Setelah surat saya "Iuran TV Bersifat Sukarela" (TEMPO, 11 Desember 1993, Kontak Pembaca) dimuat di media ini, saya menerima banyak surat dari pembaca. Saya tidak dapat menjawab satu per satu masalah itu. Untuk itu, saya mencoba menjawabnya secara umum sebagai berikut: 1. Tentang iuran televisi, itu ditetapkan dengan Keppres No. 40 Tahun 1990 dan surat keputusan menteri penerangan, bukan berdasarkan undang-undang. Jadi, belum pernah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, lembaga yang mewakili rakyat. Karena itu, iuran televisi tersebut bersifat sukarela, tergantung kerelaan setiap pemilik pesawat televisi, dan tidak dapat dipaksakan. Misalnya, tidak boleh mengancam seseorang yang tak membayar iuran televisi. Rakyat berhak menolak pemungutan iuran oleh Yayasan TVRI. 2. Tentang pungutan lainnya, jika itu berdasarkan undang- undang, baik undang-undang negara maupun peraturan daerah yang telah disetujui oleh dewan perwakilan rakyat daerah, pungutan itu sah dan benar. Contoh yang populer adalah pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dipungut berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985. Juga pajak atas kendaraan bermotor yang dipungut oleh pemerintah daerah (provinsi). 3. Pungutan lainnya seperti retribusi daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah juga sah. Sebab, ada jasa tertentu yang telah diberikan oleh pemerintah daerah kepada rakyat, misalnya retribusi sampah, retribusi izin-izin, dan biaya KTP. Tapi semua itu juga berdasarkan peraturan daerah. 4. Ada lagi pungutan yang biasanya dilakukan oleh pemerintah desa atau kelurahan. Itu sah dan benar asalkan berdasarkan keputusan musyawarah atau rapat desa, misalnya rembug desa di Jawa. Ini memang merupakan kehendak masyarakat desa itu sendiri. Jika tidak, itu hanya merupakan sumbangan sukarela. Artinya, rakyat boleh membayar ataupun menolaknya. Contohnya, ada yang melaporkan bahwa aparatur pemerintah desa telah memungut uang pemilikan ternak peliharaan seperti ayam, kambing, dan sapi. Harus dilihat apakah pungutan itu berdasarkan keputusan musyawarah desa atau tidak. Jika tidak, rakyat berhak menolaknya.SUHARSONO HADIKUSUMOJalan Pejuangan 2 RT 08/10 Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini