KEPULAUAN Riau tersebar di bawah pulau yang kini jadi Republik
Singapura. Kalau dihitung satu persatu, jumlahnya ratusan buah.
Tahun-tahun sebelum konfrontasi (dengan Malaysia dan Singapura)
Riau terkenal sebagai daerah dolar.
Ternyata "Singapura-nya Indonesia" ini juga mempunyai khazanah
ceritera tentang batu-batu. Ujudnya pun memang ada pula.
Misalnya di pulau Karimun, ada batu bertulis. Di pulau Singkep
ada batu berdaun. Pulau Lingga mempunyai batu gajah dan batu
babi.
Ber-maithun
Tapi yang paling aneh dan unik dari semua itu adalah batu yang
tergeletak di pinggir pantai utara pulau Alai. Pulau ini kecil
dan hampir tak pernah disebut. Alai di bawah Kecamatan Kundur
(pulau Kundur) dengan kotanya Tanjungbatu. Kota pantai ini
terletak di jalur lintas hubungan laut antara Tanjungpinang dan
Pekanbaru. Kalau dari Tanjungpinang, bisa dicapai dalam waktu 10
jam. Dari Pekanbaru satu hari satu malam. Itu lewat jalan laut.
Nah di seberang Tanjungbatu itulah terhampar batu cadas (granit
hitam) dengan beragam bentuknya. Alam yang ajaib ini telah
membentuk batu-batu hitam tersebut dalam bentuk binatang, pohon
atau apa saja.
Dari kelompok batu beragam bentuk tersebut, ada dua bentuk yang
letaknya saling berdekatan. Sebuah, mirip benar -- kalau tidak
persis - seperti alat kelamin kaum Adam. Tegak berdiri dengan
gagahnya. Ukurannya cukup raksasa: 2,18 meter tinggi dengan
diameter 0,9 meter. Sekitar 10 meter dari batu berbentuk palus
tersebut, ada bentuk kelamin lawan si Adam. Berukuran 1,5 kali
2,5 meter, alat kelamin kaum Hawa ini dipahat sedemikian
telitinya sehingga bagan-bagan yang kecil sekalipun, - menurut
penglihatan orang yang telah melihatnya - persis seperti adanya.
Siapakah si tukang pahat batu-batu tersebut? "Bukan hal yang
mustahil kalau dulu ada pembuatnya", ujar R. Hamzah Yunus,
pejabat Seksi Kebudayaan kantor Kabupaten Kepulauan Riau.
Seperti misalnya batu bertulis di Pasirpanjang, Karimun.
Almarhum Prof. Mohammad Yamin SH pernah menyingkapkan bahwa itu
(batu bertulis) adalah sisa-sisa peninggalan zaman Hindu dan
diduga dari abad ke-IX.
Akan dua bentuk batu di pantai utara Alai, rupanya belum ada
orang yang menyelidikinya. Penduduk setempat cuma bisa
mengatakan bahwa batu tersebut sudah ada sejak zaman kakek dan
neneknya masih jadi budak-budak kecil. Yunus kemudian
menerangkan bahwa kemungkinan besar dua bentuk kelamin manusia
ini ada hubungannya dengan agama Hindu. "Kalau tak salah", ujar
Yunus, "ini dari penganut Hindu Tantrayana". Seperti halnya di
candi Sukuh di kaki gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah, telah
ditemukan pula yoni (kelamin wanita) dan lingga (kelamin
laki-laki). Jadi apa yang ada di pantai Alai, "bukan tak mungkin
itu adalah semacam alat atau sarana untuk keperluan upacara
pemujaan", kata Yunus. Apalagi dalam Hindu ada aliran yang
memuja Makurenta, yaitu tatakrama pemujaan kenikmatan dunia
dengan melakukan maithuna (tatacara sakral melalui hubungan
seks).
Jodoh
Sejauh mana kebenaran dugaan pejabat Seksi Kebudayaan tersebut,
tentunya masih harus diuji lagi. Namun Yunus amat yakin kalau
batu-batu tersebut bukan cuma dibentuk karena proses alamiah.
Untuk meyakinkan hal ini, dia kemudian menunjuk ke sebuah batu
berbentuk punggung. Letaknya sekitar setengah kilometer dari
batu Adam dan Hawa tersebut. Panjang 7 meter dan lebar 5 meter,
pada salah satu ujung punggungnya ada bentuk anus. Di bagian
lain, ada pula batu berbentuk empat persegi, yang disebut batu
meja. Di tempat ini, penduduk biasanya nongkrong beramai-ramai
menanti datangnya malam.
Terlepas dari ceritera yang berbau ilmiah, penduduk setempat
mempunyai ceritera macam-macam. Angker, itu hembusan ceritera
yang jamak. Tapi seorang wanita tua, 58 tahun, mengatakan bahwa
batu alat kelamin tersebut mempunyai daya mistik yang kuat.
Sebagai jimat pengasih. Ini tentu untuk pria dan wanita yang
kepingin kasih-kinasih.
Terutama alat kelamin wanita. Cebisan-cebisan dari bagian
tertentu, dipercaya bisa dijadikan jimat. Setelah dimanterai
tentu. Karena batu granit tersebut cukup keras -- dan tak lekang
oleh panas dan hujan - tangan-tangan jahil dan ingin mendapatkan
jimat pengasih kemudian memperkosa bagian mungil dari vagina
dengan kekerasan. Diambilnya martil atau alat pahat lainnya
untuk dicuil sedikit saja. Konon ini bisa digunakan untuk
pegangan sebagai alat pemburu jodoh.
Tidak diketahui dengan pasti berapa prosen kebenaran batu cuilan
untuk alat pemburu jodoh ini. Tapi di zaman konfrontasi dulu,
kabarnya banyak-sukarelawati yang mengincar - bukan musuh -
serpihan-serpihan batu ini sebagai oleh-oleh bertuah.
Kini, sesekali, batu dengan alat kelamin wanita itu juga jadi
incaran gadis-gadis di sana. Tapi berburu jodoh dengan mencokel
sedikit si batu harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Kabarnya batu akan jadi bertuah kalau ketika sedang mengambil
tak ada seorang pun yang melihat. Tapi karena tuah batu ini
sudah jadi ceritera dari mulut ke mulut, tentu saja ada beberapa
orang yang iseng - si pemuda biasanya - yang ingin mengetahui
gadis mana yang sudah memuncak grafik ingin jadi ibu rumah
tangga. Dan ini akan dijadikan bahan omongan iseng bagi desa
terpencil seperti Alai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini