Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUSUH kayu ada dua: cuaca dan rayap. Sebagai negara tropis dengan tanah subur, Indonesia merupakan tempat hidup yang nyaman bagi rayap. Menurut penelitian Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, ada 48 kota yang berstatus darurat rayap. Jakarta salah satunya. Empat jenis rayap paling ganas ada di sini, bahkan sudah bisa hidup di gedung beton setinggi 32 lantai.
Maka kayu perlu diawetkan. Selain karena cadangan kayu menipis akibat kebakaran dan pembalakan, luas hutan juga terus menyusut dari tahun ke tahun. Menurut Yusuf Sudo Hadi, guru besar teknologi kayu IPB, sejak 2013 sebanyak 80 persen kebutuhan kayu disuplai dari hutan produksi, yang lebih rentan kerusakannya.
Masalahnya, teknik pengawetan kayu juga tak ramah lingkungan karena melibatkan bahan kimia. Bertahun-tahun meneliti kayu, Yusuf sampai pada teknik furfural. "Ini pengawetan kayu tanpa melibatkan zat kimia sama sekali," katanya pekan lalu.
Teknik pengawetan ini memadukan reaksi antara kayu dan furfuryl alcohol. Hasilnya adalah komposit kayu plastik. Setelah menelitinya selama satu tahun, Yusuf sampai pada kesimpulan bahwa tingkat keawetan kayu dengan teknik ini mencapai 40 persen lebih tahan cuaca dan rayap.
Mula-mula kayu digiling menjadi serbuk yang lembut dan halus. Serbuk itu lalu dicampur dengan bahan plastik dengan komposisi 50:50. Yusuf masih mengembangkan teknik ini hingga daya tahannya terus naik. Soalnya, karena masih mengandung unsur kayu, rayap masih menyukainya. "Ini teknik pengawetan masa depan," kata dia.
Di Indonesia, kayu plastik belum banyak dipakai, kecuali di beberapa kantor dan hotel. Soalnya, pengawetan ini membuat kayu jadi mahal. Di negara-negara tropis lain yang menyadari persediaan kayu kian tipis, cara ini mulai luas diterapkan sebagai solusi mengerem kebutuhan kayu akibat rusak oleh cuaca dan rayap.
Di dalam negeri baru ada tiga pabrik yang mengembangkan kayu plastik, yakni di Batam, Yogyakarta, dan Jakarta. Masyarakat belum memakainya secara massal untuk kebutuhan membangun rumah. Selain mahal, kayu plastik belum terlalu umum. Sedangkan tren pemakaian aluminium sedang marak.
Selain dengan furfural, pengawetan kayu yang ramah lingkungan adalah dengan pengasapan. Asap pembakaran sisa kayu bisa disuling menghasilkan cuka. Cuka ini menjadi musuh rayap sehingga kayu bisa lebih awet.
Masalahnya, cuka menjadi zat kimia setelah disuling. "Meskipun masih tergolong ramah lingkungan," kata dia.
Teknik lainnya adalah merendamnya dengan boraks dan asetat. Tapi ini cara tradisional, seperti halnya perendaman kayu di lumpur selama bertahun-tahun. Selain lama, cara ini tak efektif di tengah kebutuhan kayu yang meningkat akibat permukiman yang masif.
Walhasil, kayu plastik menjadi pilihan paling ramah lingkungan sejauh ini. Yusuf masih mengembangkan teknik ini lewat sejumlah penelitian di kampusnya. Ia yakin teknik ini akan semakin digemari seiring dengan seretnya pasokan kayu akibat Indonesia kehilangan hutan dalam jumlah besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo