Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Istilah yang Keliru

26 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBACA tulisan Putu Yasa di TEMPO Edisi 19 Maret 2000, saya sangat terharu. Ia menyatakan permaklumannya atas keinginan umat Islam yang ingin mendirikan negara Islam secara terbuka.

Menurut saya, semestinya pemerintah tidak menghambat pendirian negara Islam kalau itu memang dikehendaki mayoritas rakyat secara demokratis. Dan umat non-Islam pun seharusnya tidak memandangnya dengan antipati. Marilah kita secara dewasa membiarkan terbukanya wacana negara Islam, agar kita sama-sama paham.

Sebenarnya selama ini ada yang salah dalam istilah negara Islam. Pemakaian kata negara Islam hanya akan membuat marah pemeluk agama lain. Tujuan umat Islam hanyalah semata ingin mematuhi semua yang diperintahkan-Nya. Selain itu, umat Islam ingin turut dalam upaya memperbaiki dunia yang kacau ini dengan tegaknya hukum syariat. Hukum itu akan menjamin manusia aman dalam mengarungi kehidupannya. Kita lihat sekarang kejahatan begitu aneka rupa. Hukum ciptaan manusia sudah sampai batas maksimum untuk mengatasinya. Hukum Islam hadir sebagai alternatif yang telah terbukti.

Konon, sepanjang pemerintahan Abassiah, hanya pernah sekali terjadi pemerkosaan. Dan contoh terkini pun ada. Dalam Asiaweek edisi ”The Best Asian’s Cities” 1998, dua kota di Pakistan, Karachi dan Islamabad, adalah kota teraman di Asia dengan tingkat kejahatan 0,001 per 1.000 penduduk, sementara tingkat kejahatan kota-kota metropolis Asia di Jepang seperti Tokyo, Fukuoka, dan Osaka mencapai 300-500 angka kriminal per 1.000 penduduk. Di Indonesia, begitu gampang orang mengambil hak milik orang lain, sementara di Arab Saudi, mobil yang kuncinya digantungkan di luar garasi pun tak akan ada yang berani mengambilnya.

Jadi, ini sebenarnya adalah masalah miskomunikasi antara keengganan umat non-Islam terhadap penyebutan tanah airnya sebagai negara yang berciri agama yang tidak dianutnya dan keinginan umat Islam yang semata-mata hanya ingin menerapkan hukum Tuhannya. Contoh miskomunikasi ini tampak di Nigeria, sementara contoh komunikasi yang baik terjadi di Kelantan, Malaysia. Umat nonmuslim di Kelantan merasa aman di bawah hukum Islam.

YUNSIRNO
[email protected]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus