Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun jumlah rupiah yang dibawanya pulang tidak berkurang, lonjakan harga barang kebutuhan yang berlipat telah "memotong" upah cucinya. Penghasilannya jadi tak berarti. "Hanya cukup untuk makan. Entahlah tahun depan," kata Aminah, lirih.
Kecemasan Aminah adalah kecemasan sebagian besar manusia Indonesia. Angka pengangguran dikabarkan melebihi 20 juta. Satu orang diberitakan menghidupi enam orang--sebelumnya angka ketergantungan itu adalah satu berbanding lima. Gambaran suram itu tersirat dari hasil jajak pendapat TEMPO edisi ini.
Berapa kali makan dalam sehari, itu pertanyaan yang kami lontarkan. Ternyata, sepanjang 1998 ini hanya lebih dari separuh responden yang mengaku bisa makan tiga kali sehari. Selebihnya hanya makan dua kali sehari. Untuk tahun 1999 ini, responden yang memperkirakan hanya akan makan dua kali sehari sama jumlahnya. Padahal sebelum krisis, pada 1997, mereka yang mengaku bisa makan tiga kali jumlahnya lebih dari tiga perempat dari total responden.
Jika indikator penurunan kesejahteraan adalah kualitas makanan yang dikonsumsi, keadaannya lebih buruk lagi. Pada 1997, masih banyak responden yang mengaku makan makanan berkualitas empat sehat lima sempurna. Artinya, mereka masih mengonsumsi nasi, sayur, lauk-pauk, buah-buahan, dan minum susu. Pada 1998, setelah harga beras, lauk-pauk, buah, apalagi susu, meroket tak terkendali, kurang dari separuh responden mengaku menurunkan kualitas makanannya: tanpa buah, apalagi susu. Untuk tahun 1999, mereka memperkirakan keadaannya tak akan beranjak lebih baik.
Kenyataan yang menyedihkan. Kalau terhadap kebutuhan pokok yang primer saja masyarakat telah menurunkan kualitasnya, tidak terbayangkan bagaimana nasib kebutuhan-kebutuhan lain yang tergolong sekunder. Kebutuhan sekunder itu misalnya menabung, membeli pakaian, atau mungkin menyekolahkan anak.
Menabung--untuk menggambarkan penggunaan penghasilan di luar konsumsi makanan pokok--misalnya, menjadi kegiatan yang asing bagi sebagian besar responden. Artinya, penghasilan yang mereka terima langsung ludes bersamaan dengan berakhirnya bulan. Kalau fakta ini disilang dengan penurunan kualitas dan frekuensi makan, kesimpulannya: banyak responden yang sudah tidak menabung, tapi mereka juga harus menahan lapar.
Satu-satunya sikap optimistis terhadap Tahun Kelinci ini hanyalah bahwa sebagian besar responden masih merasa tetap akan bekerja pada 1999. Kalaupun mereka belum bekerja, mereka merasa akan mendapatkan pekerjaan. Tidak jelas, mengapa muncul sikap optimistis seperti itu. Padahal angka pengangguran yang dikeluarkan Dana Moneter Internasional menyebutkan, pada 1998 di Indonesia akan terjadi pengangguran yang jumlahnya dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Kalau lompatan pengangguran itu mau dipakai untuk memprediksi tahun 1999, di atas kertas pada tahun ini keadaannya akan lebih gelap karena satu dari empat orang pekerja akan terkena PHK.
Meskipun responden memperkirakan kondisi keuangan mereka tetap memburuk di tahun 1999, mereka tidak harus menghadapinya dengan bersungut-sungut. Saran mereka: carilah penghasilan lain di luar penghasilan utama, atau kurangilah pengeluaran. Dengan kata lain, ikat pinggang harus dibebat lebih kencang.
Arif Zulkifli
Tentang metodologi jajak pendapat ini:
INFO GRAFISApakah Anda akan menabung tahun ini dan dua tahun tahun terakhir? | | Ya | Tidak | 1997 | 72% | 25% | 1998 | 47% | 50% | 1999 | 55% | 42% | | Bagaimanakah frekuensi makan Anda tahun ini dan dua tahun terakhir? | | 3 x sehari | < 3 x sehari | 1997 | 82% | 17% | 1998 | 69% | 30% | 1999 | 64% | 35% | | Bagaimanakah kualitas makan Anda tahun ini dan dua tahun terakhir? | | Memenuhi 4 sehat | 5 Sempurna Tidak memenuhi 4 sehat | 5 Sempurna 1997 | 70% | 29% | 1998 | 44% | 55% | 1999 | 45% | 53% | | Apakah Anda tetap bekerja pada tahun 1999 ini? | Ya | 85% | Tidak | 11% | | Apa yang akan Anda lakukan untuk memperbaiki keuangan tahun 1999? | Mengurangi pengeluaran | 36% | Mencari tambahan penghasilan | 34% | Menunggu ekonomi membaik | 7% | Lain-lain | 3% |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 1 Januari 2001 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |