung Rabu pekan ini. Seorang calon gubernur, misalnya, mengaku pernah diminta Rp 400 miliar oleh satu partai besar.
Mayjen (Purnawirawan) Djasri Marin bahkan berbicara terbuka bahwa dia sudah mengguyur dua partai besar Rp 3 miliar untuk dicalonkan sebagai wakil gubernur. ”Saya diperas dan dirampok partai,” katanya. Djasri kesal karena kedua partai itu malah mendukung Mayjen TNI Prijanto untuk bersanding dengan Fauzi Bowo.
Itu sebabnya, manakala Mahkamah Konstitusi (MK) meluluskan gugatan class action Lalu Ranggalawe, anggota DPRD asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, 24 Juli lalu, diskusi soal ”politik uang” pun ramai. Lalu menggugat agar calon independen diizinkan ikut dalam kontestasi kepala daerah.
Banyak yang menanggapi keputusan MK secara positif, termasuk mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia (1977-1982), Edward Masters. ”Saya mendengar banyak keluhan rakyat Indonesia tentang kinerja partai,” ujarnya. ”Keputusan MK harus direbut oleh rakyat yang ingin memperbaiki bangsanya lewat cara lain.”
Tapi tak sedikit pula yang pesimistis, seperti Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, yang juga mantan Presiden Partai Keadilan. ”PKS khawatir calon independen bisa disusupi para konglomerat hitam,” ujarnya.
Jejak pendapat Tempo Interaktif sepanjang pekan lalu menunjukkan kelompok yang optimistis dan yang pesimistis nyaris seimbang. Yang optimistis menganggap keputusan MK akan memaksa partai meminang bahkan mendanai calon pemimpin yang betul-betul menjadi idola rakyat. ”Sehingga ke depan tidak ada lagi tender-tender berapa satu calon bisa memberi ke partai,” ujar Muslim, responden di Medan, Sumatera Utara.
Tapi kelompok pesimistis, yang hanya unggul satu suara, skeptis. Mereka khawatir munculnya calon independen hanya akan memindahkan alur politik uang. ”Kalau dahulu lewat perahu parpol, sekarang dibelanjakan di tempat lain,” ujar Didy S. di Surabaya.
Indikator Pekan Depan: Saat menentukan siapa yang akan memimpin DKI Jakarta hingga lima tahun mendatang segera tiba. Tanggal 8 Agustus bahkan sudah ditetapkan sebagai hari libur. ”Agar masyarakat berkonsentrasi memilih pemimpin terbaik,” ujar Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Juri Ardiantoro. Adang Daradjatun dan Dani Anwar menjanjikan perubahan birokrasi dan pelayanan publik. ”Saya akan membenahi administrasi, seperti layanan kependudukan, izin usaha, dan proses sertifikasi,” ujar Adang. Korupsi tak akan dia tolerir. Fauzi Bowo dan Prijanto bertekad menciptakan masyarakat Jakarta yang nyaman dan sejahtera. Basisnya adalah sistem pemerintahan yang baik dan penerapan good governance. ”Dengan landasan itu, saya meyakini virus korupsi tidak akan menjangkiti berbagai aspek pelayanan aparatur pemerintah,” ujarnya. Nah, siapakah calon Gubernur DKI Jakarta pilihan Anda? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo