Karikatur

PARA pakar ilmu komunikasi sepakat bahwa kata ”karikatur” mengandung makna gambar atau lukisan bersifat satiris atau mengolok-olok. Tujuannya sebagai ungkapan kritik membangun atau protes sosial. Subyeknya bisa gaya atau tindakan seseorang. Beberapa media cetak Tanah Air yang profesional memiliki halaman atau kolom karikatur untuk mengungkapkan rasa yang biasanya menyangkut perilaku politik para elite tertentu dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Apakah karikatur itu melanggar hukum, masyarakat masih memperdebatkan. Sejarah jurnalistik pernah mencatat bahwa majalah terkenal Perancis, La Chariveri, nyaris dibredel karena karikatur-karikaturnya mengolok-olok Raja Louis Philipie, yang wajahnya digambarkan seperti buah pir. Mungkinkah di era reformasi yang sedang berproses ini karikatur dapat melahirkan permasalahan hukum? Tergantung sampai sejauh mana para pembaca mampu ”menghayati” suguhan karikatur tertentu suatu media cetak. Salah satu contoh aktual, kumpulan karikatur ”humor pekan ini” di harian umum Pikiran Rakyat Bandung, edisi Senin (2/10) lalu. Mencermati paket humor ini, tak ada tujuan lain kecuali sebagai bagian kritik dari insan pers yang bersifat membangun. Sesungguhnya, karikatur terkait dengan situasi dan kondisi di lapangan yang tak dapat dibantah oleh siapa pun. SUNGKOWO SOKAWERA Bandung