Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
Terkait dengan pemberitaan majalah Tempo edisi 7-13 September 2015 pada rubrik Investigasi berjudul "Izin Janggal Bukit Kapur", kami berpendapat berita tersebut memuat beberapa fakta dan data yang tak akurat dan merugikan nama baik korporasi.
1. Tempo menuliskan: " ...Menyusuri kawasan lindung geologi tersebut bulan lalu, Tempo mencatat sejumlah cacat pada perizinan dan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan Semen Indonesia."
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, dan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang, yang dinyatakan kawasan lindung geologi adalah kawasan imbuhan air yang meliputi cekungan air tanah Watuputih dan Lasem, tidak mengatur kegiatan penambangan. Peraturan tersebut juga tak melarang penambangan di daerah imbuhan air tanah.
2. Tempo menuliskan: "Melalui surat tertanggal 1 Juli 2014, Surono memperingatkan Gubernur Jawa Tengah...."
Surat tersebut telah ditanggapi Gubernur Jawa Tengah dengan mengundang Surono untuk berdiskusi terbuka, melibatkan para pakar dan praktisi di kantor gubernur pada 7 Juli 2014. Gubernur juga mengirimkan balasan pada 17 Juli 2014, mengklarifikasi surat Kepala Badan Geologi. Surat tanggapan dari Surono pada 12 September 2014 menegaskan bahwa tak ada larangan penambangan di area cekungan air tanah, tapi perlu dilakukan dengan memperhatikan kaidah dan aturan tertentu, yang semuanya telah diakomodasi dalam amdal.
3. Tempo menuliskan: "Jika Kendeng ditambang, 'Besar kemungkinan musim kemarau bakal terjadi kesulitan air dan musim hujan banjir karena tak ada lagi resapan air di dataran tinggi,' kata Untung Sudadi, peneliti geologi asal Institut Pertanian Bogor."
Penambangan kami didesain dengan pendekatan teknologi konservasi air sehingga meningkatkan kemampuan resapan dan kapasitas imbuhan air, menjaga kualitas lingkungan, serta meningkatkan persediaan air tanah. Area yang telah ditambang akan direklamasi menjadi daerah hijau untuk meningkatkan resapan air tanah. Kami juga akan terus memonitor kualitas air permukaan , bawah tanah, dan debu.
4. Tempo menuliskan: "Izin lokasi Bupati Rembang dan Gubernur Jawa Tengah mengabaikan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah...."
Izin lokasi diterbitkan oleh Bupati Rembang, bukan oleh Gubernur. Izin itu mengacu pada Peraturan Daerah tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah. Keputusan Presiden tentang Penetapan Cekungan Air Tanah tak mengatur kawasan penambangan.
5. Tempo menuliskan: "Rencana penambangan juga bertentangan dengan Perda Kabupaten Rembang tentang RTRW 2011-2031."
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menyatakan konservasi dimaknai sebagai pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Kegiatan penambangan di CAT Watuputih tak dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
6. Kami telah memverifikasi sejumlah koordinat yang dicantumkan Tempo, dan hasilnya tak akurat. Sebagian koordinat tersebut berada jauh dari lokasi pabrik ataupun area tambang PT Semen Indonesia di Rembang. Gua Wiyu ternyata lubang bekas galian dan Gua Gendongan berada di luar rencana tambang batu kapur. Sedangkan belik atau mata air Sawah 1 dan 2 berada di Izin Usaha Pertambangan Tanah Liat, tapi bukan lokasi yang akan ditambang. Lokasi tersebut bernama Sendang Jati Malang 1 dan sudah tercantum dalam peta lokasi yang kami buat.
Agung Wiharto
GM of Corporate Secretary
Terima kasih atas penjelasan Anda. Laporan itu berdasarkan temuan di lapangan, salinan dokumen asli, serta wawancara dan diskusi dengan banyak pihak, termasuk warga lokal, para peneliti karst, ahli geologi, dan PT Semen Indonesia.
Dirugikan Traveloka
SAYA pengguna layanan online travel agent Traveloka tiga bulan terakhir. Baru kali ini saya tersandung pengalaman buruk. Sabtu, 12 September 2015, saya memesan tiket pesawat Lion Air rute CGK-JOG dengan nomor penerbangan JT 568 untuk penerbangan hari itu juga pukul 19.00. Seperti biasa, tiket dipesan lewat aplikasi Android. Pemesanan saya dengan nomor 51624209 ini terkonfirmasi. Saya segera mentransfer uang lewat rekening BCA ke rekening BCA PT Trinusa Travelindo (Traveloka) sebesar Rp 435.209. Pembayaran ini sukses.
Selang beberapa menit, diterbitkan e-ticket dan dikirim ke akun saya dengan kode booking PEJSQP. Saat saya check-in di loket Lion Air, petugas check-in tak menemukan kode booking saya. Mereka meminta bukti transfer pembayaran. Saya perlihatkan, tapi pembayaran dengan kode booking itu tetap tak ditemukan. E-ticket yang diterbitkan Traveloka itu akhirnya tak bisa dipakai, walaupun sudah saya bayar. Untuk terbang dengan pesawat yang sama, saya harus membeli lagi tiket baru di counter Lion Air. Karena butuh, saya terpaksa membelinya.
Saya segera mengadu ke Traveloka lewat e-mail dan ingin melakukan refund tiket saya. Lewat e-mail, saya baru diberi tahu bahwa kode booking saya bukan PEJSQP, melainkan LXIUWE. Belakangan, saya baru tahu ternyata saya dikirimi dua e-ticket dengan kode booking yang berbeda. Kode booking PEJSQP di aplikasi dan LXIUWE di e-mail. Padahal kode booking ini untuk satu pemesanan tiket. Selama ini, untuk satu pemesanan tiket, kode booking di e-mail dan di aplikasi selalu sama.
Saya heran, bagaimana Traveloka bisa menerbitkan dua e-ticket untuk satu pesanan dan tak bisa digunakan? Bagaimana bisa konsumen diberi informasi yang sesat di aplikasi resmi Traveloka? Saya dirugikan oleh informasi yang sesat ini dan berharap uang yang saya bayarkan kembali.
M. Nur Rochmi
Bantul, Yogyakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo