Dalam berbagai acara resmi, dalam memberikan kata sambutannya, kita sering mendengar para pejabat, baik pusat maupun daerah, mengatakan, "Karyawan adalah aset perusahaan yang paling berharga, karena itu ...." Saya tak tahu, siapa pertama kali memakai istilah ini untuk memberi gambaran betapa pentingnya fungsi karyawan sebagai bagian dari sistem perusahaan secara keseluruhan. Namun, faktanya, istilah tersebut sudah menjadi "baku". Sebaiknya istilah tersebut jangan dipakai lagi. Sebab, dengan disepadankannya karyawan dengan aset yang lain, meskipun itu diberi embel-embel paling berharga, tetap saja ada kesan bahwa karyawan tersebut di-"barangkan", bukan di"manusiakan" (dihargai sebagai individu dengan segala kewajiban dan haknya). Bila karyawan dianggap aset (barang), itu berarti karyawan tersebut mempunyai sifat pasif, tak kreatif, dan setiap waktu bisa dibuang begitu saja bila tak diperlukan oleh perusahaan. Sedangkan pada kenyataannya, banyak perusahaan yang maju dan berkembang karena memiliki karyawan yang aktif dan kreatif, suatu sifat yang tak dimiliki oleh aset yang lain dari perusahaan. Saya kira lebih cocok dikatakan, "karyawan adalah mitra usaha utama dari perusahaan, karena itu...." Istilah mitra usaha utama ini lebih cocok karena fakta-fakta berikut: 1. Perusahaan dan karyawan memiliki subyek hukum yang berbeda. 2. Antara perusahaan dan karyawan terjadi transaksi, di mana perusahaan membeli tenaga dan pikiran karyawan. 3. Karyawan tak bisa dinilai secara kuantitatif disajikan pada neraca perusahaan, meskipun dikatakan sebagai aset yang paling berharga. 4. Adalah tidak etis bila menyamakan manusia dengan benda. M. SULHAN ASKANDAR Koperasi Pusaka 78 Jalan Cipaku I/7 A Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini