Bila kami memperkenalkan diri kepada orang Jepang, selalu muncul pertanyaan "Indonesia itu di sebelah mana?" atau, " Indonesia di sebelah mana Pulau Bali?" Tentu, yang salah adalah guru "ilmu bumi" mereka. Namun, itu adalah kenyataan. Ketika kami jelaskan panjang lebar tentang Indonesia dan akan adanya "Visit Indonesia Year 1991," muncul lagi satu pertanyaan yang sulit kami jawab: "Apa bedanya tahun tersebut dengan tahun-tahun sebelumnya, dan apa keuntungannya bila berkujung ke Indonesia pada tahun 1991?" Tentu saja akan "buruk" akibatnya bila kami jelaskan kepada mereka bahwa, dengan program nasional itu, harga tiket pesawat dan tarif hotel tetap saja tanpa discount. Belum lagi ketidakpastian mendapatkan senyum tulus, tanpa embel-embel "tip" di setiap bentuk pelayanan kepada wisatawan? Kami tahu persis salah satu sifat orang Jepang, "gila pergi ke luar negeri". Kebanyakan mahasiswa di Jepang rajin berarubaito (kerja sambilan), dengan tujuan bersenang-senang ketika masa liburan tiba. Kebanyakan mereka menyukai pergi ke pa. Jarang yang berpikir datang ke Indonesia. Harapan kami, dengan adanya program VIY 1991, akan banyak informasi tentang Indonesia untuk para calon wisatawan, seperti ketika Malaysia menyelenggarakan acara serupa tahun lalu (1990) banyak bertebaran informasi promosi pariwisata (yang dicetak "luks" dalam bahasa Jepang). Menurut kami, Jepang adalah "pasar" yang bagus, tetapi untuk "mengail" dibutuhkan umpan yang sepadan. Di Jepang, misalnya, informasi promosi pariwisata baik lokal maupun internasional selalu tersedia di tempat-tempat strategis pusat keramaian dengan bentuk yang bagus dan dicetak "luks". Bila cara itu diangap mahal, ada cara lain yang lebih efektif, yakni memanfaatkan para karya siswa yang akan belajar ke luar negeri termasuk Jepang. Slide dan cendera mata (seperti yang pernah dilakukan Malaysia) yang berlogo VIY 1991 bisa dibekalkan kepada mereka, untuk berpromosi gratis. Namun, lepas dari semua itu, harapan kami semua "biarkan para wisatawan itu sendiri yang bercerita tentang keindahan Indonesia, bukan kekecewaan selama di Indonesia". Dan, mudah-mudahan VIY 1991 tidak "menjadi" hanya sekadar "slogan". SUNARNO IKAPUTRA YOYOK WAHYU SUBROTO Osaka University Jepang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini