Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Kalender Berganti, Kocek Sama Saja

Responden TEMPO mengatakan, kehidupan mereka tak akan beranjak dari kesulitan pada tahun 1998: makan dua kali sehari dan tak ada sisa uang untuk ditabung.

4 Januari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALMANAK yang menempel di dinding rumah Aminah, buruh cuci di kawasan Depok, disobek: tahun berganti dari 1998 menjadi 1999. Namun nasib janda beranak tiga ini tetap begitu-begitu saja. Tak ada tanda-tanda berubah. Krisis ekonomi, yang melilit Indonesia sepanjang tahun lalu, tetap akan menderanya. Apalagi seorang Aminah hanya bisa mencuci pakaian juragannya.

Meskipun jumlah rupiah yang dibawanya pulang tidak berkurang, lonjakan harga barang kebutuhan yang berlipat telah "memotong" upah cucinya. Penghasilannya jadi tak berarti. "Hanya cukup untuk makan. Entahlah tahun depan," kata Aminah, lirih.

Kecemasan Aminah adalah kecemasan sebagian besar manusia Indonesia. Angka pengangguran dikabarkan melebihi 20 juta. Satu orang diberitakan menghidupi enam orang--sebelumnya angka ketergantungan itu adalah satu berbanding lima. Gambaran suram itu tersirat dari hasil jajak pendapat TEMPO edisi ini.

Berapa kali makan dalam sehari, itu pertanyaan yang kami lontarkan. Ternyata, sepanjang 1998 ini hanya lebih dari separuh responden yang mengaku bisa makan tiga kali sehari. Selebihnya hanya makan dua kali sehari. Untuk tahun 1999 ini, responden yang memperkirakan hanya akan makan dua kali sehari sama jumlahnya. Padahal sebelum krisis, pada 1997, mereka yang mengaku bisa makan tiga kali jumlahnya lebih dari tiga perempat dari total responden.

Jika indikator penurunan kesejahteraan adalah kualitas makanan yang dikonsumsi, keadaannya lebih buruk lagi. Pada 1997, masih banyak responden yang mengaku makan makanan berkualitas empat sehat lima sempurna. Artinya, mereka masih mengonsumsi nasi, sayur, lauk-pauk, buah-buahan, dan minum susu. Pada 1998, setelah harga beras, lauk-pauk, buah, apalagi susu, meroket tak terkendali, kurang dari separuh responden mengaku menurunkan kualitas makanannya: tanpa buah, apalagi susu. Untuk tahun 1999, mereka memperkirakan keadaannya tak akan beranjak lebih baik.

Kenyataan yang menyedihkan. Kalau terhadap kebutuhan pokok yang primer saja masyarakat telah menurunkan kualitasnya, tidak terbayangkan bagaimana nasib kebutuhan-kebutuhan lain yang tergolong sekunder. Kebutuhan sekunder itu misalnya menabung, membeli pakaian, atau mungkin menyekolahkan anak.

Menabung--untuk menggambarkan penggunaan penghasilan di luar konsumsi makanan pokok--misalnya, menjadi kegiatan yang asing bagi sebagian besar responden. Artinya, penghasilan yang mereka terima langsung ludes bersamaan dengan berakhirnya bulan. Kalau fakta ini disilang dengan penurunan kualitas dan frekuensi makan, kesimpulannya: banyak responden yang sudah tidak menabung, tapi mereka juga harus menahan lapar.

Satu-satunya sikap optimistis terhadap Tahun Kelinci ini hanyalah bahwa sebagian besar responden masih merasa tetap akan bekerja pada 1999. Kalaupun mereka belum bekerja, mereka merasa akan mendapatkan pekerjaan. Tidak jelas, mengapa muncul sikap optimistis seperti itu. Padahal angka pengangguran yang dikeluarkan Dana Moneter Internasional menyebutkan, pada 1998 di Indonesia akan terjadi pengangguran yang jumlahnya dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Kalau lompatan pengangguran itu mau dipakai untuk memprediksi tahun 1999, di atas kertas pada tahun ini keadaannya akan lebih gelap karena satu dari empat orang pekerja akan terkena PHK.

Meskipun responden memperkirakan kondisi keuangan mereka tetap memburuk di tahun 1999, mereka tidak harus menghadapinya dengan bersungut-sungut. Saran mereka: carilah penghasilan lain di luar penghasilan utama, atau kurangilah pengeluaran. Dengan kata lain, ikat pinggang harus dibebat lebih kencang.

Arif Zulkifli



Tentang metodologi jajak pendapat ini:

  • Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 505 responden di lima wilayah DKI pada 8-14 Desember 1998. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan sebesar 5 persen.

  • Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multistages sampling) dengan unit analisis kelurahan, rukun tetangga (RT), dan kepala keluarga (KK). Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan wawancara melalui telepon.

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    INFO GRAFIS
    Apakah Anda akan menabung tahun ini dan dua tahun tahun terakhir?
    YaTidak
    199772%25%
    199847%50%
    199955%42%
     
    Bagaimanakah frekuensi makan Anda tahun ini dan dua tahun terakhir?
     3 x sehari< 3 x sehari
    199782%17%
    199869%30%
    199964%35%
     
    Bagaimanakah kualitas makan Anda tahun ini dan dua tahun terakhir?
     Memenuhi 4 sehat
    5 Sempurna
    Tidak memenuhi 4 sehat
    5 Sempurna
    199770%29%
    199844%55%
    199945%53%
     
    Apakah Anda tetap bekerja pada tahun 1999 ini?
    Ya85%
    Tidak11%
     
    Apa yang akan Anda lakukan untuk memperbaiki keuangan tahun 1999?
    Mengurangi pengeluaran36%
    Mencari tambahan penghasilan34%
    Menunggu ekonomi membaik7%
    Lain-lain3%