Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Hutan yang Menangis

21 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebakaran lahan dan hutan mengganas di Kalimantan dan Sumatera sepanjang musim kemarau tahun ini. Ada 340 titik api di area seluas 33.977,25 hektare; Kalimantan sebanyak 303 titik dan di Sumatera 37 titik. Jarak pandang bervariasi dari 200 meter hingga 5.000 meter.

Penderita infeksi saluran pernapasan akut akibat asap mencapai 122.501 orang. Berbagai upaya pemerintah yang sporadis memadamkan api sia-sia belaka. Padahal kebakaran hutan adalah rutin. Tempo edisi 21 Mei 1983 mengulas kejadian serupa. Edisi itu merekam awal-awal hutan terbakar sebagai kejadian luar biasa.

Selama tiga bulan terakhir pada awal 1983 itu, tercatat 85 kali kebakaran hutan dan semak di sekitar Samarinda. Setiap kali sirene Dinas Pemadam Kebakaran Kodya Samarinda melengking, itu pertanda, paling tidak, setengah hektare hutan musnah. "Kami nyaris tak pernah istirahat," kata seorang petugas pemadam kebakaran di sana.

Diduga penyebab gampangnya hutan terbakar adalah kemarau panjang—sudah sembilan bulan hujan tak turun di Kalimantan Timur barang setetes pun. "Saya menitikkan air mata," ujar Profesor Dr Ir Soetrisno Hadi, Rektor Universitas Mulawarman, mengenai musnahnya kebun raya di Lempake. "Dan nilai semua itu tak bisa diukur dengan uang."

Sejak 1970, selain Lempake seluas 300 hektare, tercatat hutan lindung Bukit Suharto seluas 10 ribu hektare dan cagar alam Kersik Luwai 5.000 hektare yang dijadikan tempat penelitian bagi mahasiswa serta ilmuwan kehutanan dalam dan luar negeri.

Akibat kebakaran besar itu, keseimbangan ekologi otomatis terganggu. Selama kebakaran, Balikpapan dan Samarinda diselimuti kabut tebal. Maka pesawat terbang tak bisa mendarat di sana. Kabut ini bahkan sampai di lapangan terbang Juanda, Surabaya.

Yang lebih menyedihkan adalah binasanya lahan dan sistem pendukung kehidupannya. Antara lain, perlindungan tanah, daur ulang zat hara dalam tanah, dan pelestarian sumber daya air. Belum lagi musnahnya aneka unsur genetika atau plasma nutfah dan mikro organisme lain. Bukti nyata sudah terlihat dengan layunya ribuan pohon kelapa milik penduduk Kecamatan Samboja.

Penyebab kebakaran hingga saat itu masih ditebak-tebak. Diduga pelakunya pencuri kayu yang jengkel. Tapi Soetrisno Hadi cenderung menuding petani ladang yang lalai. Sebab, kebiasaan membuka ladang secara sembrono masih saja berlangsung.

Tak terkuasainya api dengan cepat akibat terbatasnya sarana pemadam kebakaran. "Penanggulangannya masih tradisional," kata Ir Bambang Purwono, anggota staf Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, yang khusus datang ke Samarinda. Maksudnya: alamiah--menanti hujan. Dan hujan baru turun akhir April--dua minggu setelah sekitar 50 ribu pemeluk Islam melakukan sembahyang istisqa, doa meminta hujan.

Di kebun raya Lempake, Rektor Soetrisno Hadi mengatasi kebakaran dengan mengerahkan ribuan mahasiswa. Tapi, karena ketiadaan alat usaha, mereka sia-sia saja. "Akhirnya kami cuma bisa pasrah kepada keadaan," kata Soetrisno.

Untuk mencegah kebakaran hutan, terutama hutan lindung, beberapa langkah pengamanan telah disepakati oleh aparat pemerintah daerah, dinas kehutanan, dinas transmigrasi, dan Universitas Mulawarman. Antara lain, sekitar 500 keluarga yang berdiam di kawasan hutan lindung Bukit Suharto dipindahkan. Penduduk juga akan diajari cara berladang tetap.

Bukan cuma hutan yang binasa akibat kemarau panjang di Kalimantan Timur. Sungai Mahakam, yang jadi sumber air minum penduduk, juga ikut tercemar. Kadar garam air sungai itu melonjak jadi 1.000 miligram per liter. Sedangkan kadar garam maksimal untuk bisa diminum dan tak membahayakan adalah 600 miligram per liter. Akibatnya apalagi kalau bukan wabah muntaber merajalela. Tercatat 771 pasien muntaber tergolek dan 19 meninggal di rumah sakit umum Samarinda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus